"Zal, Jeno bawa apa nih?"
Zalwa mengangkat pandangan dan mendapati ke dua tangan Jean yang menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnta. Jean yang duduk di depan Zalwa memutar kursinya, raut wajahnya tampak senang.
"Tadaa! Cake minion," seru Jean seraya memberikan mini cake dengan bentuk minion pada Zalwa.
Zalwa membelalak tidak percaya dan mengambil cake itu dengan antusias. Benar-benar bahagia ketika karakter kesayangannya terpahat cantik di cake itu. Jean Arminor Syakral memang jago masak. Hasil turunan ke dua orang tuanya yang dikenal sebagai koki ternama di kota ini, mereka bahkan setau Zalwa sering pergi ke luar negeri. Sampai sekarang masih tidak menyangka bahwa putra mereka berteman dengannya.
Kalau dipikir lagi, Jean dan Zalwa memang sering membahas makanan, terlebih Jean yang jago memasak tidak jarang membuatkan Zalwa makanan. Hal menyenangkan bagi Zalwa ketika mencicipi masakan Jean yang bisa dibilang enak banget, ia yakin jika Jean membuka restoran ataupun kafe makanannya akan sangat disukai.
Mereka jadi semakin dekat karena topik makanan yang selalu nyambung.
"jean baik banget, makasih yah." Zalwa tersenyum tulus sekali.
Jean hanya berdehem kecil seraya menyungging senyum kecil, beberapa saat memalingkan wajah, mengusap belakang lehernya pelan. Jean bahkan tidak pernah menyangka kalimat dari Zalwa mampu membuat wajahnya terasa memanas, padahal tidak ada yang istimewa darisana.
"Kok, mukanya merah? Baper yee?" canda Zalwa dengan wajah menggoda, "gue tau ihh, gue cantik banget."
"Emang, lu cantik banget Zal." Jean berkata dengan serius. Senyumnya terbit lebih lebar.
Zalwa mengedip pelan, sebelum tawanya terkuar, sontak tangannya terangkat, mengelus belakang lehernya. Zalwa memilih meletakan cake di kursinya, berharap dapat mengalihkan atmosfer yang terasa agak akward baginya. Zalwa mengangkat sebelah alisnya begitu menoleh, Jean masih setia diposisinya dan menatap Zalwa dengan intens. Tentunya gelenyar aneh mulai menguasai Zalwa, merasa tatapan Jaean seperti menghunusnya.
"Je, biasa dong!" Ujar Zalwa pada akhirnya seraya menyentil kening cowok itu.
"Sedang mengamati," ujar Jean. Perlahan bibirnya menepis, melekukan senyum lembut, "bagaimana bisa ada sosok secantik Zalwa Teodora Eugenia?"
Aduh, perasaan Zalwa jadi tidak enak. Niatnya tak ingin menjurus ke sana, namun sikap Jean seakan memperjelas.
"Gue sih emang cantik, Je. Engga usah diperjelas lagi entar gue baper mau tanggung jawab lu?" Zalwa mencoba mencairkan suasana. Menghalau pikiran lukcnutnya agar tidak berkembang.
"Ohh, mau diseriusin?" Jean memunculkan senyuman miringnya. "Sini nomor ortu lu."
"Ngadi lu setan," maki Zalwa diakhiri tawanya, "Ifeli sama Nawa belum dateng, yah?"
"Engga usah cari mereka, ada gue, kan?" ujar Jean tetap diposisi menghadap Zalwa.
Zalwa tidak membalas dan memilih mengeluarkan ponselnya dan membuka asal aplikasi yang ada guna menghilangkan asumsinya. Sebisa mungkin tenang di depan Jsan yang terus memperhatikan, Zalwa fokus ke layar pipi itu guna menyembunyikan kegelisahannya.
"Kok, malah main HP, gue dianggurin nih?"
"Bentar gue mau cek WP," bohong Zalwa seraya melirik Jean sesekali. Ia sedikit tercekat kala mendapati iris Jean tidak lepas darinya.
Lagipula kemana Ifeli sama Nawa ini? Zalwa bukannya apa-apa, sekarang ia butuh menghindari Jean yang cukup agresif. Jean ini buat Zalwa berpikir yang macam-macam belakangan ini, terlebih sejak pertemuan cowok itu dengan Ikawa saat diparkiran fakultas. Rasanya ada beberapa sikap Jean yang agak aneh menurut Zalwa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sektor 3
Teen FictionMereka hanya sekumpulan mahasiswa biasa yang tinggal di asrama suatu universitas, sektor 3. Wilayah asrama mereka berada di sektor 3. Asrama yang terdiri dari 3 gedung yang didesain berbentuk U. Serba tiga jadi yah, ish, ish. Tenang, isinya makhluk...