73| Hukuman Mati

6 4 0
                                    

*Pulau Penjara*

WAKTU yang ditunggu-tunggu pun tiba. Teng! Waktu makan. Para perompak heran, sedari tadi sempat-sempatnya POi nyolong makanan, sekarang waktunya makan malah gak makan. Maunya apa coba? Yah, kalau mau dijawab, sih maunya duo sekawan itu makanan dari menara atas alias tempatnya Jenderal. Mereka sudah tau di mana makanan paling enak dibuat di Pulau kali ini. Jadi, bisa dibilang duo sekawan ini jual mahal lah ya, gak sudi makan makanan kaum cacing alias rakyat jelata, cielah.

Di tingkap paling atas, kediaman sang Jenderal, hatinya tampak gundah gulana, nafsu makannya jauh berkurang. Matanya terlihat cekung, tak ada binar semangat yang terselip di wajah tampannya. Hidangan lezat terpampang tapi hanya dibiarkan begitu saja tak tersentuh, mubazir. Biasanya sisa makanannya merupakan rejeki nomplok buat para penjaga, tapi hari ini para penjaga tidak berani mengambil langsung makanan tersebut seperti biasa. Rasa empati melihat Jenderal mereka uring-uringan, menghanyutkan hati mereka.

"Jenderal, ini ada udang goreng krispi kesukaan Jenderal gak mau dimakan?" pertanyaan empatik tersebut hanya menggema di langit-langit menara tanpa balasan alias dikacangin.

Sang Jenderal menatap ke awan dengan tatapan menyipit sambil berpikir, kembali dengan kecamuk pikirannya.

Flup! Duo sekawan muncul di depan meja dan tanpa babibu langsung, hap!

"Udang gorengnya buat kita aja kalo Jenderal gak mau!" seru Sigung dengan semangat berapi-api melihat tumpukan makanan yang belum tersentuh.

"POi mau udang yang besar sama belut goreng, sama ikan pari, sama buah pisang, sama ... udahlah POi mau semua~poi," kata POi pasrah mengingat semua jenis makanan yang tersedia semeja panjang penuh dengan tampilan makanan yang tersusun rapi dan menggugah selera.

Sang jenderal yang masih asik dengan pikirannya tidak sadar dengan keberadaan makanannya yang ditilep duo sekawan, bisa dibilang take away lah, ya. Sang penjaga yang melihat keduanya bingung dan serba salah. Kalau kasih tau Jenderal sudah pasti sebentar lagi dia marah-marah, kalau gak dikasih tau ya gimana juga? Nasib perut penjaga gimana, nih? Kejadian ini terus berulang hingga beberapa minggu tanpa disadari oleh Jenderal yang terus nyaman di pikiran yang mengambang. Tapi hal ini menguntungkan semua penghuni, karena untuk pertama kalinya dari sekian lama mereka di penjara, baru kali ini mereka menikmati makanan dalam keadaan layak makan dan utuh. Sebenarnya, Flip memberi usul untuk membawa makanan itu semua dan dibagi-bagikan ke kelompok bajak laut, perompak gunung dan manusia raksasa, tahanan politik. Ide brilian Flip membuat semua orang senang dan makin akrab dengan keberadaan duo sekawan ini, bisa membawa makanan lezat, segar dan tentunya lebih sehat.

Satu hari Jenderal merasa tubuhnya sangat lemas karena akhir-akhir ini dia makan sangat sedikit. Butuh asupan besar untuk mengembalikan tenaganya agar tidak terlihat lemah oleh dua makhluk yang terus hadir di mimpi buruknya. Saat hendak menyantap porsi makanan dalam jumlah besar.

"Hi, Jenderal! Udah selesai bengongnya, Jenderal manis?" tanya Sigung dengan nada meledek. Hanya hitungan detik Sigung langsung menghilang dari hadapannya.

Ulah Sigung membuat amarah Sang Jenderal meledak hingga ke ubun-ubun dan duar! Dengusan kasar dan tatapan membara dari mata cekungnya cukup membuat semua orang bergidik.

"Kenapa kalian diem waktu makanan saya diambil, hah?! Masa ada makanan penguasa dicolong kalian gak melarang?! Dasar pecundang!"

"Cepat cari mata-mata itu! Tangkap dan bawa kemari!!!" perintahnya dengan suara menggelegar tak terbendung memantul ke seluruh penjuru menara.

Situasi tengah darurat karena lebih dari setengah penghuni Pulau Penjara telah berpihak dan berteman dengan Sigung dan POi. Untuk menyadarkan otoritas Jenderal yang absolut para penghuni diperhadapkan 3 ekor singa dengan tanduk di kepalanya yang dibawa oleh para penjaga. Ukuran badan singa ini hampir 6 kali dari anjing serigala pembunuh. Auman singa-singa ini membahana ke seluruh Pulau Penjara, membuat siapapun gemetar dan bergidik ngeri. Taring-taring yang setajam silet dapat membuat siapapun terkencing-kencing ketakutan. Wujudnya yang sangat garang tidak seperti singa pada umumnya, hewan-hewan tersebut layaknya hasil rekayasa genetik, alias mutan. Situasi genting mencekam udara di sekitar penjara.

POi the LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang