- 44 -

3.4K 213 36
                                    

'Cause this is real and this is good

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Cause this is real and this is good. It warms the inside just like it should. But most of all it's built to last.
- Melee -

"Rumahnya terakhir kali direnovasi sekitar lima tahun lalu, tapi kondisinya masih sangat bagus... Disewakan? Aku harus tanya sulu pada pemiliknya..."

Pintu kamar yang aku tempati tiba-tiba terbuka, Deacon yang baru saja pulang kerja terlihat kaget, ia mendecak sebal.

"You should rest." Ujarnya tanpa suara.

Aku mengangkat tanganku, membuat bentuk lingkaran dari jari telunjul dan ibu jariku, "Sedikiiiit lagi." Balasku tanpa suara. "Benar, kau bisa melihatnya lusa jika mau... Yeah, tentu..." Ujarku lagi di telfon. "Baik, akan aku kabari secepatnya. Sampai Jumpa." Ujarku mematikan telfon.

"Kau seharusnya istirahat." Ulang Deacon sebal sambil membuka jaketnya dan meletakkannya di gantungan.

"Aku sudah istirahat seharian, makanya aku tidak bisa tidur sekarang." Aku menatap jam di dinding yang menunjukkan hampir tengah malam.

Deacon mengganti pakaiannya dengan kaus putih, lalu ikut naik ke tempat tidur. Ia menghela nafas saat menyurukkan wajahnya ke banta empuk besar.

"Kau sudah mandi?"

"Sudah di Rumah Sakit."

"Kau terlihat sangat lelah." Ujarku pelan sambil menyapu rambutnya ke belakang.

"Yeah, tapi setidaknya ada kau disini." Deacon memutar tubuhnya dan menatapku, "Aku mampir ke Rumah Sakit Dokter Rhee tadi, untuk mengambil abu anak kita."

"Oh, benar."

"Mau kau apakan abunya?"

Aku menatap Deacon, "Haruskah kita menabur abunya di Laut? Ke Karibia lagi?"

"Karena kita mendapatkannya disana?" Aku mengangguk cepat. "Bisa saja, tapi tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat. Aku pegawai baru di Rumah Sakit, dan tidak etis jika aku langsung meminta izin untuk pergi ke Karibia."

"Benar juga." Aku diam lama, "Kau tau... hari ini terasa agak berat bagiku."

Tatapan Deacon langaung terlihat awas, "Apa ada rasa sakit yang muncul?"

"Bukan, hanya saja masa transisi dari hamil ke tidak hamil
ini terasa sulit. Seperti, sebelumnya aku merasa mual setiap kali mencium aroma kopi, tapi saat mengobrol dengan Marie yang tengah meminum kopi, tak ada lagi rasa mual yang muncul tiba-tiba. Tak ada lagi rasa lemas karena berdiri terlalu lama. Kau paham kan?"

"Ya." Jawab Deacon pelan.

"Aku menjadi diriku lagi, tapi malah merasa bukan menjadi diriku."

"Aku mengerti." Deacon bangkit dan duduk di sampingku.

"Dan masa transisi itu terasa makin sulit karena bukti aku pernah hamil hanyalah sekantung abu."

Deacon diam sejenak, "Kau tau, kita tak perlu buru-buru membuang abunya. Kita bisa simpan dulu.

My Baby DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang