📚 SELAMAT MEMBACA 📚Dua jam setelah senja lewat. Area komplek perumahan mulai terdengar sepi, mungkin semua sudah keluar untuk menikmati malam tahun baru di tempat-tempat yang mereka sudah rencanakan terlebih dahulu.
Beda halnya dengan Reza yang masih duduk bersandar di lantai, sebuah buku tengah di bacanya bersama alunan lagu peterpen-Tak ada yang abadi. Reza tidak tahu jika orang tuanya masih ada di rumah atau juga sudah pergi, ia lebih asyik dengan bacaannya dan alunan musiknya. Tidak ada gairah untuk merayakan tahun baru di luar sana dan lebih memilih berdiam di rumah saja.
“Za, kamu gak keluar?” Baru saja dipikirkan, Anita sudah muncul dengan dandanan siap keluar.
Reza menghela, meletakkan bukunya untuk sebentar tanda ia sopan pada mama nya, jika tidak ia lakukan bisa saja mama nya menyamakannya dengan anak tetangga. Reza muak jika terus-terus disamakan dengan anak tetangga yang katanya bandel lah, pembangkang lah, dan pokoknya tidak sopan atau durhaka ke orang tua, Reza tidak mau di sama-samakan sama siapapun. Baginya dirinya adalah dirinya dan orang lain tetap orang lain.
“Gak ma, Reza malas buat keluar,” jawabnya dengan wajah lesu.
“Beneran gak mau keluar? Mau dirumah aja? Mama sama papa mau keluar nih,” tanyanya memastikan.
Reza mengangguk malas. Ia benar-benar merasa tidak bergairah di penghujung tahun kali ini.
“Yaudah, kalau gak mau, kamu jagain rumah biar gak di colong orang, entar kita tinggal di mana kalau rumahnya sampai di colong orang. Mama sama papa pergi dulu.” candaan tak berfaedah mamanya membuat Reza geleng-geleng, bagaimana ia bisa lahir dari seorang dosen yang kadang selera humornya nyeleneh.
“Iya ma, hati-hati perginya,” suaranya sedikit meninggi, menyeimbangi Anita yang sudah menghilang dari ambang pintu.
“Perginya doang Za, gak pulangnya?” suara mamanya terdengar lagi.
Reza tepuk jidat “Pulangnya juga hati-hatilah ma, disana keluyurannya juga hati-hati,” teriaknya yang di balas tawa nyaring dari sang mama. Kembali ia geleng-geleng meratapi sikap mamanya yang bisa secara tiba-tiba ngaco seperti ini. mungkin para mahasiswa di kampus tidak ada yang tahu pribadi sesunggunhnya dan ada baiknya seperti itu, bagi Reza itu lebih baik daripada malu-maluin.
“Reza gak pergi?” suara papa nya ikut terdengar olehnya.
“gak, katanya mau dirumah aja, takut kena corona dia.”
Reza mendengus. Mamanya terlalu berlebihan membuatkannya sebuah alasan dan Reza berani bersumpah jika papanya di luar sana juga pasti sudah geleng-geleng mendengar penuturan istrinya.
Ia tak melanjutkan bacaannya sebelum mendengar mobil orang tuanya meninggalkan pekarangan rumah. Setelah mobil itu menjauh hingga tak terdengar lagi suaranya, Reza bangkit dari duduk menuju ruang dapur untuk menyeduh kopi dan kembali ke kamar melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda beberapa saat yang lalu.
Tak terasa buku yang tengah ia baca telah mencapai lembaran akhir. Reza menutup setelah menyelesaikan bacaannya, secangkir kopi yang menemani pun telah habis menyisakan ampasnya, sudah lama sekali rasanya ia baru minum kopi lagi. Reza menghela pelan, menyandarkan kepala pada sandaran kursi. Kedua tangannya ia rentangkan melepas ketegangan otot yang sempat kaku karena posisi duduknya yang kifosis.
Musik yang sedari tadi mengalun menemaninya ia matikan dan mulailah sepi terasa. Tidak sunyi memang, sebab suara deru kendaraan di jalan utama terdengar memenuhi udara malam, lebih ramai dari malam-malam biasanya, di selingi suara-suara petasan, trompet dan semacamnya yang tengah di mainkan anak-anak maupuan orang dewasa yang masa kecilnya hilang, mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Want You Back - [Tamat]
Random"Jika aku dapat memutar waktu kembali, aku akan merayakan Ulang tahunmu bersamaku" - Reza - "Jika aku dapat memutar waktu kembali, aku tidak akan merengek untuk ulang tahunku" - Bayu- ⭐2020.06.12