Tak Mengapa

107 22 5
                                    


📚 SELAMAT MEMBACA 📚


Mentari mulai meninggi, merangsang keringat bercucuran membasahi bagian-bagian tubuh.

Di tepi sebuah lapangan basket area komplek perumahan, duduk seorang pemuda mengenakan hooded jacket berwarna Dark Gray sedang tertunduk lesu, hingga sebuah bola basket menggelinding tepat di ujung sepatunya. Kepalanya terangkat, mendapati sepasang kaki sedang berdiri tak jauh di depannya.

“Main dengan aku kak?” Suara nan lembut dari pemilik kaki membuatnya mengangkat kepala lebih tinggi lagi. Ia menegadah dan menemukan seorang remaja sedang tersenyum memperlihatkan deretan gigi rapinya.

Reza terdiam, ia kurang yakin jika mengenal pria di depannya.

“Ayo dong kak? Aku kangen main sama kakak masalahnya.” Ajakan remaja berkaos putih lengan pendek itu membuatnya sempat berpikir sejenak. Ia ragu untuk menebak. Wajah di depannya terasa tidak asing, tetapi ia merasa tidak pernah bertemu dengan pria tersebut.

“Bayu?!” tanyanya ragu-ragu. Ia meraih bola basket di lantai membawanya serta berdiri. Nampak sangat jelas jika ia ragu terhadap dirinya yang merasa bimbang. Kini bola basket ada di tangannya.

Bayu semakin melebarkan senyum. Ia tahu jika Reza pasti mengenalinya, walaupun mereka sudah terpisah begitu lama.

“Iya kak. Aku kembali.” Suara Bayu berubah sedikit bergetar, tetapi senyum yang ia suguhkan tidak berubah sama sekali.

“Maafin Bayu, karena selama ini gak pernah nemuin kakak. Bukan Bayu gak mau, cuman ....” Sorot mata pria itu berubah sendu, nada bicaranya ikut berubah semakin bergetar, tergambar jelas di wajahnya sebuah kesedihan di sana.

Reza yakin, Bayu sedang menahan butiran bening di pelupuk matanya dari cara anak itu berubah menunduk. Kekesalan Reza yang sebelumnya ingin mendominasi terkalahkan oleh hatinya yang tengah merindukan sosok di depannya. Sudah terlalu lama ia harus membenci sosok di depannya padahal belum tentu sosok remaja di depannya itu sepenuhnya salah.

Hening seketika menyelimuti mereka berdua. Dalam suasana sunyi sepi di sekitar mereka, hanya desiran angin lewat dan terik matahari, juga beberpa kicau burung lewat yang tak sempat menyaksikan mereka karena terlanjur lapar untuk mencari makan, mungkin. Reza hanya menatap Bayu yang masih menunduk. Ada perasaan ingin memeluk adiknya, namun secuil ego muncul membakar nuraninya.

Hingga bermenit-menit berlalu, hening masih menyelimuti. Jika tak ada yang memulai kembali maka akan terus seperti itu.

Bayu mengangkat kepala, kembali menampakkan senyuman hangatnya. Reza percaya demi Ipin yang rambutnya tidak kunjung tumbuh walau sehelai seperti Upin jika Bayu tengah berusaha terlihat baik-baik saja.

Bayu berdeham halus, memastikan suaranya tetap terdengar normal.

“Kak Reza mau kan main basket sama aku, sama kaya waktu kita kecil dulu?” Kembali ia mengajak Reza yang masih terdiam menatapnya.

Reza mengangguk pelan.

Sebenarnya banyak sekali yang ingin Reza tanyakan, banyak sekali yang ingin Reza tahu dan menuntut penjelasan atas semuanya. Tentang masa lalunya, tentang kebenaran cerita sang bibi hingga terkait masalah transplantasi yang berhubungan dengan adiknya itu, tetapi untuk kali ini ia memilih untuk tidak melakukannya dulu, sebab ia takut kehilangan kesempatan menyaksikan adiknya tersenyum. Senyuman yang dahulu membuatnya tenang dan selalu merasa baik-baik saja, senyum damai yang ternyata bahkan saat ini pun melihatnya ia bisa merasakan apa yang selalu ia rasakan dulu saat melihat senyuman itu.

Baiklah, Reza akan membiarkannya dan menepis segala kebencian yang hanya akan merusak hubungannya dengan Bayu, dan untuk saat ini ia hanya ingin ikut tersenyum dengan adiknya yang sudah lama tak bertemu dengannya. Hanya untuk hari ini saja.

I Want You Back - [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang