Tak Ingin di Ganggu

88 13 6
                                    


📚 SELAMAT MEMBACA 📚

Waktu makin mendekati puncak malam pergantian tahun, sekitar satu jam lebih lagi. Di luar semakin ramai, kebetulan klinik hewan milik Ayuni terbilang sangat dekat dengan sungai besar pembelah kota hingga keramaian pun memenuhi area sekitar klinik.

Reza mendorong secara pelan pintu itu hingga terbuka memuat untuk tubuhnya masuk. Kini ia berdiri di dalam klinik. Mulai tergaris senyuman di wajahnya mendapati seseorang tengah duduk memainkan piano. Ia mulai berjalan secara perlahan ke arah pemain piano yang masih berdenting.

Seorang gadis berkulit gelap tengah melatih jemarinya yang sepertinya masih agak kaku untuk memainkan tuts penghasil bunyi jika di tekan itu. Walaupun begitu, tempo permainannya masih menyenangkan untuk di dengar.

Reza berdiri tak jauh di belakangnya, mendengarkan hasil permainan gadis  yang sepertinya belum menyadari kehadirannya. Saat ia menarik sebuah kursi untuk duduk menunggu gadis itu menyelesaikan permainan, tiba-tiba suara dentingan berhenti.

Gadis itu menghentikan jemarinya menekan tuts, ia menyadari seseorang telah masuk ke klinik tersebut. Tanpa khawatir ataupun takut, ia berdiri membalikkan tubuh menghadap pria yang tengah memegang sandaran kursi, sepertinya tidak jadi duduk karena ia menyadari kehadiran pria tersebut.

Reza menatapnya sambil memperlihatkan cengiran kakunya. Ia baru saja ingin mendudukkan bokongnya dan gadis berkulit gelap di depannya lebih dulu menyadari kehadirannya. Ia melepas pegangan beralih menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal sama sekali.

“Kakak datang bawa peliharaan kah?” tanya gadis berkulit gelap namun memiliki senyum manis seperti gadis-gadis di kota ini pada umumnya. Reza membalas senyuman gadis yang setahunya bernama Nerole, teman sekaligus perawat kepercayaan Ayuni. Kepalanya menggeleng.

“Saya kira kakak ada peliharaan.” Gadis Papua itu mengangguk-angguk ringan.

“Kakak, di klinik ini untuk sementara waktu tidak ada pelayanan yang akan berlangsung. Mungkin sepekan kedepan baru ada pelayanan, nanti kalau kakak mau datang, bisa datang sepekan lagi ya. Maaf,” jelas Nerole tanpa di minta, ia bahkan tidak tahu tujuan Reza datang. Seperti itulah Nerole yang memang berkepribadian terlalu ramah, bahkan ia tidak butuh orang lain yang memulai percakapan dan ia lah yang akan memulainya walau hasilnya kadang mengecewakannya. Mungkin mental orang Papua memang sudah terlatih sedemikian kuat hingga ia akan cuek dengan kemungkinan balasan mengecewakan atau menyakitkan dari lawan bicaranya.

Reza sempat tercengang dibuat oleh gadis Papua itu. Terdiam dengan bola mata bergerak-gerak.

Melihat Nerole yang hendak beranjak meninggalkannya, Reza dengan sigap bertanya pada gadis itu terkait pemilik klinik. Ia berfikir Ayuni pasti sudah datang karena Nerole juga sudah datang, dan seperti kata gadis itu jika klinik ini akan beroperasi sepekan lagi, yang artinya jika Ayuni memang sudah datang untuk mempersiapkan pengoperasian kembali kiliniknya. Reza sangan yakin.

“E.. Nerole,” panggilnya membuat gadis berambut hitam pekat itu kembali menatapnya, menunggu pria di depannya melanjutkan.

“Ayuni gak datang?” Hanya tiga kata dalam pertanyaannya, ia nampak lebih mengalami gangguan berinteraksi dengan orang asing daripada gadis yang sudah jelas-jelas datang jauh dari pulau paling timur Indonesia itu.

Nerole mengerjap seketika mendengar pertanyaan pria tersebut, bukan karena pria itu bisa mengetahui namanya tanpa ia perkenalkan diri, akan tetapi dari cara pria itu bertanya. Nerole berpikir sejenak.

Dia menyebut kak Ayuni dengan sebutan Ayuni doang? Apa dia kenal dekat dengan kak Ayuni? Wow! Nerole memiringkan kepalanya sedikit ke kiri, memastikan telinganya tidak salah tangkap. Apa sedekat itukah pria di depannya dengan Ayuni?

Melihat mimik Nerole, Reza menyadari ketidak tahuan Nerole tentang dia dan Ayuni. Sepertinya gadis Papua itu memiliki ingatan tentang wajah orang yang cukup buruk, perasaan Reza sudah pernah ketemu dengannya sebelum Ayuni menutup klinik, mereka bahkan ketemu tiap Reza datang ke klinik tersebut untuk bertemu Ayuni.

“Ayuni ada gak?” ulang Reza mencoba untuk tetap santai. Ia tidak ingin gadis itu berfikir lebih jauh.

Seketika kesadarannya kembali, ia mengangkat sebelah tangannya. Matanya terbuka lebar dengan mulut ikut terbuka, ia mengingat sesuatu untuk jawaban pertanyaan Reza.

“Ah..! kak Ayuni gak ada di sini. Mungkin lagi menghabiskan waktu dengan kekasihnya. Biasanya juga seperti itu.”  Deretan gigi putihnya terlihat setelah memberi apa yang Reza ingin tahu.

Ekspresi Reza berubah begitu mendengarnya. Entah kenapa ia merasa ada yang aneh pada dirinya, tepatnya pada perasaannya. Ia merasa tidak suka dengan jawaban yang Nerole berikan, padahal seharusnya ia sudah merasa lega karena Ayuni sudah datang dan itu menjadikannya lebih mudah untuk mulai menggali informasi adiknya lagi.

“Kakak?” panggil Nerole menyadari perubahan wajah Reza.

“Kakak kenapa?” kini ia yang bertanya.
Reza mengerjap menyadari Nerole sedang memerhatikannya.

“Eh.. gak kok,” jawabnya gagap.

“Oh ya, kamu tau alamatnya? Bisa kasi alamat rumah kekasihnya ke saya?” pintanya dengan niat akan menemui kekasih Ayuni karena merasa hal itu membingungkan.

Jika Ayuni punya kekasih lain, lalu bagaimana dengan Bayu? Atau mungkin saja Ayuni sudah memiliki kekasih baru setelah pria yang mendonorkan jantungnya ke Reza itu meninggal? Reza menggeleng menyingkirkan pikiran tidak jelas, yang hanya membuat resah padahal seharusnya itu bukan urusannya. Biarkanlah Ayuni punya kekasih, siapapun orangnya, toh bukan itu juga yang menjadi urusannya untuk bertemu Ayuni.

Nerole tersenyum untuk kesekian kalinya. “Maaf ya kakak, bukan Nerole gak mau ngasi, tapi sepertinya kak Ayuni sedang gak ingin diganggu.”

Reza mengernyit tidak paham. Ia tidak memiliki niat buat mengganggu mereka, hanya ingin memastikan sesuatu yang cukup mengganggunya saja setelah jawaban Nerole sebelumnya.

“Yaudah, kakak pulang saja dulu. Sebentar lagi puncak malam pergantian tahun loh kakak. Saya juga mau keluar, teman udah nunggu saya di luar. Kalau gak ngerayain malam ini ya harus nunggu satu tahun lagi. Nerole mah gak mau. Kakak mohon maaf ya, Nerole di Papua tidak bisa merayakannya seramai ini kakak. Di Papua Nerole tinggal di kampung,” jelasnya minta pengertian Reza.

Nerole mengunci gembok pintu klinik setelah menutupnya, ia berjalan pergi meninggalkan  Reza yang masih berdiri di dekat pintu. Temannya yang sudah menunggu sempat menatap Reza yang keluar dari klinik bersamaan dengan Nerole, ia menatap Reza dan Nerole curiga sebelum akhirnya mendapat penjelasan dari Nerole yang tengah berjalan bersama meninggalkan klinik.

Reza menghela nafas berat, kemudian berjalan meninggalkan klinik. Namun, belum sampai langkahnya di trotoar, sebuah suara menghentikannya.

“Ayuni pasti tengah menghabiskan waktunya dengan Bayu sekarang?”

Reza sontak berhenti, membalikkan badan seratus delapan puluh derajat menemukan Dito tengah berdiri tak jauh darinya. Ia menatap pemilik suara dengan tatapan bingung.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Halo✋
Nah, sampai sini gimana nih?
Masih cukup bingung gak, antara Ayuni dengan si pendonor atau Bayu dan Reza.

Ada Saran, kritik, pernyataan atau pertanyaan, silahkan ya – aku terima semuanya.
Juga,  jangan lupa di bintangin ya,  hehe 😄

Thank You and Love You
💛💛

I Want You Back - [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang