*Perjalanan*
Pagi- pagi kok pada ribut dah. Bikin tiga penyihir ini pada gak bisa tidur syantik aja.
"Mau ngapain sih? Pagi-pagi heboh bener?"
"Ehey! Kita dah sampe pulau terdekat. Mau nyari makanan! Yang laper, yang laper, yok siapin perut," seru Ajudan semangat bukan main.
"Hah? Seriusan?!" seru mereka bertiga bersamaan, seketika melek denger kata "pulau."
"Akhirnya, bosen gue liat biru datar-datar aja," kata Neng.
"Yodah, sekarang ayok kita kumpulin makanannya!" ajak Ning yang ikutan semangat.
Semua orang pun setuju, mereka mulai mempersiapkan segala keperluan mereka. Sigung dengan senjata andalan hasil nyolong di Pulau Tengkorak, cambuk. Poi dengan pedang tentunya. Kapten dan Ajudan membawa karung kosong untuk membawa makanan. Bloo dan ketiga penyihir itu hanya bawa diri. Mereka pun berangkat menggunakan sampan, sedangkan ketiga penyihir terbang di atas mereka.
"Woe, Kapten! Lo cuma ninggalin kapal gini aja? Gak ada pengaman gitu?" tanya Ning.
"Gak. Biasa juga gini.'' Jawab Kapten sambil angkat bahu.
"Ya, gak bisalah. Biasakan kalo kapalnya ilang, lu doang yang bingung mesti gimana. Lah ini penghuninya se-RT lu mau tarok mana orang sebanyak gini kalo gak ada kapal?" tanya Neng balik.
"Ehey, terus gimana cara bikin aman?" tanya Ajudan.
"Kan ada gue," kata Nong sambil menunjuk dirinya bangga.
"Mau ngapain lo?!" tanya Bloo yang ngeri-ngeri sedap.
Nong berbalik dan menghadap ke kapal. Dia menaikkan tangannya dan mengarahkannya ke beberapa tempat. Nong melapisi beberapa daerah kapal dengan racun yang dapat melumpuhkan orang yang tidak dikenal. Dalam kandungan racun itu terdapat daki semua penghuni kapal dan potongan kecil bulu hidung Bloo.
Daki orang yang tidak masuk ke daftar ramuan racun Nong akan terkena efek samping yang mampu melumpuhkan saraf mereka sehingga mereka tidak bisa bergerak dan terkunci di daerah itu sampai dua minggu lamanya. Bagaimana Nong bisa mendapat daki para penghuni kapal? Ya, gak taulah ya.
Si Nong emang suka eksperimen, jadi ... biasalah! Yang penting racun yang dibuat Nong canggih dan transparan. Jadi, sulit mengidentifikasi dimana racun itu berada.
"Nih, orang ditanya malah angkat tangan, komat kamit sendiri," kata Sigung memandang Nong dengan ngeri.
"Sabar, woe diem dulu. Dia lagi beraksi tau!" kata Neng.
Selesai melakukan ritual pun Nong mengajak semuanya melanjutkan perjalanan ke pulau itu, entah apa nama pulau itu.
"Woe, dukun keriput! Lo ngapain tadi! Ditanya kayak kambing congek!" tanya Bloo ngegas.
"Elah, itu lagi fokus namanya!" seru Ning membela adiknya.
"Halah, fokus, fokus. Sok lo! Orang gak ngapa-ngapain dari tadi, gak ada yang tambah sama kurang di kapal," cerocos Bloo dengan nada yang sangat tak bersahabat.
"Udah, jangan berteman~poi. Gebuk-gebukan aja biar seru~poi!"
"Jangan berantem yang bener Poi, setan juga nih anak!" kata Sigung menggeleng kepalanya heran, dapet darimana istilah seperti itu.
"Iya, betul itu jangan berteman~poi!"
Bloo dan Nong jadi gak nafsu berantem lagi gara-gara Poi. Mereka pun melanjutkan perjalanan itu dalam keheningan. Sesekali Sigung dan Ajudan meladeni Poi berbicara karena Poi yang banyak tanya. Biasalah, anak baru tau dunia gini, nih! Akhirnya setelah perjalanan panjang dengan selingan misi asal pun terbayar dengan kehadiran pulau ini.
Yah, pulau misterius yang gak punya nama ini, sementara dikasih nama "Pulau Ini atau Pulau Itu." Lagian kata si Kapten petanya gak lengkap, gimana mau tahu ini pulau apa?
Pulau Ini tidak ada tanaman yang tumbuh satupun, tidak seperti di Pulau Apung yang melimpah ruah hasil alamnya. Disini hanya berhamparan lumut dan lendir sejauh mata memandang, datarannya juga bukan pasir atau tanah, bening tapi tidak seperti air, lebih seperti agar agar putih susu.
"Pulau apaan ini?" guman si Kapten Janggut Hitam.
"Gak ada dipeta sama sekali, pulau ini juga gak sebesar Pulau Apung, cuma lima kali lebih besar dari kapal kita." Jawab Nong menerka-nerka ukuran pulau itu.
"Tapi weh, pulau ini kayak ngambang diatas permukaan air laut, terus kayak tipis banget permukaannya," kata Sigung sambil mencoba melompat untuk mengetahui seberapa dalam daratan yang dipijak itu.
Kapten menyuruh Ajudannya untuk menyelam dan melihat di bawah pulau ini seperti apa? Sang Kapten juga menyelam dan melihat-lihat dasar pulau yang tidak diketahui apa namanya itu. Saat melihat wujud dasar pulau yang dalamnya 30 meter tersebut mereka segera naik ke kapal dengan wajah kebingungan.
"Woe, lama amat dah lo pada! Gue kira udah mati!" kata Neng asal jeplak.
"Ehey, doanya yang normal dikit napa. Kita gini-gini udah S-10 penyelam tau. Sini bantuin gue naik, licin bat ini," kata Ajudan tak terima.
"Betewe Kapt, di bawah pulau ini kok kayak ada benang ubur-ubur kebawah gitu dah. Hampir 20 meter panjangnya terus ada yang besar-besar ada yang kecil juga. Bentuknya kayak sulur gitu gak sih?" kata Ajudan menjelaskan panjang lebar apa yang dilihatnya.
"Iya weh, terus warna sulurnya kayak bening tipis isinya kayak gelembung gitu!" kata Kapten yang juga bingung dengan apa yang dilihatnya.
"Dibawah pulau ini, gak ada apa-apa lagi? Aneh banget nih pulau, tipis banget. Bukannya dapet buah malah dapet lendir sama sulur," gerutu Sigung.
"Aneh bin ajaib," kata Nong dengan mata berbinar.
"Bapakmu, ajaib. Ini aneh dodol. Mana ada pulau begini wujudnya," kata Bloo yang kesal hanya dapat zonk di Pulau Ini.
"Seumur-umur gue belom pernah lihat pulau kek ini," kata Kapten setengah kagum.
"~poi? Buah apa ini lengket-lengket?" tanya Poi sambil mengumpulkan lendir-lendir yang berbentuk seperti embun dan mencicipinya sedikit.
Semua orang menengok dan menepok jidat berjamaah.
To be continued
***Tukang oncom, tukang pepaya😪
Ada yang penasaran sama bentuk buah lendirnya?🤢Btw, selamat datang di season 3! Kali ini gak ada jeda jadi langsung update aja ehehe! Happy reading!✨
Salam,
#authorgaje
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Teen FictionUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...