*S2: Perairan menuju Pulau Apung*
Sumber: pinterest
HOAM! Selamat pagi langit biru, selamat pagi duniaku. Bangun tidur melihat langit cerah nan cantik, angin berhembus sepoi-sepoi mengelus wajah dengan lembut. Sinar matahari pagi yang hangat menyempurnakan pagi ini. Suasana seperti ini harus dinikmati sebaik-baiknya.
"Aduh, Poi puyeng~poi." Poi yang baru bangun, jalan keluar kamar dengan sempoyongan.
"Ya elah bocah, puyeng pagi-pagi emang abis mabok?" tanya sang Kapten yang tampak menikmati angin pagi yang segar di atas kapal.
"Hmph! Perut Poi muter-muter~poi."
"Hah? Muter-muter? Lu kira kita main roller coaster?" tanya si Kapten asal.
"Waduh Kapten, kayaknya si legen-Poi mabok laut. Makanya bajak laut itu pada..." celetuk Ajudan yang menyadari sesuatu.
"Nih bocah tuh sebenernya darimana sih? Tiba-tiba jadi legenda laut, tapi malah mabok laut? Herman gue."
"Heran, bos, heran."
"Iya, itu maksud gue."
***
Pertanyaan yang sama muncul di benak semua penghuni kapal. Asal Poi yang dari antah berantah dan identitasnya yang tidak jelas menimbulkan pertanyaan sendiri bagi mereka yang menemui dan memungutnya. Jadi, untuk menjawab pertanyaan tersebut...
Begini ceritanya...
Umur Poi yang sekarang diperkirakan sekitar 15 tahunan. Dan mari kita flashback. Di kawasan rawa-rawa yang terkenal angker dan beracun, terdapat penghuni rawa-rawa, kodok beracun, ular beracun, dan segala makhluk beracun lainnya.
Kehidupan mereka sebagai penghuni rawa hanya diisi dengan makan dan tidur. Hingga di suatu malam rutinitas itu berubah. Malam yang tenang dan sunyi senyap, para penghuni rawa-rawa seperti biasa aktivitasnya, lagi tertidur pulas, cuma terdengar suara khas kodok dan serangga beracun lainnya.
Saat semua makhluk ingin memejamkan matanya, TIBA-TIBA malam yang damai itu pecah oleh suara tangisan seorang bayi manusia.
"Oee... Oee... Oeeeee!"
Seluruh penghuni rawa-rawa terkejoet dan sangat amat terganggu. Awalnya mereka berusaha tidak peduli, tapi semakin lama jeritan itu semakin memekak telinga. Makhluk rawa-rawa itu pun tidak tahan lagi dan memutuskan untuk bangun dan menuju ke permukaan air.
Mereka pun mencari, dari mana asal suara ini? Setelah berkumpul beberapa makhluk rawa-rawa, dapatlah sumber suara melengking itu. Raut bingung dan tatapan bertanya-tanya terlihat satu sama lain dengan bahasa mereka.
"Makhluk-oi apa ini, bikin ribut-oi saja~poi," celoteh makhluk rawa.
"Ya-oi, malem-malem-oi begini ribut bat-oi."
"Mau kita apain-oi?"
"Oi ada ide-oi, saya coba sembunyikan-oi di kantong oi."
Dibawalah bungkusan itu dan dimasukan ke kantongnya,
"Nah-oi, gak ribut lagi kan-oi. Izy, pizy~oi," belum selesai celoteh sambil membanggakan diri.
"Oee... Oee... Oeeeee... "
"Izy pizy, lagakmu~oi!"
Jeritan tangis itu semakin keras. Ide pertama gagal.
"Minggir-oi kalian, giliran gue yang coba-oi."
Diambilnya bungkusan itu dan ditelannya dengan sekali suapan dengan mulutnya yang besar...
"Tuh, gak bunyi lagi kan."
Baru menikmati kesunyian yang damai, tiba-tiba, suara bayi jeritan tangis si bayi kembali terdengar bahkan lebih besar dari yang sebelumnya.
"Oee... Oeeeee... Oee!!!"
"Yah-oi. Suaranya nembus dari perut-oi."
Mereka bingung harus ngapain lagi, makhluk rawa ini tidak cerdas karena desain otaknya yang minimalis. Lalu muncullah satu makhluk rawa yang pernah melihat kehidupan manusia.
"Inikan bayi manusia-oi, kok bisa nyasar kesini-oi?" gumam makhluk ini.
"Haaaaa... ?" wabah bingung pun menginfeksi seluruh penghuni rawa.
"Ma-nu-sia-oi? Benda apaan-oi? Bisa dimakan gak?" celetuk salah satu dari mereka.
"Iya, manusia-oi. Yang otaknya lebih besar dari kita, terus bisa jalan pake kaki-oi. Kenapa bisa nyasar?"
"Oi? Kaki itu apa-oi?"
"Nih, ini tuh namanya kaki-oi," jelasnya sambil menunjuk kaki Poi. Begitulah dia menjelaskan ke teman-teman. Ada yang ber-oh ria, ada yang ngantuk seperti mendengar dongeng, dan ada yang garuk-garuk kepala.
Semenjak hari itu, Poi diurus oleh makhluk rawa-rawa sampai remaja. Poi hidup dengan memakan makanan yang ada di rawa-rawa, kodok beracun, ular beracun, air beracun, udara beracun, lumpur panas semuanya dilahap... Itulah sebab kenapa mulut dan kentut Poi sangatlah bau.
***
Kembali lagi ke Kapten. Eh? Kayaknya Kapten menyadari satu cerita lain dibalik melegendanya bocah ini dalam semalam. Si Kapten pun langsung paham dan lari kocar kacir mencari wadah untuk menadah "sesuatu" itu ke seluruh penjuru kapal.
Hmm, di tempat penyimpanan makanan semua tong penuh diisi makanan. Oh! Di gudang perlengkapan lama, elah ribet banget bongkarnya. Masa di kamar tidur ada? Coba cek dulu, lah. Eh, ada dong! Sigung yang baru bangun bingung dengan duo ahli kapal yang pagi-pagi sudah kocar-kacir ngobrak-ngabrik semua bilik kapal.
Saat sang Kapten mendapat tong kosong di kamar tidur untuk menampung "sesuatu" itu, dia langsung lari ke atas kapal dan memberikannya pada Poi dan yah, bisa ditebak, kan apa yang terjadi selanjutnya?
To be continued
***Begitulah asal muasal eksistensi Poi...
Nah, biar ada gambaran cus langsung perhatiin peta.Btw, selamat datang di episode pertama di season 2!
Pulau selanjutnya terbuka! PULAU APUNG!!!Salam,
Author ulala😳
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Teen FictionUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...