Hola👋
Sebelum membaca alangkah baiknya tekan tombol vote terlebih dahulu😊
Setelah itu?
Selamat membaca😍
Matta tak tahu kapan pastinya hidupnya mulai berubah, akan tetapi dia sadar bahwa ketika kakak satu-satunya pergi meninggalkannya sendirian di rumah besar yang lebih mirip neraka itu, seluruh hidupnya berubah. Orang tuanya mulai memberikan banyak beban di pundaknya. Berbagai macam ambisi yang sama sekali tidak dia inginkan terpaksa harus dia kejar demi memenuhi ekspetasi orang tuanya.
Hidupnya mulai diatur. Anak yang dulunya bisa bebas bermain, melakukan hal-hal yang dia sukai, tertawa tanpa beban, kini mulai kehilangan senyumannya. Matta diam bukan berarti dia ingin, Matta hanya tidak mau mencari masalah yang akan mengundang kemarahan orang tuanya. Menggores pergelangan tangannya menjadi kebiasaan baru, berharap rasa sesaknya akan hilang jika dia membuat tubuhnya berdarah. Merasakan sakit yang lukanya tidak bisa dia temukan membuatnya frustasi. Seperti ada tali yang mengikat lehernya hingga sulit untuk bernapas. Matta hidup seperti itu beberapa tahun ini tanpa satupun orang yang tahu.
Kemudian ada gadis imut yang datang tiba-tiba ke dalam kehidupannya. Senyumannya manis, tetapi mulutnya selalu mengeluarkan kata-kata sinis. Matta pikir dia sama seperti banyak orang, ternyata dia salah. Peony, orang pertama yang menghiburnya, memikirkan perasaannya dan mendengarkan ceritanya. Sejak saat itu dia sudah jarang mengonsumsi obat dan menggores luka. Untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun dia pasrah, Matta memiliki harapan kembali. Dia berharap Peony akan selalu seperti itu padanya. Tapi, sepertinya dunia memang tidak berminat memberinya kebahagiaan yang lama. Peony menjadi milik orang lain.
Matta berdiri di depan gedung apartemen Peony. Rahasia yang tidak di ketahui oleh Peony, Matta selalu mengunjungi apartemennya ketika dia sedih, bahagia dan marah. Matta ingin membagikan semua emosinya pada Peony meskipun setelah sampai di depan pintu apartemen Peony, Matta hanya bisa memandanginya tanpa berani menekan bel. Namun, kali ini berbeda karena secara kebetulan Peony memergoki dirinya yang sedang berdiri di depan pintu.
"Matta?"
Lelaki itu menggaruk tekuk lehernya yang tidak gatal dan tersenyum kaku. "H-hai?"
"Ayok, masuk!" Peony membawa dua kantong plastik berisi bahan makanan dan persediaan minuman. Matta menggeleng. "Lo tinggal sendiri di apartemen?" Tanya Matta.
"Iya."
"Gak bagus cewek sama cowok berduaan hehe.."
Akhirnya setelah meletakan belanjaannya secara asal di dalam apartemen, Peony dan Matta memutuskan untuk berjalan-jalan santai di sekitaran taman.
"Tumben lo kesini." Peony yang pertama membuka percakapan. Dia melirik tangan kiri Matta yang tertutup jaket itu sedikit memperlihatkan perban.
"G-gue mau ajak lo belajar bareng! Iya. Lo kurang di pelajaran matematika, kan? Gue mau kok ajarin lo." Hanya alasan itu yang ada di otaknya. Tidak mungkin dia jujur mengatakan bahwa Matta sudah terbiasa melakukan itu diam-diam dan baru ketahuan kali ini.