36-📝 Mempertahankan

38 3 0
                                    

Rasanya masih sesak dan tak sanggup jika memberi tahu, sebab rasa kasihnya harus dibalas kekecewaan dan menghilangkan senyumnya.

.
.
.
Selamat membaca
🐚

Siang yang begitu panas ini Mafka tengah mengemas beberapa barangnya untuk pergi ke rumah ibu angkatnya. Pagi tadi ibunya menelepon bahwa ada sesuatu yang ingin dibicarakan.

Deru mobil yang sudah Mafka hafal pun berhenti, dan pasti itu terparkir di depan rumah ini.

Tak lama setelah itu langkah kaki yang terburu itu semakin mendekat. Suara pintu pun terbuka menampilkan Fazrin yang terlihat khawatir.

"Kok, buru-buru gitu?" tanyanya mendekat.

Tanpa berhenti mengemas Mafka menjawab pertanyaan itu, "kata ibu ada sesuatu tentang keluarga kandung aku kak. Dan ibu hafal wajahnya karena ada foto yang pernah diberikan oleh tempat aku dititipkan dulu."

"Tapi bisa besok 'kan?" Fazrin tak ingin membiarkan Mafka pergi.

Mafka menghela napas. "Aku gak mau nunggu lama lagi kak, nanti malah gak tenang. Lagian, kalo sekarang bisa aja mereka belum jauh dari sana," ucap Mafka menutup tas berisi beberapa pakaian.

"Bentar, kamu mau lama di sana?" herannya melihat beberapa pakaian yang dikemas.

"Dua hari kak, kalo dari dua hari aku gak ketemu sama mereka aku pulang kok."

Fazrin mengernyit. "Bentar, kalo misalnya ada foto orang tua kamu. Kamu juga tau dong, wajah mereka?" Pertanyaan ini membuat Mafka sedikit menunduk.

"Sayangnya foto itu ilang, ibu sudah mencarinya saat akan menunjukkan itu dulu tapi belum ketemu juga. Jadi cuma ibu yang tau, sekarang.... " Fazrin merasa bersalah telah bertanya itu.

"Ya udah, aku yakin kamu bakal ketemu sama orang tua kamu," senyumnya.

"Hah, aku?" dahi Mafka mengernyit mendengar panggilan tidak biasa dari suaminya, karena biasanya selalu dengan formal.

"Loh, emang gak boleh ya sama istri sendiri lebih akrab?" tanyanya balik.

Mafka terkekeh, ternyata suaminya benar-benar telah berubah. Lebih menunjukkan rasa yang berbeda.

"Gak kok kak," jawabnya masih terkekeh geli.

Fazrin pun memikirkan panggilan istrinya. "Serasa punya istri, adik sendiri tau!" rajuknya.

"Kok gitu?"

"Abisnya, manggil suami masa KAKAK!" sontak saja perempuan berhijab maroon itu menggigit bibir bawahnya.

Terlintas ide di pikiran Fazrin. "Sekarang, please ganti panggilannya ya. Panggilan yang lebih romantis, ya gak?" godanya.

"Apa dong, aku bingung Kak."

"Ya apa aja." Mengedikan bahu.

Mafka melihat jam dinding. "Nanti aku pikirin setelah pulang dari rumah ibu, gimana?" ucapnya meminta persetujuan.
Fazrin sebenarnya tidak bisa menunggu, tapi ia sadar Mafka pasti sangat ingin bertemu orang tua kandungnya.

Harapku HadirmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang