*Pulau Apung*
SEPERTINYA mereka lupa sedang ke istana siapa atau mungkin insiden terbang dan mentalnya penghuni hutan sudah mereka lupakan? Ya entahlah. Mungkin saking kagumnya dengan dekorasi istana yang syantik aduhai mereka jadi terpesona dan teralihkan dari ingatan buruk tentang gajah terbang.
Walaupun reaksi mereka terlihat norak dan kampungan, penduduk asli pulau itu menyeringai senang dengan kekaguman yang mereka ekspresikan. Nyanyian asal, decakan kagum dan sorot mata terpukau keempatnya, menimbulkan rasa hangat, bangga dan respek ke mereka berempat.
Puas melihat-lihat dan kagum dengan furniture dan dekorasi istana, sampailah mereka di ruangan singgasana raja, beberapa diantara penduduk itu undur diri dan beberapa akan menunggu mereka di depan pintu saja. Keempatnya heran dengan sikap penduduk yang seperti menghindar dari raja, padahal itu memang aturan istana. Hanya yang dipanggil yang berhak menemui raja kalau tidak ...
Lalu masuklah empat orang itu ke dalam ruangan singgasana raja. Ruangan itu memiliki dekorasi yang indah, lebih indah dari ruangan sebelum-sebelumnya. Polesan emas dan perak nampak mewarnai seluruh ruangan itu. Tempelan permata yang berkilau dengan warna yang lembut mempercantik setiap detail ukiran dan sangat cocok dipadukan dengan dominasi warna yang eksotis.
Tapi, atmosfer yang mencekam dan aura yang gelap dari sang raja menutupi keindahan tempat itu. Samar-samar bunyi gertakan gigi, hembusan napas yang kasar terdengar di depan pintu tempat mereka berdiri. Mereka pun digiring oleh pasukan pengawal mendekati singgasana raja. Ternyata raja rimbanya sangat pendek dan dipenuhi bulu tajam panjang seperti landak. Bulu panjang yang tipis tapi tebasannya lebih menyakitkan dari silet itu menggetar-getar halus mengikuti napas kasar sang raja. Wajahnya hanya kelihatan hidung besar yang menonjol dengan 2 mata yang kecil.
Jadi, ini makhluk yang bikin gajah terbang. Tapi masa iya? gumam Kapten dalam hati berusaha untuk tetap cool.
Kalo marah, bisa bikin kita melayang, ya? Serem juga, gumam Ajudan yang mulai gemetar dan memucat.
Eh buset, orangnya bantet ternyata. Kok bisa gajah terbang gara-gara dia, oke tenang. Jaga sikap, beres, gumam Sigung dengan pikirannya sendiri sambil menghela napas.
Asisten raja yang berdiri disamping singgasana memperkenalkan raja rimba yang dikenal dengan nama Bloo secara singkat. Sigung pun memberikan hormat ke sang raja dengan menundukan kepalanya dan menekuk sedikit kakinya. Ajudan dan sang Kapten mengikuti Sigung. Tapi Poi? Tentu tidak melakukannya. Dia asik melihat dan memperhatikan kilauan permata yang bertaburan di setiap sudut ruangan itu sambil menggaruk-garuk bokongnya yang diselimuti daki.
Padahal tiga temannya berusaha bersikap penuh tata krama dan sedikit gemetar karena takut salah bertingkah di hadapan raja dan berpikir, auranya sadis amat. Bayangan kejadian tempo hari membuat ketiganya bergidik ngeri, begitu takut kalau bernasib sama. Saking takutnya mereka lupa untuk fokus ke tujuan awal mereka dan terkejut dengan teriakan raja rimba.
"Kalian ngapain, grrr?" tanya Bloo dengan singkat, padat dan ketus.
"Ayam mamak copot. U-Uhh, sekarang lagi dateng ke istana raja, yang mulia raja," kata Ajudan dengan polosnya.
"Grrrr. Ya, gue juga tau itu!" kata Bloo tambah emosi.
"A-Ampun, yang mulia!" kata Ajudan langsung ciut dan dengan nada gemetar.
"Maksud kedatangan kami adalah untuk tinggal diwilayah ini sementara waktu, Yang Mulia. Kami ingin mengambil dan mengumpulkan beberapa tanaman herbal untuk diracik dan dibawa saat berlaut," kata Sigung dengan lawas.
"Grrr. Ya, ok. Boleh," kata Bloo dengan jawaban singkat-singkat.
Mereka pun bisa bernapas lega, untung saja Sigung kita ini pandai. Tapi helaan napas lega itu hanya berlaku sekarang.
"~poi hahaha! Jelek banget makhluk itu! Hahahaha! Udah pendek, hitam, bulet, idungnya gede, idup lagi~poi, wakakakaka -hmph-lepas-hmph," bunyi gelak tawa Poi pun tiba-tiba memenuhi ruangan itu. Melihat Poi yang tertawa seperti itu, Ajudan pun langsung menutup mulutnya dan menyuruhnya untuk berhenti. Tapi terlambat.
"Grrr. Kamu yang di situ!" teriak raja Bloo dengan menggelegar.
"~poi, ayam orang kaget ~poi," bisa-bisanya Poi ngelatah.
"Grrr. Sini, kamu grrr!"
Poi pun mendekati sang raja sesuai arahannya dan berjalan sedikit gemetar karena kaget dengan suara yang besar Bloo tadi. Ketiga temannya harap-harap cemas dengan nasib Poi, mereka hanya bisa berdiri mematung. Keringat dingin bercucuran di dahi dan tangan mereka.
"Poi, Poi, begonya bagi gue dikit napa?" gumam Sigung lirih sambil geleng-geleng kepala.
"Kenapa tadi ketawa?!"
"Po-Poi minta maap~poi. A-ampun."
"Grrr! Ampun, ampun pala kau! Kau tau tidak aku ini siapa?!"
"Yang mulia, mohon kendalikan emosi Anda," kata asistennya yang mulai kewalahan.
"Uhh, kamu itu ... landak! Iya, landak yang bisa ngomong~poi!
"Apa?!"
To be continued
***Sedikit selipan:
Asisten raja : "Yang Mulia, tensi Anda mencapai 200/70! Mohon diminum obatnya segera!"
Bloo : "Bukan urusan gue! Lo mau gue tendang juga!"
Asisten raja : "..." *mundur perlahan, bubar jalan*
"udah bubar ajalah, cari aman"-author-
Bonus ilustrasi Bloo si tukang ngamok.
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Teen FictionUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...