24. Remorse

889 136 11
                                    

Apabila kalian mengira bahwa Andisha baik-baik saja setelah berbicara dengan Dirga tempo hari, maka kalian salah besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


























Apabila kalian mengira bahwa Andisha baik-baik saja setelah berbicara dengan Dirga tempo hari, maka kalian salah besar. Gadis itu sangat jauh dari kata baik.

Kesehatannya menurun, pekerjaannya banyak terbengkalai, dan saat bimbingan tugas akhir sering kesulitan untuk fokus.

Terlalu jahat kah semesta, bahkan setelah memutuskan hubungan, gadis itu juga yang kian menderita?

Tidak jarang sosok itu menangis saat sendiri, mengganti nomor untuk menghindari sebagian orang, dan hanya berusaha fokus pada magang serta tugas akhirnya.

Mungkin kurang lebih sudah terhitung dua minggu Andisa seperti itu, dan hari ini sang gadis semakin lemas.


Dua kelopak mata indahnya terlihat begitu sayu dan mulai kesulitan untuk melihat layar komputer.

"Sha, ada lagi kerjaan lo yang bisa gue bantu?" tanya salah seorang teman magangnya yang bernama Mevin.

Andisha tersenyum lemah ke arah rekan tersebut. "Udah, Vin, gapapa. Kasihan juga lo harus ngerjain semuanyaa," kata sang gadis.

Mevin berdecak pelan dan tetap mengambil beberapa berkas di atas meja si gadis. "Lebih kasian mana sama lo yang udah lemes banget kayak gini? Apa kata gue tadi, mending lo pulang aja Sha, izin. Atau mau gue yang bilangin ke atasan?"

Gadis itu menggeleng cepat. "Nggak apa-apa gue, Viiin. Serius, kalau makin dimanjain ya makin sakit. Makanya ini gue kerja biar agak mendingan," balas Andisha masih memaksakan kehendaknya.

Sang rekan menghela napas kecil. "Aneh banget deh lo, Sha. Orang namanya sakit biar sembuh ya istirahat. Lo lagi coba mengalihkan pikiran, ya, makanya milih tetep kerja?"

Gadis itu terdiam dan hanya menunjukkan deretan gigi putihnya.


Mevin tak lagi membalas dan berlalu setelah mengambil tumpukan berkas di meja Andisha, tentunya setelah sekian menit memaksa.





Satu jam, dua jam, tiga jam berlalu. Andisha mulai merasakan degup jantungnya yang mulai berpacu cepat. Ia menunduk sejenak dan mengalihkan pandangan dari layar komputer untuk menenangkan diri.

Setelah cukup tenang dan arlojinya tak lagi berbunyi, Andisha kembali duduk tegap sembari mengatur napasnya. Terlihat dari wajahnya, gadis itu benar-benar kelelahan.

Ia buka laci meja dan secara tidak sengaja menemukan ponsel yang entah sudah berapa lama ia matikan. Seperti ada angin mengatakan padanya untuk segera membuka ponsel tersebut.




Pada akhirnya, Andisha memutuskan untuk menghidupkannya sembari berjalan menuju pantry kantor dan mengambil beberapa makanan ringan.

Bunyi notifikasi tiada henti terdengar saat ponsel itu sudah hidup dengan sempurna. Hingga pada sebuah pesan, tanggan gadis itu langsung bergetar dan menjatuhkan gelas yang tengah ia pegang begitu saja.

Cerita Kanvas Putih✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang