*Pulau Kabut*
Komandan besar uring-uringan karena sebagian besar pasukannya kalah total hanya dengan seorang bocah tengil itu. Kali ini dia memerintahkan anak buahnya yang tersisa untuk mengeksekusi bocah itu ditempat saja, tidak perlu ditangkap. Mereka segera membuat rencana pengepungan dan mempersiapkan senjata tajam dan panah, seperti persiapan perang.
"Besok pagi, kita berangkat dan menghadang bocah tengil itu ditengah-tengah perjalanan, gak usah kasih ampun, besok gue sendiri yang bakal mimpin!" tegas komandan besar ini.
Dijawab dengan semangat yang membara oleh pasukannya, kali ini benar-benar full team hampir sekitar 30 orang, dibagi 3 group, pasukan pemanah, pasukan tombak, pasukan pedang. Mereka begitu semangat berperang apalagi mereka tidak pernah kalah selama ini. Hanya membunuh seorang bocah kecil? Kecil ipil ...
"Interupsi! Maaf, komandan. Kita gak bisa meremehkan bocah itu, buktinya jelas bahwa 3 pasukan elit kalah telak tanpa serangan yang berarti. Bahkan dengan racun mematikan sekalipun, bocah itu tidak mati! Selain itu, dia berteman dengan hewan yang sama busuknya, Sigung," kata salah satu komandan regu ketiga yang bertemu Poi.
"Setuju, karena itu saya punya persiapan dan strategi untuk penyerangan kali ini!" seru komandan besar dengan senyum sinisnya.
***
Mereka sudah mempersiapkan diri ditengah jalan yang akan dilalui oleh Poi dan kawan - kawan. Berselang sejam tampaklah Poi, Flip dan Sigung berjalan menuju arah mereka.
"Sigung, di depan ada pasukan di tengah jalan, kali ini lebih banyak dengan perlengkapan senjata yang lengkap!" ujar Flip dengan tangan dingin dan gemetar.
"Flip, seperti biasa. Lo evakuasi seluruh penduduk desa ini ke hutan. Cepet ajak mereka sembunyi!" kata Sigung yang cepat tanggap dengan situasi di tempat. Flip pun mengerti dan melakukan tugasnya sesuai arahan Sigung.
Poi yang masih sibuk makan tidak mengerti dengan situasi yang ada. Wajar hidangan kali ini super-duper wenak. Ada udang saus asam pedas, ikan asap cabe ijo dan jamur tumis lada hitam. Semua makanan sengaja dibuat pedas agar perut Poi dan Sigung makin topcer. Sigung pun langsung berinisiatif menuju ke pasukan itu dan meninggalkan Poi yang asik dengan makanannya.
"Hei, kalian pasukan degil!" seru Sigung yang tiba-tiba muncul dengan suara lantang.
"Kalo kalian tidak mau kejadian yang sama menimpa ke teman-teman kalian, mending mundur dan minta maaf sekarang!" kata Sigung dengan pede agar lawannya gentar dan mulai ketar ketir.
"Ada nyali rupanya," gumam kecil komandan besar. Dia pun memberi isyarat dengan tatapan mata sekilas yang langsung dimengerti anak buahnya.
Drap ... drap ... drap ... derapan langkah pasukan terdengar dengan tombak yang mengacung ke arah Sigung. Sigung yang hanya berbekal tangan kosong pun bingung, melihat kanan dan kiri untuk meraih sesuatu untuk dilempar sebagai bentuk perlawanan.
"Hiat!!!" teriak Sigung mencoba melempar batu dengan segenap kekuatannya.
Sayang seribu sayang, kegesitan para pasukan tidak bisa diremehkan, dengan lihai mereka mengelak dan semakin geram dengan kelakuan Sigung. Merasa terdesak Sigung pun memilih untuk lari dan tanpa sadar tombak mulai dilemparkan ke arah Sigung dalam jumlah banyak.
Desingan puluhan tombak terdengar di udara yang berkabut.
Jleb! Jleb! Jleb! Beberapa tombak tertancap di tanah tepat di samping Sigung.
"Ayam monyet, nenek moyang!" latah Sigung saat tersadar ada hujan tombak.
Semakin dia berlari, semakin membabi buta serangan pasukan itu. Dirinya semakin terdesak karena jarak pasukan dan dirinya semakin menipis. Peluh membasahi dahinya dan kabut membuatnya frustasi karena jarak pandangnya pendek. Terlalu fokus untuk mengelak hujaman tombak yang tidak ada habisnya, Sigung pun nyungsep tak sengaja kesandung batu.
"POiBy! Tolongin, woe! Jangan makan mulu, tong!" teriak Sigung.
Mendengar teriakan Sigung, tiba-tiba jubah Poi dikibaskan dengan heroiknya dan mengeluarkan uap air yang menutup area Poi sekitar radius 5 meter. Jubah Poi pun melindungi mereka dari hujan tombak yang arahnya tak beraturan
"Dari tadi napa?! Gak usah sok-sok ala pahlawan gitu gayanya! Alay lo!" kata Sigung geram dengan Poi.
"Ya maap lahh~poi. Tadi Poi mau nambah udangnya sama makan pake tangan biar nikmat. Eh, Sigung malah manggil-manggil. Ngerusak suasana aja!" jawab Poi yang malah balas menggerutu.
"Woe, liat jalan dulu! Kalo kena tombak itu bisa bahaya!"
Poi dan pasukan tombak tidak keliatan oleh teman pasukan dan komandan besar, seperti permainan sulap saja.
"Lah, napa kabutnya tebel amat? Ini kan belom sore," kata salah satu pasukan.
"Mana tuh hewan busuk, ilang!"
"Ini bukan kabut woe, ini uap air!"
"Shtt, denger gak?"
"Cuma terdengar suara-suara besi."
Komandan pun kewalahan melihat situasi yang tiba-tiba diluar rencana. Uap air sebanyak ini, lebih merepotkan daripada kabut. Selain jarak pandang berkurang, uap air menyebabkan indera mereka tidak berfungsi dengan baik.
"Lho! Kok temen-temen kita jerit-jerit?!" sahut salah satu pasukan.
"Buruan samperin!''
"Stop! Gak ada perintah ke kalian!" seru komandan besar.
"Jangan gegabah, waspada sama serangan di sekitar kalian," perintah komandan untuk bertahan di situasi tak terduga ini.
Jeritan para pasukan perlahan hilang bersamaan dengan kabut sekitar Poi yang mulai menipis. Bayangan pun muncul, hanya terlihat duo sekawan yang berdiri dan saling bertengkar tidak jelas alurnya. Bukan sulap, bukan prank. Semua pasukan tombak pingsan. Pasukan se-elit tombak rata? Pasukan yang tidak maju pun terkejut-kejut dengan nasib mengenaskan rekan-rekan mereka. Sejauh ini belum pernah mereka lihat kejadian aneh seperti ini. Hanya bisa melirik satu sama lain, begitu juga dengan komandan mereka.
"Gak beres nih," gumam komandan resah dengan keadaan anak buahnya.
To be continued
***Poi udah meresahkan ya, bund.
Tapi, kalo lawan penjahat gapapa kan ya?😏Lov,
Author:)
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Teen FictionUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...