2.7

46.5K 3.1K 141
                                    

Niatnya mau up besok, tapi ngapa pada nungguin, aku kan jadi gak tega pliss 😭😭

Ini aku update harus rame si, titik! Buruan rameinn bestieee😭

***

Start

Mendengar kabar dari Seno, saat itu juga Zheya langsung mencabut jarum infusnya secara paksa. Zheya berlari keluar dengan keadaan tangannya yang masih berdarah karena jarum impusannya yang ia cabut barusan, ia ingin segera ketemu Arkha saat itu juga.

"Awsh... sayang, tenang dulu ya? Nanti kita ketemu Papah." Zheya bermonolog seraya tangannya mengusap perutnya yang sedikit kram.

Dhea yang lainnya juga langsung berlari mengejar Zheya, untuk Alfin dan Gibran mereka sudah menyusul Arkha lebih dulu ke rumah sakit. Sedangkan Seno, Devin, dan Dhea ia masih mencoba mencari Zheya di area luar rumah sakit.

"Zheya, sebentar!" teriak Devin ketika melihat Zheya sedang memegangi perutnya yang kram.

"Kita anter lo ke sana," timpal Dhea dengan napasnya yang sedikit terengah.

Tidak ada pilihan lain, hanya teman-temannya saat ini yang bisa membantunya ke rumah sakit dimana Arkha di larikan. Zheya juga baru mengingat jika hanya Seno dan Devin yang tahu dimana Arkha sekarang.

Dengan pasrah Zheya mau di tuntun Dhea untuk segera masuk ke dalam mobil Seno. Perempuan itu tidak ada henti-hentinya berdo'a agar Arkha tidak mengalami luka yang serius.

Zheya janji, setelah ini ia akan menyelesaikan semuanya. Yang terpenting tolong, berikan keselamatan untuk Arkha.

"Arkha baik-baik aja kan, Sen?"

Seno melirik ke arah Devin di sebelahnya. "Kita belum tau, Zhey. Belum dapet kabar dari Alfin sama Gibran."

Tubuhnya benar-benar terasa lemas mendengarnya. Zheya mengusap perutnya agar kramnya sedikit berkurang. Karena jujur, perutnya sangat terasa kram meski ia masih bisa menahannya. Karena Arkha lebih penting dari pada rasa sakitnya sendiri.

Dhea mengelus lengan Zheya pelan, Dhea sangat tahu sekali jika Zheya sedang gelisah. Raut wajahnya tidak bisa berbohong, perempuan itu sangat terlihat cemas. Terlebih ketika sejak tadi tidak ada henti-hentinya Zheya mengusap perutnya.

"Perutnya sakit, ya?" tanya Dhea pelan.

"Hah, perut lo sakit Zhey? Lo gak apa-apa, kan?" sahut Devin khawatir.

Bukannya apa-apa, selain Zheya juga sekarang sudah menjadi sahabatnya, sebelum Arkha berniat menghampiri Zheya, lelaki itu sudah berpesan untuk menjaga Zheya sebentar sebelum Arkha sampai di sana. Bahkan lelaki itu mengatakan kepada sahabatnya jika mereka harus melayani Zheya dengan sangat baik, Arkha mengatakan jika Zheya lebih penting dari dirinya.

"Sedikit masih kram aja, gak apa-apa," jawab Zheya agar teman-temannya tidak khawatir lagi padanya.

"Kalau ada apa-apa langsung ngomong ke gue ya, Zhey? Gue sama yang lain tuh sahabat lo," ujar Dhea dan membawa Zheya ke dalam pelukannya.

Zheya menahan sesak di dadanya, ia tidak kuat melihat sahabat-sahabatnya yang sangat menyayanginya. Mereka sangat peduli dengan Zheya, ia menjadi merasa bersalah karena sudah menjauhi mereka selama hampir dua bulan ini.

"Maafin gue, Dhey," lirih Zheya dengan suara kecilnya.

Dhea menggeleng pelan. "Lo gak salah, gue sama yang lain yang harusnya minta maaf, sekarang lo fokus tenangin diri lo dulu ya? Biar dedeknya nggak kenapa-kenapa."

Arzhey [ ✓ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang