*Pulau Kabut*
Penduduk asli menceritakan hal yang sama menimpa beberapa desa-desa kecil lainnya di dekat desa ini. Dengan wajah memelas andalannya, Flip meminta duo sekawan ini membantu desa-desa kecil lain ini. Namanya Poi mah, hayo saja, yang penting ada makanan enak. Poi juga tidak merasa yang membuat pasukan ini pingsan terkapar. Santuy abis, muka bloon, gaya letoy, omongan sotoy.
Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka, sedangkan pasukan yang pingsan dibiarkan begitu saja. Para penduduk sementara ngungsi sesuai arahan Flip.
Sore hari sekitar jam 5 sore, kabut pun mulai turun dan membuat jarak pandang terbatas, para pasukan mulai siuman dengan wajah pucat pasi, setengah hari lamanya mereka pingsan. Mereka pulang ke markas terdekat. Sesampainya di markas, komandan regu lapor dan menceritakan keadaan sebenarnya,
"Hahaha! Kalian pasukan segitu banyak ada 10 orang bisa pingsan tanpa ada perlawanan sama sekali? Gak usah ngelawak, hahaha!" ejek komandan regu lain.
"Lucu, hah?! Buat malu! Berapa jumlah musuhnya?" bentak komandan besar dengan nada geram dan diikuti keheningan dalam sekejap.
"Siap, 1 orang. Eh salah, 1 anak kecil, komandan," jawab komandan regu itu dengan wajah pucat pasi, selain memang takut dihukum mereka masih lemas karena kena kentut Poi. Double portion ...
"Apa kamu bilang, 1 anak kecil, bisa mengalahkan 10 pasukan tanpa perlawanan!!! Dasar gak guna! Buat apa latihan tiap hari, tapi gak bisa lawan bocah ingusan? Dasar sampah!"
"Lempar komandan tidak becus itu beserta anak buahnya ke penjara!" perintah komandan dengan wajah memerah, tidak habis pikir.
Siapa anak kecil itu?
Sok hebat amat! Tunggu aja nanti, liat pembalasan gue!
Apa jangan-jangan pasukan dari Tetua Pulau?
Alah ... tetua penduduk kan udah ditahan, udah dijadiin sandera?
Gak mungkin penduduk Pulau Kabut berani ngelawan? Mereka kan cinta damai ...
Hmmmmhhhh ... ?
Komandan besar bolak balik berjalan gelisah dengan kejadian janggal ini. Baru kali ini pasukannya gagal menjalankan misi, selama ini pasti berhasil dan tak terkalahkan. Pikirannya terus berkecamuk memikirkan bocah ingusan yang tak tahu dari mana asalnya. Apa dia terlalu meremehkan bocah itu? Tapi ...
"Komandan besar, besok saya yang akan menangkap anak kecil itu dengan tangan saya sendiri!" ujar salah satu komandan regu dengan sombong.
"Kalo gak bisa, enaknya dikasih hukuman apa ya?" ejek salah satu temannya dengan cekikikan sinis.
"Saya masuk ke penjara bawah tanah, lebih berat dari penjara biasa itu!" katanya dengan sangat percaya diri.
"Sakit jiwa, nih orang! Gak ada turahn lain apa? Liat aja nanti, gigit jari entar dipenjara, hahaha," kata rekan-rekan pasukan yang lain.
Komandan besar pun hanya meng-iya-kan kecongkakan dari komandan tersebut. Karena dia menawarkan diri sekalian aja dia beri misi untuk mengetahui siapa bocah itu dan seberapa hebat dirinya agar mereka bisa mengatur strategi untuk mengusir dan mengalahkan bocah itu dari Pulau ini.
"Kita liat, bocah! Apakah saya terlalu meremehkanmu atau kemarin hanya keberuntunganmu!" ucap komandan besar dalam hati.
***
Besok pagi-pagi komandan ini langsung bergerak dengan pasukannya, karena pagi hari kabutnya mulai menipis dengan sinarnya mentari pagi.
Gue mesti dapetin anak itu, kalo gak bakal malu banget, ujar komandan regu dalam hati sambil mengepal tangannya. Mereka bergerak cepat, tampaknya pasukan ini lebih terlatih dari sebelumnya. Mereka mendapatkan keadaan desa berikutnya benar-benar kosong tapi di dapur setiap rumah tetap mengepul seperti kejadian di desa tetangga kemaren. Mereka sekarang tidak peduli dan fokus ke penduduk asli. Benak mereka memikirkan anak kecil itu dan fokus ...
Mereka mulai membuat strategi dan masuk ke rumah satu per satu dengan hati-hati dan waspada. Rumah pertama, kedua, ketiga, sudah dicek. Di ruang bawah tanahnya pun kosong melompong. Rumah empat, lima, enam. Hasil yang didapat masih nihil. Rumah ketujuh dan delapan, peluh mereka mulai bercucuran lantaran tegang tidak mendapat hasil apapun. Rumah kesembilan, dan jeng!
Akhirnya, pasukan itu mendapatkan Poi dan Sigung dalam keadaan bobok syantik. Wajah duo sekawan ini menunjukan betapa bahagianya setelah menikmati makanan enak dan tertidur pulas dengan tenang dan damai.
"Jadi, ini bocahnya? Orang bodoh mana yang kalah ngelawan bocah lagi tidur? Fiks gue berhasil!" si komandan pasukan puas dan memberi isyarat untuk langsung menangkap Poi.
''Ih entar dulu ... Poi duluan~poi! Udah diujung ini," gumam Poi, ngigau. Rupanya di saat genting ini, Poi bermimpi kebelet pengen BAB, kejar-kejaran sama Sigung.
"Bikin kaget aja," kata komandan dalam hati. Pasukan itu pun melanjutkan aksi penangkapan ini.
Saat dua makhluk ini mau dimasukkan ke karung, suara mendesis seperti ular dan menggerutu seperti kawanan babi hutan keluar dari belakang Poi. Suara halus dan kasar memanjang dan beruntun. Tak lama kemudian, suara gebrakan kumpulan orang tumbang terdengar jelas. Tidak ada yang bisa lepas dari gas ajaib Poi.
"Apa?! Jadi ini senjata tersembunyi bocah ini? Gas berac- bukan ini kentut beracun," seru komandan regu dalam hati yang kesadarannya perlahan memudar.
Semua penduduk yang bersembunyi pun langsung bersorak dan goyang dumang berjamaah. Mereka semakin percaya dengan Poi dan Sigung sebagai penyelamat mereka. Sebagai rasa terimakasih penduduk Pulau Kabut berjanji akan membuat makanan terenak untuk mereka berdua. Flip, Sigung dan Poi pun senang bukan main melihat wajah-wajah sumringah penduduk yang tersisa itu.
"Ini pasukan mau diapain?" tanya salah satu dari penduduk itu.
"Iket aja, jadi kambing guling!" sahut yang lain dengan semangat dan disambut riuh tawa yang menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya.
To be continued
***Kambing guling🤤🤤
Betewe, apa kabar si tiga penyihir ya? Urusan entar dah:pSalam,
Author uye~
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Teen FictionUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...