I could be in love, but I just don't know. Baby one thing is for certain, whatever you do it's working.
- Ne-yo -"Rasanya seperti mimpi." Ujarku pelan saat merasakan bibir Deacon diantara bibirku, sesekali ia mengadukan hidungnya pada hidung atau bibirku. Jemarinya yang berada diantara jemariku perlahan bergerak dan mendarat di dadanya. dengan sengaja menekan jemariku disana.
"Bisa kau rasakan?"
Aku tersenyum dan mengangguk, aku bisa merasakan kedutan cepat dan rongga dadanya yang naik dan turun.
"Aku tidak bermimpi." Ujarku pendek.
"Benar." Deacon menarik lagi tanganku dan mengecupnya lembut.
Aku menarik tanganku dan berjalan melewati perut Deacon. Berotot tapi bukan seperti maniak olahraga, cukup kencang dan rata, dengan undakan di perutnya. Bibir kami kembali bertautan, kali ini dengan ciuman ringan, sebisa mungkin berusaha menahan hasrat yang menggebu.
"Aku ingin tau sesuatu."
"Apa?"
"Apa yang terjadi denganmu di hari terakhir perjalanan kita? Kau meninggalkanku, aku pikir kita bersenang - senang."
Aku tersenyum pedih, "Aku pikir kau tak akan pernah bertanya."
"Jadi?" tanyanya menagih jawaban.
"Aku takut." Jawabku singkat, "Melihat Gianna begitu gigih mencoba mendapatkanmu kembali. Ditambah lagi aku tidak tau apa yang kau inginkan. Itu membuatku merasa berada di posisi yang tidak jelas." Aku menatap mata coklatnya, "Aku rasa, saat itu aku masih dipengaruhi oleh pengkhianatan yang dilakukan Josh. Aku takut, saat aku memilih untuk bertahan bersamamu, kau malah memilih kembali berasama Gianna."
"Sekarang kau sudah tau kan Gianna seperti apa?"
Aku memutar bola mataku, "Duh."
Deacon menarik tubuhku lagi ke arahnya, "Aku memilihmu dan akan selalu memilihmu." Ia melarikan jemari besarnya ke sisi tubuhku, mengelusnya perlahan ke atas dan ke bawah. Seakan coba menenangkanku.
"Aku menyesal meninggalkanmu saat itu. Karena, aku akhirnya sadar meninggalkanmu seperti itu bukan hanya menyakitimu tapi juga menyakiti diriku sendiri."
"Menyakiti dirimu sendiri?"
Aku mengangguk, "Melupakanmu adalah hal tersulit yang pernah aku lakukan." Aku tertawa kecil.
"Mungkin kau memang tak seharusnya melupakanku." Ujar Deacon pelan, diikuti senyum malu - malunya.
"Mungkin aku bisa, tapi aku tidak mau." Ujarku sombong.
Deacon mengedikkan bahunya sebelah, tampak mengejekku sambil tertawa "Mungkin?" Sebelah tangannya kembali meremas pahaku gemas.
Yep, aku rasa bukan hanya aku yang berharap kami bisa melakukan lebih dari sekedar ciuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby Daddy
Romance[+21] ✨steamy romance story✨ Davina berharap segera memiliki anak di umur yang terus bertambah. Alih - alih mendapatkan anak, ia malah mendapati kekasihnya selingkuh. Padahal ia sudah merencanakan liburan romantis di kapal pesiar. Tidak mau rugi, ia...