*Pulau Kabut*
Tengok kanan, tengok kiri, syantik~ syantik~ Itulah kerjaan Flip yang celingak-celinguk bingung karena mendadak sekelilingnya gelap.
"Lah, dimana ini? Kok gelep amat?" kata Flip sambil meraba-raba tanah yang lembab sambil berjalan dengan dengan tuntunan indra perabanya.
"Lantai dan dindingnya aneh, yang ini lembut, tapi lantainya licin. Sebenernya ini dimana, sih?" nampaknya kegelapan membuat Flip frustasi tak tahu harus berbuat apa.
Tapi konon katanya, kalau salah satu indra kita tidak bisa digunakan, indra yang lain akan meningkat kemampuannya. Ide pun terbesit di kepala Flip dan dia mencoba memanfaat telinganya, siapa tau terdengar sesuatu.
"Ngroook. Zzzz, ngrokk," suara ngorok yang entah dari mana pun samar-samar terdengar.
"Ih, siapa tuh yang tidur? Gede amat ngoroknya, bisa-bisanya dia tidur ditempat kek gini," gumam Flip sambil memastikan sumber suara yang barusan dia dengar.
"Ehh, bentar. Jangan-jangan kakak Poi sama Sigung deket sama gua ini. Tapi kan Poi masih ada di kerangkeng tadi?" ujar Flip sambil mengaruk kepalanya yang barangkali bisa mengerti situasi di sini.
"Aku coba minta tolong saja deh. Siapa tau Poi bisa dengar suara aku," pikir Flip dalam hati.
Flip mencoba teriak, namun belum berhasil. Flip mencoba beberapa kali lagi, masih gagal. Kali ini menjerit dengan sekuat tenaga.
"TOLONG, Poi!!!"
"Poi, TOLONG!!!"
Flip mengusap peluh dan ingin mencoba teriak lagi. Tapi suaranya tidak mau keluar karena tenggorokannya kering dan kurang adem sarih. Poi yang terbius mulai sedikit sadar.
"~poi? Ada yang minta tolong. Tadi ada yang manggil nama Poi?" tanya Poi yang celingak celinguk mencari sumber suara, sambil mengusap-usap mata.
"Ngung?" panggil Poi sambil menggoyangkan badan Sigung yang tidur disampingnya.
Mungkin Sigung yang minta tolong ya, tapi masa Sigung masih tidur. Poi pun memikirkan cara agar Sigung bisa bangun. Ting! Muncullah ide dari si otak kecil dan langsung dipraktikannya.
Poi membuka mulutnya dan ...
"Hoahh! Sigung, bangun! Hoah!"
"Ih kok gak bangun sih? Apa mulut Poi kurang bau? Harus puasa sikat gigi, nih!" gerutu yang Poi kesal sendiri.
"Oya~poi. Poi kan pake masker transparan dari Mpok Lampir," Poi pun langsung ber-hoah ria padahal gak tau dimana hidung Sigung berada.
"Hmm?! Woe, Poi! Lo iseng bat sih! Lagi mimpi makan daging mevvah juga!" kata Sigung yang tidak suka mimpinya terpotong.
"Lah, tadi dia sendiri yang bangunin Poi. Padahal dia yang minta tolong, Poi yang dimarahin. Gak usah bangun kalo gitu mah~poi!" gerutu Poi yang niat baiknya disia-siakan.
"Hah? Kapan gue minta tolong! Eh, kayaknya sih gue emang minta tolong ambilin cocolan tadi di mimpi. Masa gue ngigau lo bisa kebangun. Ya udah Sigung minta maaf deh," kata Sigung.
Setelah bermaaf-maafan Sigung sadar berada di tempat yang berbeda dari terakhir mereka berada.
"Ada yang gak beres, nih!" bisik Sigung. "Coba gue inget-inget dulu, hmm," kata Sigung sambil elus-elus dagu sok mikir.
"KAKAK POI, SIGUNG, TOLONNNNNGGG!!!!" teriakan seseorang menginterupsi mereka.
Si Poi dan Sigung loncat karena kaget mendengar suara serak yang lumayan menyeramkan. Tapi gak keliatan siapa yang minta tolong, kan memang gelep. Sigung pun mencoba menerawang dengan mata nokturnalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Novela JuvenilUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...