Bayu Adik Reza

219 18 1
                                    


📚 SELAMAT MEMBACA 📚

Suasana masih ramai, masih bising di taman dekat komplek tempat tinggalnya, juga masih ramai di luar sana. Setelah lama membisu dengan pikiran bercabang-cabang, ia mengangkat lengannya memeriksa waktu yang di tunjukkan jam tangannya.

Pukul dua puluh satu lewat.

Reza menghela nafas berat, sungguh hari-harinya terasa berat padahal ia bukan pekerja melainkan masih berstatus mahasiswa. Namun, bukan berarti mahasiswa hidupnya santai, iya kan? Reza memiliki hari-hari berat yang di laluinya dengan harus berperan terhadap batinnya, antara ia harus mulai pasrah dan mencoba menerima semuanya begitu saja, atau setidaknya ia harus menggali lebih dalam lagi agar ia bisa hidup dalam keadaan tidak terbebani? Apa dia harus menggali lebih dalam yang pastinya  akan lebih menyakitkan lagi, tapi tidak ada salahnya juga kan, siapa tahu setelahnya hidupnya akan lebih mudah.

Kembali ia menghela nafas, membaurkannya dengan angin yang lewati. Reza memperbaiki letak jaket pada tubuhnya lalu melangkah menjauh dari taman. Ia berdiri di tepi jalan yang masih ramai, menunggu angkot yang lebih murah di bandingkan menaiki taxi. Sebelumnya, ia sempat berpikir untuk kembali mengambil motornya atau meminjam mobil mamanya, tetapi sifat malas muncul di waktu-waktu yang tak seharusnya, ia memilih angkot yang tengah menyusuri jalan raya.

***

Angkor berwarna merah berhenti tepat di depan sebuah kafe. Hanya Reza yang turun. Setelah membayar biaya angkot, ia berjalan masuk kafe jingga yang memang bernuansa jingga tersebut.

Langkahnya berhenti tak beberapa langkah dari pintu kafe, matanya beredar mencari keberadaan seseorang berkepala pelontos, berbadan agak gendut dan pendek.

Pemilik kafe menyadari kedatangannya dan menyapan lebih dulu, saat mata pria jangkung itu sibuk mencari keberadaannya dan bertemu dengan pandangannya. Ia melebarkan senyuman yang menampakkan deretan giginya sambil mengangkat sebelah tangan kemudian melangkah mendekat.

“Ini berdiri di sini sambil mengintimidasi tempat ini, lagi cari saya yah?” tebaknya tak melepas senyuman. Ia menepuk lengan Reza, mungkin karena butuh sedikit usaha baginya untuk menyentuh pundak pria jangkung di depannya dan ia merasa malas untuk mengusahakannya. “Ada apa, hm?”

Walaupun senyuman pemilik kafe tak lepas di bibirnya, Reza tak membalas sama sekali. Bola matanya menyoroti wajah pendek di depannya. Menggunakan kata mengintimidasi terdengar agak berlebihan di telinga Reza, lagian dia hanya mencari keberadaannya bukan melakukan pemeriksaan pada kafe ini. Reza mengerjapkan matanya, kemudian tersenyum kaku.

“Iya Bang. Saya pengen nanya sesuatu sama Bang Dito,” ungkapnya sedikit hati-hati, padahal Dito bukanlah orang yang menakutkan.

“Mau nanya apa? Atau kamu duduk dulu sana saya ambil minum dulu.”

Reza melangkah menuju salah satu kursi kosong setelah Dito berlalu. Kebetulan dalam kafe tersebut terbilang banyak menampung pelanggan saat malam tiba hingga tengah  malam, seperti malam ini meja yang tersisa pun tingga dua, itupun satunya baru saja kosong saat Dito tengah menginterupsinya untuk duduk.

“Ada apa ya? Mau nanya tentang Ayuni lagi, kalau dia mah aku juga belum tau dia  sedang di mana.” Dito datang membawa dua cangkir kopi campuran, ia menyuguhkan secara gratis untuk Reza. Meletakkan di atas meja kemudian menarik kursi dan mendaratkan bokongnya di atas kursi berwarna jingga itu.

Reza menggeleng. Entah kenapa ia tiba-tiba merasa khawatir dengan apa yang ingin ia tanyakan. Reza menatap Dito yang masih sibuk mengatur duduknya.

“Bukan Bang.” Reza meneguk ludahnya yang menyangkut di tenggorokan.

I Want You Back - [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang