96 : Pulau Tortuga

174 30 2
                                    

Oze sekarang berada di mansion miliknya, tepatnya di ruang kerja. Di sana dia ditemani Yozora, istrinya, sedang berbicara serius dengan mantan pemimpin bandit Hamka, Leonora Glynis.

"Kau menyimpan empat benda mistik milik semua bos bandit, kan?" tanya Oze.

"Benar, Tuan. Semuanya aman bersamaku."

"Dan ini benda terakhir." Oze mengeluarkan Giok Merah Balmog. Sebuah batu giok merah berbentuk hati yang ditopak oleh patung monyet kecil.

"Ini ... Giok Merah Balmog dari bos bandit Balmog." Ia nampak terpukau akan hasil yang didapat. "Sekarang, apa yang harus kita lakukan?"

Leonora diam sesaat untuk membongkar ingatannya dan untungnya, ingatan itu masih lekat. "Keturunan raja akan membuka kembali gerbang yang sudah lama tertutup, kalau tiak salah begitulah isi ramalannya."

"Kau adalah keturunan raja yang dimaksud. Sekarang, apa kau tahu letak gerbangnya?" tanya Yozora.

"Maaf, Nyonya. Itu yang kami, para keturunan raja bandit tidak ketahui. Bahkan ayah dan kakekku tidak mengatakan apa pun." Leonora mengatakan sejujurnya dan itu membuatnya agak kecewa. Padahal, dia keturunan raja bandit, tetapi tidak tahu apa pun.

"Petunjuk atau apa pun? Mungkin kata-kata terakhir ayah atau kakekmu?" tanya Oze lagi sedikit menekan. Hal itu dia lakukan supaya Leonora dapat mengenang kembali sesuatu yang penting.

"Kata-kata terakhir .... Aku ingat kakekku pernah bercerita kalau dia sangat ingin pergi ke Pulau Tortuga." Leonora ingat betul ucapan itu karena kakeknya sering melamun dan bergumam berkali-kali dengan mengucapkan kata yang sama.

"Pulau Tortuga ...?" Dalam dunia nyata, Oze tahu pulau ini. Merupakan salah satu pulau kecil di Negara Haiti yang dulunya menjadi markas besar bajak laut. Dia tidak menyangka kalau unsur tersebut dimasukkan ke dalam gim ini.

Untuk lebih jelasnya, Oze membuka layar menu dan melihat map. Dengan ikon lup, Oze langsung mencari letak Pulau Tortuga.

Berada di Laut Alcatraz dengan skala yang sangat amat kecil. Mungkin lebih kecil dari Pulau Singapura.

Oze jamin tidak ada orang dari negaranya yang pernah menuju ke pulau ini. Namun, dia sudah menyusun rencana untuk pergi ke sana.

"Baiklah. Kau simpan barang-barang ini beristirahatlah. Besok kita akan ke pulau itu."

"Anda tahu letak pulaunya, Tuan?" tanya Leonora agak tercekat.

"Aku tahu letaknya."

"Anda memang hebat. Baiklah, Tuan. Kalau begitu, saya permisi dulu." Leonora menundukkan tubuhnya dan berbalik pergi dengan giok merah di tangannya.

Selepas kepergian Leonora, dan menutup pintu ruangan tersebut, Yozora langsung duduk di pangkuan Oze. "Sayang, besok aku ikut, ya."

"Pasti, dong, Sayang," jawab Oze sambil mencubit gemas pipi istrinya itu.

"Kira-kira pulau itu seperti apa, ya?"

"Mungkin reruntuhan dari sarang perampok," jawab Oze apa adanya dengan dunia nyata sebagai referensi. "Namun, apa pun itu, kita liat besok."

"Lalu, bagaimana dengan informasi dari Undine?"

"Kita akan urus setelah ekspedisi kita ke Pulau Tortuga selesai. Sebaikanya kau juga tidur, supaya besok kondisi tubuhmu prima."

"Temenin, dong." Yozora dalam mode manja sangat menenagkan hati Oze. Saat ditarik ke kamar pun, Oze tidak melawan.


*****


Sang surya sudah memancarkan radiasi panas ke seluruh dunia sejak tadi.

Sang PengoleksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang