*Pulau Penjara*
GEROMBOLAN perompak gunung dan manusia raksasa sudah mulai termakan hoax yang disebarkan mata-mata. Wajah mereka yang garang menanti-nanti duo sekawan itu muncul, karena mereka takut kekuasaan dan jatah makanan mereka diambil. Di Pulau ini urusan perut adalah urusan yang terutama dan utama, memilih tidak makan sama dengan menggali kubur sendiri karena mereka tidak pernah tahu banyak makanan yang mereka dapat dari Jenderal. Gerombolan terkuat dari perompak gunung mulai gelisah, menganggap keberadaan POi dan kelompoknya meresahkan kehidupan mereka yang aman damai dengan makanan yang cukup.
"Kapan si kumel itu muncul lagi?!" suara sang ketua lantang membahana, setelah bocah dan bocil ada julukan baru rupanya, si kumel POi. Ketua berdiri di depan anak buahnya, meminta mereka untuk siaga dengan kehadiran makhluk-makhluk itu sesuai firasat.
Flup!!! Bunyi gelembung pecah yang sekarang bunyinya lebih samar karena hasil latihan Flip yang sering dimintai tolong kedua temannya yang gabut. Sigung pun memilih untuk hadir dengan cara lain, sang ketua merasa ada yang menggaruk-garuk bagian pantatnya.
"Om, Om … mau tanya," ujar Sigung sambil menggaruk-garuk dengan wajah sok polos.
Sang ketua lantas membalikan badannya mencari suara dan loncat saat melihat duo sekawan itu ada dibelakangnya, refleks dia pun berteriak.
"Eh-ayam bakar, kapan kau nongol? Mau apa kesini?!" latahnya kaget sambil mempertanyakan kehadiran duo sekawan ini sesuai prediksinya.
"Justru itu yang aku mau tanya, om ngapain disini?" balas Sigung suka-suka.
"Saya yang nanya duluan! Kok malah nanya balik?" hardik ketua perompak gunung dengan nada seoktaf tingginya.
"Gimana om bisa tau kalo om yang nanya duluan?" celoteh Sigung.
"Hei, binatang bau! Gak usah coba main-main sama saya, kamu tau gak saya ini siapa?!" suaranya makin menggelegar hingga bergema sambil memukul dadanya seolah identitasnya membanggakan.
"Justru itu, Om. Gimana om bisa tau kalo aku mau main sama Om?" tanya Sigung mengangkat bahu memasang wajah pura-pura tidak paham.
"Kalian kesini mau ngerebut kekuasaan saya, kan? Ngaku!" teriak sang ketua sambil mengepalkan tangan mempersiapkan bogem mentah karena emosinya sudah diujung tanduk.
"Tunggu dulu, kok Om sotoy banget ngira kita mau ambil kekuasaan? Tau dari mana? Kenal aja gak? Emang kekuasaan bisa diguling? Enak dong kayak kambing guling!" serunya santai sambil ikutan mencomot pisang dan makan bersama POi.
Sang ketua dan anak buahnya yang sedang gelisah dan kesal termakan sama pertanyaan Sigung dan sedikit tersadarkan dengan pernyataan sotoynya tadi.
Benar juga pertanyaannya, kita tidak kenal juga kok, pikirnya membenarkan.
"Om-nyam, jawab dulu dong pertanyaan aku-nyam, dikacangin tuh gak enak, lho!" kata Sigung dengan nada merajuk sambil mengunyah makanan dihadapannya.
"Om tau dari mana, siapa yang bilang kalo kekuasaan Om mau digulingkan?" Sigung makin mengejar jawabannya.
"Eh, ahh. Aduh siapa ya, kok lupa. Sabar mikir dulu," jawab sang ketua sambil menunjuk-nunjuk kepalanya memaksa otaknya berpikir.
"Oh, uh- kalo gak salah itu tuh, si rambut copot!" seru sang ketua sambil menunjuk mata-mata yang kaget karena ditunjuk tiba-tiba oleh ketua.
Tanpa basa basi, Sigung langsung bergerak cepat menghampiri mata-mata ini, Sigung mencermati wajah orang ini sambil memutarinya. Si mata-mata yang apes tersebut hanya bisa menelan ludah, melipat tangannya yang basah karena keringat, dan memasang tampang dan gelagat senormal mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Novela JuvenilUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...