*Perairan Pulau Tengkorak*
RAUT wajah kapten sangat tidak enak dilihat. Matanya menyipit dan dengusan napasnya kasar menandakan sesuatu yang buruk. Para awak kapal sudah mempersiapkan diri saat melihat sinyal ekspresi si kapten.
"Buat apa kalian bawa orang kayak gini, hah?! Udah bau, dekil lagi, mau dijadiin apa?! Ngomong gak bisa, tenaga gak ada, baju kurang bahan. Bikin kotor kapal aja! Kalo mau membajak tuh pake otak, jangan congor lo doang yang dipake!" maki sang kapten tak puas melihat buah tangan para awak kapal.
"Mm-ma-ma-maaf, kapten! Daripada hati kecewa, lebih baik tawanan saya bawa," jawab salah seorang awak kapal ngeles dengan luwesnya.
"Terus?" tanya kapten penuh selidik. ''Heh, sini. Coba lo lihat! Tampang bloon gini keliatan bawa berita penting? Jawab!" gertakan sarkas sang kapten membuat tegukan ludah mampet di tenggorokan mereka.
"Bu-bukan gitu, kapten! Dia keliatan pucat jadi kayak menyembunyikan sesuatu ... " celetuk si bijak dengan alasan yang lebih cerdas. Rekannya yang lain pun menghela napas lega.
"Hmm ..." sang kapten berdeham sambil terus menilai perawakan remaja kucel ini.
Para anak buah kapal pun terus beralasan hingga kehabisan akal. Tapi memang kenyataannya demikian, tampang bocah ini pucat pasi-basi, perkiraan yang muncul di kepala mereka adalah bocah itu ketakutan karena menyembunyikan sesuatu. Sibuk berspekulasi dan beralasan, mereka tak sadar kondisi sang remaja semakin lemas dan pucat. Hingga tiba-tiba suara ...
Hoek!!!
Hoek!!!!
Sayang sekali, perkiraan mereka melenceng jauh. Bunyi Bak! Buk! Gubrak! Beberapa bajak laut langsung tumbang mencium alas kapal.
Isi perut si remaja itu keluar karena tak mampu menampungnya lagi. Cairan pekat nan busuk jatuh ke permukaan kapal. Memang sedari tadi, dia berusaha menahan gejolak di perutnya, bahkan sejak sebelum diangkut sebagai tawanan, namun karena tak kuasa menahannya lagi ...
"Astaga! Si botak sama si sok bijak pingsan! Hidungnya keluar darah!" kata seorang anak buah kapal panik. Dua awak kapal yang berada di dekat POi tumbang seketika.
"Jangan pegang muntahnya! Beracun! Tutup hidung kalian, jangan sampe terhirup baunya! Gawat, cacat dah hidung gue yang mancung ini," perintah sang kapten sambil berusaha memikirkan solusi terbaik.
"Siram keluar aja! Liat tuh, lantai kapalnya berasap. Cepetan, bantuin gue! Lo yang di situ, ambil gulungan kain! Yang banyak! Yang banyak, astaga! Di situ tuh, deket bakul! Pake masker, tutupin hidung lo!" perintah kapten yang mendadak sibuk mengurus masalah per-muntahan.
"Yang ini buat apa, kapt?"
"Heh, lo jangan pake lap itu! Siapin aja, buat gulung tuh bocah!"
Panik gak? Panik gak? Paniklah, masa enggak?! Kepanikan terpampang di seluruh wajah penghuni kapal hanya disebabkan muntahan seorang remaja tanggung? Aneh, seberapa bau sebenarnya muntah itu? Kalau dua orang pingsan, berarti se-bau itukah? Bahkan si kaku yang terkenal dingin saja kelabakan dan tersirat raut panik di wajahnya saat remaja itu muntah. Siraman air yang cukup banyak mampu membersihkan area kapal dari muntahan jahanam itu. Para awak kapal sedikit bernapas lega dan dua rekan mereka sudah siuman setelah beberapa saat.
"Wah gila, nih kapt! Parah banget baunya! Ampun deh, hidung gue sampe meledak pembuluh darahnya," kata si botak yang baru siuman dan segera menjauh dari bocah itu.
"Lap dulu tuh mimisan! Kalo dia lama-lama disini terus muntah lagi, tewas kita, kapt!" tutur si bijak.
"Bos tapi ada benarnya juga, lho. Kalo dia muntah lagi, aduh gak kuat gue bersihinnya. Air persediaan 2 hari habis buat bersihin muntah dia sampe bener-bener bersih. Liat tuh lantai kapal hampir meleleh kena muntahannya," kata si dingin yang akhirnya bersuara.
"Gini aja, kapt. Kita hanyutin dia, tapi kasih bekal sedikit. Kita hanyutinnya dekat daratan, biar dia bisa istirahat. Gimana?" papar si bijak memberikan solusi dan berusaha mengambil jalan tengah.
"Oke deh, kalo gitu. Emang cuma lo yang otaknya waras. Untung ada lo. Tapi, gue mau interogasi bocah itu sebentar."
Kapten pun mendekati anak itu dan menjaga jarak sekitar dua meter. Dia mulai bertanya ke anak itu dengan lembut karena kasihan dengan kondisinya yang lemah. Berawal dari, nama lo siapa? dan jawabannya ... Zing! Kacang mahal.
Pertanyaan kedua, ketiga, keempat. Kacang sok jual mahal. Jurus a-di-ka-si-m-ba (singkatan dari 5W+H versi Indonesia) sudah dikeluarkan, namun masih belum dijawab juga. Tampaknya kesabaran sang kapten sudah habis. Kejengkelan hatinya memuncak hingga ke ubun-ubun. Gertakan gigi beradu pertanda dia sangat amat geram.
"Hoy! Bocah bau! Gue tanya baek-baek, jawab!"
"Sabar, kapt! Inget dia lagi sakit."
"Sekali lagi gue tanya, siapa nama lo?!" tanya kapten nada tertahan penuh amarah.
"U-uh, PO-POi! POi!"
Bak! Buk! Gubrak!
Kapten yang berada tepat di depannya dan dua orang anak buahnya pingsan seketika.
Tahu apa penyebabnya?
Bau busuk dahsyat keluar dari mulut anak ini. Bau mulut luar binasa terhembus seperti tidak sikat gigi seabad. Hawa hijau samar-samar keluar dari mulut anak itu. Dua awak kapal yang selamat tercengang dan langsung menarik tubuh-tubuh terkulai rekan dan kapten mereka menjauh dari zona merah itu.
"Ampun, ampun. Ilmu hitam apa itu?! Jangan bikin saya meninggoy!"
To be continued
***Peta Baheula tempat kisah ini berlanjut✨
By the way, ini dia kelebihan dan kelemahan POi!
Kelebihan💪✨
- Kentut💨💨
- Bau mulut🤐
- Gak bisa dihipnotis✖️😵✖️
- Masih banyak lagi:pKekurangan:
- Mabuk laut🌊🤢🌊
- Mabuk cinta💕😍💕Terima kasih buat antusiasme dan supportnya!❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
POi the Legend
Teen FictionUdah bau, dekil, jelek, o'on, hidup lagi! Begitulah kesan pertama semua orang yang bertemu dengannya. Berbekal otak sebesar kacang hijau, tampang bloon, bau (yang amat sangat) tak sedap dan daki setebal 5 cm ditubuhnya bocah ini akan memulai petua...