- 6 -

7.5K 290 29
                                    

Under a canvas of blue, I would draw ever nearer to you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Under a canvas of blue, I would draw ever nearer to you. To feel the dew on your skin, that is how it would begin, for summer is for falling in love.
- Sarah Kang -

Dari bandara New Orleans, bis sudah disiapkan untuk membawa penumpang menuju dermaga. Ada sekitar delapan bis yang berangkat bersama dan siap berpesta. Beberapa dari kami sudah saling berkenalan saat menunggu bis. Dan tentu saja, aku juga berkenalan dengan Deacon.

"Kau keberatan?" Tanya Deacon saat melihatku duduk sendiri di bis.

"Silakan." Ujarku, menggelengkan kepala, tanda tak keberatan.

Lalu kami saling pandang, "Jadi... Ini agak canggung bukan?"

"Mhm, yep..." Ujarku pelan.

"Aku bukan pembunuh berrantai, aku bisa meyakinkanmu itu." Ujarnya pendek.

Aku mengangguk kaku, "Bukannya itu yang biasa diucapkan pembunuh berrantai sungguhan?"

Deacon melirikku pelan, "Ya, kau benar."

Lalu mata kami bertemu dan kami berdua meledak dalam tawa. Suasana menjadi cair seketika. Bis yang kami naiki perlahan mulai bergerak, meninggalkan bandara terbesar di Amerika Utara menuju dermaga.

"Carsson tak mengatakan apapun, ia hanya menyuruhku datang dan tak memikirkan soal reservasi. Jadi aku datang saja dengan percaya diri."

Aku bersiul, "Aku bersyukur itu kau, aku tak dapat membayangkan jika aku harus menginap bersama lelaki yang benar - benar aku tak kenal."

Deacon tertawa, "Aku bisa mengatakan hal yang sama." Ia melepaskan topinya lalu mengacak - acak rambutnya yang lepek karena topi. "Saat Shelby menyebutkan namamu, aku langsung tertawa."

"Benarkah? Kenapa?"

"Aku merasa sangat ironis. Karena aku pikir Davina yang ia maksud bukan kau, tapi aku sangat ingin melewati tujuh hari berlayar di Karibia denganmu."

"Well, it's a fate then." Ujarku pelan.

"It is a Fate." Ulang Deacon, sambil menundukkan wajahnya dan berbisik.

Aku tersenyum ke arahnya. Lelaki ini benar - benar tampan ya kan, mengapa aku baru menyadarinya.

Ya, ia tampan, sopan, baik, cerdas dan memiliki postur tubuh sesuai yang aku inginkan. Jika aku sedang berada di klinik donor sperma aku sudah pasti akan memilih yang seperti Deacon.

Tunggu, kami akan tinggal bersama ya kan? Ia bisa saja menjadi pendonor sperma untukku, jika aku mengatakan ini semua kepadanya apa ia akan setuju?

Aku melirik ke arah tangannya yang memiliki tulang besar. Lalu perlahan naik ke lengannya yang menunjukkan urat nadi yang menonjol keluar. Deacon pasti sering berolahraga.

My Baby DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang