6. Dirga ; To My First

1.3K 144 17
                                    

Hari demi hari terus berlalu tanpa disadari oleh Dirga semenjak dirinya mulai koas di daerah Serang, Banten

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













Hari demi hari terus berlalu tanpa disadari oleh Dirga semenjak dirinya mulai koas di daerah Serang, Banten. Meski memang awalnya ia sangat menolak untuk masuk jurusan Kedokteran, tetapi setelah benr-benar terjun ke dunia tersebut, well tidak seburuk itu pikirnya.

Yah, mungkin memang sudah takdirnya untuk mengikuti garis keturunan di mana keluarganya sebagian besar terjun di dunia kesehatan. Dan lagipula, sudah terlanjur masuk, tidak ada jalan bagi Dirga untuk membangkang. Masih ingat 'kan, kata itu tidak ada dalam kamus Dirgantara.








**








Setelah bertemu konsulennya, Dirga bermaksud untuk langsung pulang, tetapi beberapa rekan satu koasnya berusaha menahan pemuda dingin itu.

"Ga, mau langsung balik lagi? Mumpung kita besok ada free, ayolah ikut kumpul!" ajak salah seorang pemuda yang merupakan rekannya di rumah sakit tersebut.

Tidak hanya satu orang, tetapi sampai ada beberapa rekan lain di sana, baik perempuan maupun laki-laki. Sebesar itu pesona seorang Dirgantara, padahal sejak awal dia tidak mau terlalu akrab dengan mereka.

Sudah terhitung hampir dua minggu ia di sana, sejak awal pemuda itu selalu menolak ajakan mereka.

Dirga sedikit diam sejenak untuk berpikir. "Oke," jawab pemuda itu seadanya. Tidak lama langsung menatap layar ponsel.

"Tapi cuma satu jam, ya? Bunda gua nyuruh malem ini langsung pulang soalnya," lanjutnya kemudian.

"Eh? Mau pulang ke Jakarta? Kenapa tiba-tiba, Ga?" tanya salah seorang rekan perempuan.

Dirga sedikit menghela nafas kecil, berusaha menahan raut wajah tidak suka saat mendengar pertanyaan itu.

'Do I have the capacity to answer your question?' ucapnya dalam hati.

Dirga lantas menatap sosok rekan yang bertanya itu datar, tanpa ekspresi. "Mau makan malam sama keluarga tunangan gua."

Skakmat.

Setelah menjawab itu, semua rekannya tampak terdiam langsung. Apa mereka mengira Dirga bodoh? Tentu saja pemuda dengan tingkat kepekaan yang tinggi itu sudah tahu bahwa salah satu rekan perempuan di sana berusaha mendekatinya.

Pfft, utuk masalah itu dia memang peka. Tapi tentang perasaan sendiri sangat jauh dari kata peka. Ups.

Memangnya siapa yang tidak mengenal satu-satunya keturunan laki-laki dari keluarga Erlangga? Otomatis dia akan menjadi penerus pemimpim rumah sakit elit terbesar di Jakarta.

Dirga menatap rekan-rekannya secara bergantian, menunggu salah satu dari mereke berbicara.

"Kok pada diem? Ayo, mau kemana?" ujar Dirga.

Cerita Kanvas Putih✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang