"Ibu, aku mohon. Jangan lakukan ini kepadaku, aku berjanji akan melunasi semua hutang ibu." Gadis berambut pirang itu memohon pada sang ibu, bersujud pada kaki wanita yang telah melahirkannya. Tapi wanita itu seolah telah mati rasa, ia tak peduli pada tangis putri semata wayangnya hingga tetap kekeh pada keputusan yang ia buat."Meira kau memang gadis tak tahu diri, kau akan bekerja apa agar bisa melunasi hutangku? Cepat katakan. Atau kau akan menjual dirimu pada lelaki hidung belang hah?" Wanita paruh baya itu berkata seolah wanita yang bersimpuh di depannya adalah seorang musuh dan manusia yang pantas ia benci.
"Ibu." Tangis Meira kian menyayat kala mendengar kalimat pedas yang terlontar dari wanita yang selama ini amat ia hormati, meski itu bukan kali pertama ia mendapatkannya.
"Diam! Aku bukan ibumu bodoh." Bentak wanita itu.
Meira segera membungkam tangisnya kala tangan sang ibu hampir melayang mengenai wajah cantiknya. Meski bukan hal aneh saat tangan itu beberapa kali membuat luka pada tubuhnya.
Caci maki dan pukulan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi gadis itu.
Saat remaja seusianya bisa bercanda tawa bersama sang ibu dan saling berbagi suka duka, semua tidak berlaku bagi diri Jung Meira.
Entah mengapa sang ibu seolah tak pernah berharap akan kehadiran dirinya, bagi wanita itu kelahiran Meira ke dunia itu bagai petaka besar yang menimpa dirinya.
"Cepat berdandan yang cantik, calon suamimu akan datang."
Ucap perempuan itu pada Meira sebelum langkahnya menjauhi kamar putri semata wayangnya..
. Meira bangkit dengan tertatih, tangisnya tak mampu meluluhkan hati sang ibu.Wanita itu tetap akan pada pendiriannya, menikahkan sang putri hanya untuk menjadi alat pelunas hutang.
Meira tak tahu, lelaki seperti apa yang akan menjadi suaminya.
Gadis itu memandang bayangan dirinya pada cermin, keadaannya terlihat sangat kacau tapi tak mengurangi sedikitpun kecantikan pada wajahnya.
Bruggh...
Suara pintu yang terbuka dengan paksa, menampakan wajah bengis sang ibu.
Meira tak pernah melihat cinta dari tatapan wanita itu, yang ia lihat selama ini hanya kebencian yang seolah tak pernah padam untuk dirinya.
"Cepat, calon suamimu sudah datang." Ucap wanita itu.
Tangannya menyeret kasar tubuh lemah sang putri, ia tak peduli dengan rasa ngilu yang Meira rasakan pada cengkraman kuat tangannya.Meira berjalan terhuyung kala sang ibu terus menyeretnya menuju ruang tamu.
Sekuat mungkin gadis cantik itu menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata.
Meira tak ingin ia kembali mendapatkan marah dari sang ibu kala melihat penampilannya yang kembali kacau.
"Maaf tuan membuat anda menunggu, ini putriku Jung Meira." Nada bicara yang biasanya terdengar kasar pada telinga Meira kini berubah lembut mengalun.
Menandakan begitu besar pengaruh lelaki itu untuk sang ibu.
"Berapa usia putrimu?" Tanya lelaki itu dengan suara dingin dan berat.
"Dua puluh satu tahun tuan."
Meira tak berani mengangkat wajahnya untuk menatap wajah lelaki yang sedari tadi berbincang dengan ibunya.
Gadis itu hanya melihat ujung sepatu mengkilat yang tak tersentuh debu milik lelaki yang akan menjadi suaminya itu.
"Pernikahannya Minggu depan." Ucap lelaki itu tanpa basa basi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Pembalasan Dendamku (Revisi)
Fanfic"kau milikku! Aku tak memberikan penawaran tapi sebuah keputusan!" _kim Taehyung _