*Pulau Kabut*
Komandan memberi isyarat untuk segera menarik mundur pasukan yang babak belur.
"Masa langsung tumbang semua?" pikir komandan seakan tak percaya kejadian yang meratakan seluruh pasukan terlatihnya yang selama ini belum pernah terkalahkan.
Beberapa pasukan menciut seperti udang yang dimasak. Nyali mereka tak lebih dari sebiji jagung saat melihat luka berat yang dialami rekan-rekan mereka. Semuanya seperti bekas sayatan benda tajam, beberapa terkena tusukan yang cukup dalam bahkan beberapa rekannya tidak sadarkan diri karena kehilangan banyak darah.
"Pasukan pemanah!" seru komandan dengan suara menggelegar.
"Bersiap buat memanah bocah ingusan itu!!!" perintah sang komandan yang diikuti dengan kegercepan anak buahnya yang siap dengan posisi menyerang.
Barisan ahli panah berjejer rapih dengan postur menarik senar dengan piawai. Anak panah sudah terpasang sempurna siap menembak hati para jomblo -maksudnya menembak duo sekawan yang jadi biang babak belur pasukannya.
"Tembak!" perintah eksekusi pun diluncurkan.
Whoooshhhhhh, terdengar suara anak panah berdesing terbang ke arah Poi membelah kabut yang semakin tebal. Anak panah melesat cepat dengan arah tak beraturan namun memiliki sasaran yang tepat.
Teknik tingkat tinggi diperlihatkan setiap pasukan pemanah yang jam terbangnya sudah setara burung. Di sisi lain, terdengar suara pantulan anak panah itu. Tring ... tring ... tring semuanya memantul, terlihatlah duo sekawan ini lagi berdiri santai tanpa aksi berlindung dan panik.
"Panah api!"
"Panah racun!"
Kejadian ini terus berulang-ulang, sampai semua anak panah ini habis. Bukan suara "jleb" yang terdengar, tapi suara "tring" tanpa suara teriakan kesakitan atau terluka. Artinya tidak ada satu anak panah pun yang menancap ke tubuh duo sekawan, tidak ada satu pun.
Peristiwa ini makin membuat komandan dan sisa pasukan makin keder dan gelisah. Komandan menunjukan sorot mata hitam yang kelam, tidak pernah terlihat sorot mata yang demikian. Anak buah yang melihat reaksi komandan pun ikutan ciut dan habis akal.
Bocah ajaib dari mana ini? pikir komandan.
Setelah bergumam dan berpikir cukup panjang, komandan pun tetap teguh dengan pendiriannya. Harga diri tidak bisa ditawar. Lebih baik mati di medan perang daripada lari seperti pengecut.
Demi, rekan-rekannya yang sudah berjuang! serunya dalam hati.
Setelah mengecek semua pasukan yang masih sanggup berperang dan melihat persediaan senjata yang ada, mereka sepakat untuk bergerak bersama demi merebut Pulau Kabut kembali. Namun, saat hendak menjalankan rencananya uap air yang mirip dengan kabut tersebut muncul lagi di sekitar Poi. Semua pasukan tidak bisa melihat sama sekali, karena kabutnya kali ini membutakan mereka dalam sekejap.
Raungan jeritan memilukan membuat bulu kuduk siapapun naik. Ngeri, pilu, sakit. Komandan besar terkejut dan membelalakan matanya, mematung.
"Arghhh!!!" jeritan singkat dan cukup membuat siapapun gemetar.
Lolongan memilukan tersebut, menjadi yang terakhir karena situasi mendadak senyap dan ganjil.
Kabut pun menghilang dari sekitar arena tempur itu. Terlihat pemandangan yang menakjubkan, kali ini agak berbeda dengan kejadian sebelumnya. Mereka tidak pingsan, tapi berdiri kaku terperangkap es. Terlihat juga sisa es beku ada di pedang, baju zirahnya.
Kok baju gue beku? Ulah siapa ini?
Masa iya ulah duo makhluk itu lagi?
Untuk kali ini bukan kerjaan si Poi. Kali ini giliran si bayi naga yang unjuk taring karena melihat "mamanya" terancam.
"Wah, wah, bayi Poi sekarang udah bisa action tanpa disuruh ya. Apalagi waktu Poi terancam," ujar Flip dengan kagum dari kejauhan. Tapi binaran mata itu hilang karena ...
Kok aku gak punya keahlian kayak mereka? Flip terlihat murung karena tidak bisa membantu Poi dan Sigung, padahal mereka butuh pertolongan. Tapi hal ini tidak membuat Flip putus asa dalam mencari ayahnya. Bersama duo sekawan ini, Flip melanjutkan perjalanannya.
***
Lelah, lunglai, compang camping. Begitulah keadaan pasukan komandan besar yang kalah telak.
"Gue harus laporan apa ke jenderal? Bisa-bisa gue tinggal nama di kandang singa," pikirnya dalam hati.
Napas komandan besar yang berat dan panjang diikuti hela nafas yang sama oleh pasukan yang bersamanya. Putus asa dan kekecewaan terhadap diri mereka sendiri pun tak bisa dipungkiri. Binaran mata yang sayu sudah cukup menjelaskan perasaan gerombolan itu.
"Komandan, kita mau pulang lewat mana? Pulang ke markas jenderal atau ... ?" tanya salah satu anak buah dengan hati-hati.
Komandannya diam seribu bahasa. Kekuatan pasukannya sudah mencapai batasnya, tapi mereka tidak memiliki tempat untuk rehat dan mengobati rekan-rekan mereka. Hanya dengan lirikan matanya saja, semua pasukan sudah tau bahwa harapan mereka berlindung sudah pupus.
"Ndan, saya ada ide bagus nih, ini pasti berhasil. Kan, bocah curut dan temen-temennya suka makan tuh, gimana kalo kita kasih obat tidur ke makanannya?"
"Daripada pulang tangan kosong, mending gitu. Daripada kalah tak terhormat, boleh dicoba ide itu," pikir si komandan.
"Kita kirim tim kecil, ganti pakaian seperti orang-orang biasa. Ngaku aja kalian itu pedagang dari luar pulau yang tersesat juga di pulau ini," perintahnya.
"Sementara itu, yang lain kalian bikin tenda darurat disini. Obatin temen-temen kalian yang luka parah sambil nunggu tim ini bergerak. Paham?"
"Siap, paham komandan besar!" seru seluruh pasukan itu.
Esoknya team kecil ini segera menyamar dan berpura-pura menjadi pedagang dari luar pulau karena tidak mungkin menyamar jadi penduduk desa yang bertubuh kecil. Tugas mereka adalah menarik perhatian duo bocah bau ini supaya mereka nimbrung makan dengan mereka. Karena itu, mereka sengaja berteduh dibawah pohon yang jaraknya cukup dekat dengan desa dimana mereka nangkring. Tim kecil ini membakar daging segar hasil buruan yang harum, sekalian makan siang.
Karena aromanya yang sedap menggoda, dua sekawan ini langsung mencium aroma-aroma sesajen, eh maksudnya makanan enak. Yang enak kok dilawan? Yang bener tuh, dimakan!
To be continued
***Si iseng: Semenjak pandemi pada makan mulu gak kerjaannya?😫😣
Author: diem lo!
Si iseng: Padahal tanya sama readers, kok sewot.😕
Author: ... (menatap dengan tatapan membunuh😠)
Si iseng: Am - amponn😥 Authornya ngambek, gaes. Gak ada salam-salam.
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Teen FictionUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...