And all I feel, in my stomach is butterflies. The beautiful kind, makin' up for lost time, takin flight, makin' me feel like, I just wanna know you better now.
- Taylor Swift -Aku terbangun tiba - tiba dari tidurku dan langsung menatap jendela yang sebelumnya menunjukkan langit terang, kini sudah lebih gelap. Aku pikir aku tidur lebih dari satu jam, tapi hanya sejenak. Sebagai seorang pekerja kantoran yang jarang punya waktu luang di siang hari, sebuah power nap seperti ini bisa langsung mengisi tenagaku kembali.
Aku menatap sekelilingku dan bangkit perlahan, baju - bajuku dan Deacon yang sebelumnya bertebaran di lantai, kini sudah menghilang.
Deacon tengah berdiri di depan wastafel, rambut gelapnya yang masih agak basah menjuntai menutupi kening dan matanya, selapis handuk menggantung longgar di pinggulnya, dengan satu sentakan aku yakin itu akan langsung jatuh.
"Aku baru saja hendak membangunkanmu."
"Tak apa."
"Aku sudah mengisi bak air untukmu. Tapi karena tidak tau kapan kau akan bangun jadi aku mengisinya dengan air super panas. Hati - hati."
Aku mengangguk lemah sambil menggumam, masih terlalu lemas untuk bicara. Aku berjalan ke jendela dan menatap titik kecil cahaya yang tampak seperti bintang di kejauhan.
"Aku tak akan pernah bosan dengan ini ya kan?"
Deacon menggumam, "Dan aku akan selalu berterimakasih padamu karena mengizinkanku mengikutimu di perjalanan ini."
Aku menengadah ke arah Deacon yang berdiri di sampingku, berdiri sangat dekat sampai aku bisa menghirup aroma mouthwash-nya. Tapi bukan itu yang menarik perhatianku, melainkan warna matanya yang ternyata bukan hitam gelap seperti mataku, tetapi coklat gelap. Dan matanya sangat indah, tulang matanya tinggi membuatnya terihat kejam saat tidak tersenyum. Padahal sebaliknya, sikapnya sangat baik.
"Aku... Akan mandi." Ujarku cepat, sedikit gugup dan duduk di pinggir tub. Aku menatap air di dalam tub, bisa merasakan hawa air panas dari tempatku duduk.
Deacon sangat baik ya kan, sepertinya ia pria terbaik dan manis yang pernah aku temui. Manis bukan dari segi fisik, tapi sikapnya. Ia tak sekalipun mencoba menggodaku. Sementara aku dengan jahatnya memanfaatkan kebaikannya.
Aku mengulurkan tanganku ke dalam tub, "Aahhh!" pekikku kaget dan dengan cepat mengibaskan tanganku.
"Merde!" Deacon langsung menangkap tanganku dan menatap jemariku yang gemetar dan kemerahan. Ia menuntunku ke wastafel dan menyiram jemariku dengan air dingin dari keran.
"Terima kasih." Ujarku dengan suara bergetar.
"Kau melamun ya?"
"Tidak." Ujarku cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby Daddy
Romance[+21] ✨steamy romance story✨ Davina berharap segera memiliki anak di umur yang terus bertambah. Alih - alih mendapatkan anak, ia malah mendapati kekasihnya selingkuh. Padahal ia sudah merencanakan liburan romantis di kapal pesiar. Tidak mau rugi, ia...