Start
—"Urusin aja tuh anak kesayangan, Buna!" seru Rezan seraya menepis tangan Zheya yang hendak merengkuhnya ke dalam pelukannya.
Hati Zheya mencelos sakit melihat Rezan yang seakan sangat tidak suka pada Razan. Padahal maksud Zheya tadi adalah hanya untuk melerai keduanya yang sedang berebut mainan.
Razan yang memang masih anteng tidak menangis, membuat Zheya meninggalkannya sebentar di ruang main mereka dan membawa Rezan keluar dari sana untuk diajak bicara sebentar.
Zheya membiarkan Rezan terus menangis sambil mengeluarkan semua ke kesalannya pada Razan karena mainannya yang di rebut paksa oleh Razan.
"Sayang, kamu tuh sama Razan sama-sama kesayangannya Buna..."
"Buna belain Razan terus! Buna lebih sayang sama Razan gara-gara Razan jarang nangis, kan?!"
Zheya memejamkan kedua matanya perlahan, mencoba meredam emosinya agar tidak keluar yang akan membuat Rezan sakit hati nantinya.
"Ya udah nangis dulu, keluarin semuanya sayang," ucap Zheya lembut.
Rezan menangis sekuat tenaganya, menumpahkan ke kesalannya lewat tangisannya yang kencang sampai lima menit setelahnya Rezan sudah selesai menangis barulah Zheya mencoba menyentuh lengan Rezan, mengusapnya lembut untuk memberikan ketenangan pada Rezan.
"Nangisnya udah, sayang?"
"U-dah."
"Boleh Buna peluk? Buna boleh bicara sama Rezan?"
Dalam hitungan detik Rezan sudah berhambur memeluk tubuh Zheya dengan erat dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Zheya.
Zheya menepuk-nepuk pelan punggung Rezan. "Rezan, emang Buna pernah bilang sama Rezan kalau Buna gak sayang Rezan?"
Rezan menggeleng pelan di ceruk lehernya. "Buna tuh selalu sayang sama Rezan, sama Razan. Kalian itu anak kesayangan Buna, gak bisa Buna pilih-pilih diantara kalian," jelas Zheya dengan memberikan pengertian pada Rezan agar ia paham jika rasa sayangnya pada kedua anaknya terbagi sama rata tanpa ada yang berat sebelah.
"Buna bawa Rezan jauh dari adek, justru karena Buna sayang sama Rezan. Rezan kan nangis, jadi Buna diemin deh, Buna peluk kayak sekarang. Buna sayang kan sama Rezan?"
Rezan mengangguk kembali dengan paham. Rezan mendongakkan kepalanya, menatap Zheya dengan tatapan rasa bersalahnya karena sudah membentak Buna kesayangannya.
Dengan senyuman tipisnya, Zheya tersenyum melihat bibir Rezan yang sudah melengkung kebawah lagi. Siap untuk menumpahkan tangisnya kembali.
"Keluarin aja sayang, jangan di tahan, gak boleh di tahan."
"Bunaa maafin abang, hiks! Abang jahat udah marahin Buna, maafin abang! Hiks!" seru Rezan dengan kembali menumpahkan tangisnya di dada Zheya.
"Buna maafin sayang, maafin Buna juga ya kalau Rezan ngerasa Buna gak sayang sama Rezan... Tapi Rezan harus tau ya, Buna sama Papah sayang kalian berdua, oke?"
"Iya Buna, abang sayang sama Buna, sama Papah, sama Razan juga."
"Pinter anak Buna, sekarang mau minta maaf sama Razan?"
Zheya menggendong Rezan, membawanya kembali ke dalam ruang main mereka dimana di sana sudah terdapat Razan yang masih anteng bermain lego sendirian tanpa merasa terganggu sedikit pun dengan kehadiran Zheya dan Rezan.
"Razan, ke sini sebentar sayang. Abang mau minta maaf," ucap Zheya lembut yang langsung di patuhi oleh Razan yang mendekat ke arahnya.
"Razan maafin abang udah marahin Razan," ucap Rezan dengan tulus seraya memeluk tubuh Razan dengan erat karena rasa bersalahnya yang sudah memarahi Razan tadi.
"Maafin Razan, rebut mainan abang," kata Razan tak kalah tulusnya meskipun terdengar singkat.
"Udah baikan, hm?" tanya Arkha yang baru saja datang menghampiri ketiganya.
Rezan, Razan, dan Zheya sontak langsung menoleh ke arah Arkha yang baru saja datang dengan sebuah kantong plastik hitam di tangan kanannya.
"Karena Rezan sama Razan udah baikan, ini Papah beli martabak manis kesukaan kalian!"
"Yeayy!!! Makasih Papah," seru Rezan dengan sangat tidak sabarnya untuk segera mencicipi martabak manis kesukaannya dan Razan.
Zheya jadi tersenyum bahagia melihat kedua anaknya yang kembali akur. Terlebih ketika Arkha yang berinisiatif untuk beli makanan kesukaan mereka sebentar sebelum pulang ke rumah.
Memang ketika Rezan dan Razan berantem tadi, Zheya sempat mengabari Arkha sebentar yang ternyata lelaki itu sedang berada di dalam perjalanannya.
"Sebentar, Papah tiupin dulu buat Rezan sama Razan," kata Arkha sambil mencomot dua helai martabak manis itu dan meniupnya perlahan agar Rezan dan Razan tidak lagi kepanasan saat memakannya.
"Makasih Papah," ucap Rezan dan Razan berbarengan.
"Yang ini buat Bunanya," kata Arkha yang tidak lupa juga memberikan martabak yang sudah ia tiup kepada Zheya.
"Makasih Papah," ucap juga Zheya yang menerima martabak manis itu dari tangan Arkha.
Tidak ada yang lebih bahagia dari dimana Arkha dan Zheya yang bisa merasakan sebuah momen ketika mereka menemani Rezan dan Razan yang berproses menjadi beranjak dewasa.
Mereka yang ikut andil dalam pembentukan karakter dewasa Rezan dan Razan membuat mereka sangat merasa bersyukur jika di lihat kedua anaknya itu sangat dekat dengannya.
"Rezan, Razan, inget pesan Papah ya? Kalian harus saling jaga satu sama lain, bukan malah berantem kayak tadi, oke?"
"Iyaa, maaf Pah."
Arkha mengelus rambut Rezan dan Razan secara bergantian. Tidak mereka sangka jika waktu berjalan sangat cepat, membuat kedua anaknya kini sudah memasuki umur empat tahun.
"Maaf ya sayang, lagi-lagi aku telat dateng buat bantu kamu tadi," kata Arkha terdengar lembut.
"Gak apa-apa, tadi untungnya Rezan gak marah banget kok."
Cup!
"Makasih sayang, udah jadi istri dan ibu yang sangat-sangat baik buat aku dan anak-anak kita, makasih sayang."
Arkha memeluk tubuh Zheya erat, mengecup kening Zheya dengan sangat penuh kasih sayangnya sampai lupa jika di dekat mereka masih ada Rezan dan Razan yang memperhatikan keduanya.
"Buna, Papah, kita gak di ajak pelukan?"
Arkha menoleh melihat wajah polos anaknya yang tidak di ajak berpelukan dengan Zheya. "Sini, sini sama Buna. Kita pelukan berempat!"
Rezan dan Razan langsung mendekat ke arah Zheya dan memeluk tubuh mungil Zheya berbarengan, dan kemudian di susul dengan Arkha yang juga ikut memeluk Zheya dan anak-anaknya dengan erat, seakan menyalurkan seluruh rasa kasih sayangnya pada istri dan anak-anaknya yang selama ini menjadi penguat hidupnya kala lelah menghampirinya.
"Sayang banget sama kalian," ucap Arkha dengan sangat tulus dan dalam.
###
Aku kasih extra chapternya tipis-tipis aja ya bestie, nanti kalau mood lagi aku kasih extra chapter lagi😆😆
Btw, coba scroll ke bab selanjutnya lagi deh🥳🥳🥳
KAMU SEDANG MEMBACA
Arzhey [ ✓ END ]
Teen Fiction17+ Bagaimana jadinya jika seseorang yang begitu asing tiba-tiba saja menjadi teman satu atap? Terlebih tanpa sepengetahuan keduanya, tiba-tiba saja mereka dinyatakan telah dijodohkan. Haruskah Arkha merasa bersalah dengan Aurel kekasihnya, karena i...