46📝- Pergi

39 0 0
                                    

Setiap hal patut diperjuangkan, namun berhenti memperjuangkan bukan kekalahan.

-Mafka Malihah Farha-

***

Berhasil melewati tatapan sendu dari keluarga mertua, perempuan berhijab pasmina abu ini tengah menarik koper. Lalu lalang manusia sedikit sepi di tempat yang biasanya ramai ketika matahari masih bersinar.

Tatapan kosong terlihat di matanya, menangisi hal yang begitu ia takuti ternyata menguras semua air mata. 

Duduk menunggu kereta, ia termenung dengan tatapan ke depan. Helaan napas terus saja dilakukan gadis itu, hingga mendapat tatapan sendu dari orang sekitar.

Beberapa panggilan masuk ke handphonenya tapi ia memilih mengabaikan, lagipula untuk sang ibu ia sudah memberitahu situasi yang terjadi.

Suara bising dari kereta mulai menyapa telinganya, ia beranjak dari duduk ketika melihat bahwa kereta yang ditunggu sudah berhenti.

Di lain tempat, tatapan kecewa dari keluarga benar-benar tertuju pada anak kedua mereka. Seorang suami yang telah berhasil menyakiti hati perempuan yang telah dipilihkan keluarga, tentu sang bunda merasa bersalah.

"Apa tidak ada sedikit pun rasa cinta di hati kamu, untuk Mafka?" Sang ibunda dengan helaan napasnya bertanya.

Fazrin langsung mendongak, ia menggelengkan kepala bukan karena jawabannya tapi mengelak. "Bun, aku cuma kecewa sama Mafka. Dia sudah memiliki aku, tapi bukan berarti dia bisa menyakiti perasaan perempuan lain."

Mela berdecak, kalimat Fazrin kurang tepat untuk menjawab pertanyaan ibundanya. Fazrin melihat ke arah Mela yang mengeluh.

"Oh, jadi benar kalo hati kamu masih milik perempuan itu?" Nada bundanya mulai meninggi.

Nada gemetar kemudian terdengar. "Kalo begitu, kenapa kamu bertahan dengan perempuan pilihan Bunda hah?"

Fazrin mengepalkan tangan, sepertinya tatapan Mela padanya benar. Ia salah memilih kalimat untuk menjelaskan pada sang ibu.

Baru saja mulutnya terbuka untuk menentang opini, namun sepertinya ibu kandungnya tidak ingin memberi ruang berbicara pada Fazrin.

"Jika begitu, tinggalkan Mafka." Kalimat dengan nada rendah namun terucap begitu berat.

"Dia berhak, dibahagiakan oleh lelaki yang mencintainya," ucapnya lalu pergi meninggalkan mereka yang tidak bisa melakukan apapun selain diam, sang ayah pun sama kecewanya langsung mengikuti sang istri.

Jleb.

Fazrin merasa semua pedang terhunus ke dadanya.  Bibirnya kelu, menelan saliva saja terasa begitu berat.

Tertunduk hanya itu yang bisa dilakukan laki-laki yang sudah membuat keluarganya begitu kecewa, kakak perempuannya menggigit bibir meski ia tidak buta tentang semua cerita Fazrin dan Mafka.

"Az, semua keputusan ada di kamu. Meski begitu, jangan hanya mengandalkan pikiran saja tapi libatkan Allah." Berdiri sambil menggendong bayinya, Mela pergi.

Kini hanya Fazrin yang masih terduduk pasrah sambil menopang kepalanya yang menghadap ke bawah. Kadang kali ia mengusap wajah, terlihat matanya merah dan berair.

Matanya membuka sedikit lebar, merogoh saku ia mengeluarkan ponsel. Mengetik sesuatu, tak berapa lama ia mendapat notifikasi.

Mama Mertua

Tenang nak Az, biarkan Mafka sendiri ya. Mama yakin dia bakal baik-baik kok.

Ada kelegaan, meski mertuanya tidak menanggapi keberadaan sang istri tapi balasan itu cukup memberi ketenangan.

Harapku HadirmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang