*Perairan Pulau Tengkorak*
TIDAK ada angin, tidak ada badai, ombak laut yang tenang diiringi suara burung camar yang menenangkan hati.
Tiba- tiba, terdengar suara lolongan yang memekakkan telinga.
"Tolong, tolong!"
"Loncat! Cepat kabur!"
"Buruan!"
Pemandangan aneh dan mencengangkan, entah mengapa semua bajak laut dan kapten panik, wajah mereka pucat pasi, wajahnya bercucuran keringat dingin dan berhamburan loncat ke laut lepas?! Kemana harga diri dan kebanggaan bajak laut yang tak ada lawan itu?
Sudah gilakah bajak laut itu, sampai loncat ke laut jadi pilihan?
Apa yang membuat mereka segila ini sampai merelakan satu-satunya nyawa mereka untuk para hiu lapar? Untuk apa mereka meninggalkan satu-satunya harta yaitu kapal mereka?
Siapa pembuat onar yang mampu menciutkan nyali bajak laut yang begitu disegani? Sesuatu yang lebih bengis dan menyiksa sepertinya berhasil menaklukan bajak laut itu. Tapi apakah itu? Semua pertanyaan seakan menuntut penjelasan dibalik penyebab salah satu bajak laut perkasa kehilangan semua yang dibanggakannya.
***
Dua minggu sebelumnya.
Saat itu, terik matahari begitu menyengat menyiksa semua penghuni kapal tanpa terkecuali. Keringat bercucuran dilengkapi perut keroncongan yang ribut minta diisi menyempurnakan derita mereka hari itu.
Kibasan topi tak mampu lagi memberikan hawa sejuk yang cukup untuk mereka, yang ada tenaga mereka semakin terkuras. Tak ada mangsa untuk dibajak, tak ada pula pasokan makanan. Yah, beberapa minggu terakhir ini, mereka kehabisan pasokan makanan karena tak ada kapal yang bisa mereka bajak.
Terpaksa mereka menyandang status pembajak yang tidak membajak alias pengangguran. Dengan terpaksa pula mereka harus memancing demi memuaskan cacing-cacing di perut mereka. Sayangnya, hasil pancingan pun tak begitu memuaskan. Hari demi hari harus terus mereka hadapi, namun krisis seperti ini harus cepat diselesaikan.
"Bos, bos!" panggil seorang kru kapal.
"Hmm?"
"Gak ada pemasukan banget, nih? Bokek kita, makan aja ngirit bos, gak kasian nih sama kita-kita? Udah kayak tulang berjalan," keluh awak kapal itu dengan wajah memelas.
"Iya nih, bos. Liat deh, si botak. Udah kayak busung lapar. Kasian bos, dia selalu makan paling sedikit, sekarang harus ngirit lagi. Ada solusi gak, bos? Kita pikirkan sama-sama, deh. Jujur nih, sebenernya gue juga menderita, bos," tanya ABK itu dengan bijak dan sopan.
"Hey! Mana harga diri kalian sebagai bajak laut? Kapal barang lagi pada mandek, pemasukan kita juga terpaksa mandek. Tapi tak usah mengeluh, dasar lemah! Mancing sana! Yang penting gak makan angin," jawab sang kapten ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Teen FictionUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...