67| Devide et Impera?

13 6 0
                                    

*Pulau Penjara*

DUO sekawan sedang melahap semua makanan yang ada, tanpa memperdulikan nasib orang sekitarnya yang sedang kelaparan juga. Yang penting, hajar! Mereka yang lapar hanya bisa melihat dari jauh, meneguk ludah, meneteskan air liur dan berdoa supaya makanannya tidak habis.

"Kenyangnya ... Tapi makanannya gak seenak di Pulau Kabut~poi," katanya sambil mengelus-elus perutnya yang membuncit. "Disini orang-orangnya lucu, ya? Suka ngeliatin orang makan ~poi," ujar Poi polos sambil memandang sekitarnya.

"Nah, itu namanya mukbang. Emang hobi orang sini kali, nonton orang mukbang," celoteh Sigung tebak asal.

"Flip, yang ngeliatin Kakak Poi dan Sigung makan aja kenyang, kok mereka masih laper?" tanya Flip yang dijawab dengan angkatan bahu Sigung dan POi.

Setelah kenyang, makanan yang tersisa sangatlah sedikit, duo sekawan biasanya langsung cari tempat ngadem sambil bersiap terjun bebas ke alam mimpi. Setelah kepergian duo sekawan ini, terjadilah perkelahian yang sangat seru antara beberapa kelompok bajak laut untuk memperebutkan sisa-sisa makanan ini.

"Hoam, orang-orang sini lucu-lucu ya. Sebelum makan suka olahraga dulu~poi," ujar Poi asal sambil menguap.

"Udah ah, mau tidur dulu~poi," seketika POi pun terlelap dengan nyenyaknya.

Kejadian seperti ini terus menerus berulang menjelang waktu makan. Flip sangat risih dengan pertikaian tiada henti yang terus menelan nyawa atau setidaknya menimbulkan korban luka. Bodohnya mereka terus menerus bertikai, padahal penguasa-penguasa sombong di dua lantai teratas menikmati kekejaman ini dengan senyum riang tanpa merasa bersalah. Seolah nyawa orang adalah tontonan komedi belaka yang mengocok perut mereka hingga puas. Flip sudah jengah dan kesabarannya sudah habis. Dia memutuskan membicarakan perkara ini ke duo sekawan.

"Flip, kasian sama mereka Kakak POi. Mereka harus berantem sampe menang baru bisa makan. Kalo kalah terus gak makan terus, bisa-bisa mereka makin kurus kering," kata Flip dengan tatapan iba sekaligus memerlukan bantuan.

"Tapi kan, Flip. Siapa cepat dia kenyang!" seru POi tidak mau kalah dengan prinsipnya.

"Tapi, coba Kakak POi diposisi mereka. Kakak POi yang kalah, terus gak makan. Gimana? Pasti gak mau, kan?" tanya Flip mencoba menjelaskan hal ini ke POi dengan begitu sabar.

"Selain itu, Sigung pasti tau kalau penguasa di dua lantai teratas, suka nonton mereka berantem, bahkan mereka ketawa waktu ada yang terpental dan bengkak dimana-mana. Waktu ada yang meninggal, mereka malah ngatain 'lemah' dan 'syukurin'. Pasti gak adil banget buat mereka, kan?" tanya Flip lagi untuk memastikan Sigung bahwa ini adalah perkara serius.

"Kalau begitu, POi mau kok bagi makanannya sama lain~poi," kata POi berusaha ikhlas meski wajahnya begitu masam dengan mulutnya mengerucut bergumam-gumam tidak rela.

"Hmm, betul gue tau mereka yang di atas begitu. Tapi sebenarnya gue udah punya rencana! Gue ikut POi makan cuma sandiwara buat mengecohkan, sekaligus buat perut ini kenyang, sih!" jawab Sigung agak berbisik ke Flip takut terdengar dinding bertelinga.

"Kalau begitu, Kakak POi dan Sigung mau bantuin Flip?" ujar Flip dengan mata berbinar penuh harap.

Keputusan bulat dibuat ketiganya dengan harapan tidak ada korban jiwa dan luka yang harus berjatuhan. Hukum alam bisa diperbaiki dengan hukum logika! Sigung tau bahwa mereka melakukan ini bukan karena sifat tamak tapi memang situasi memaksa dan memojokan mereka untuk bersaing memperebutkan makanan. Semua perilaku mereka hanya didorong oleh naluri bertahan hidup, sebatas siapa makan dia hidup, siapa mati dia gugur dalam seleksi alam. Flip mengusulkan ide adanya pembagian jatah makanan supaya merata ke semua kelompok tanpa harus adu jotos satu sama lain, dan dua sekawan ini pun langsung setuju tanpa perlawanan.

POi the LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang