47. Hello, Staycation!

1K 135 2
                                    

Bukankah seharusnya liburan itu dinikmati bersama? Namun kenapa yang kerasa happy-nya cuma cari pihak cewek-cewek, yang bahkan sebelum memulai perjalanan mereka tanpa lelah tersenyum lebar sembari bersendau-gurau satu sama lain? Sedangkan pihak co...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






















Bukankah seharusnya liburan itu dinikmati bersama? Namun kenapa yang kerasa happy-nya cuma cari pihak cewek-cewek, yang bahkan sebelum memulai perjalanan mereka tanpa lelah tersenyum lebar sembari bersendau-gurau satu sama lain? Sedangkan pihak cowok-cowok memasang raut wajah gusar, untuk saling melempar candaan seperti biasa pun tidak sempat karena sibuk memperhatikan gadisnya masing-masing.

Mobil yang disiapkan pemuda Erlangga adalah dua mobil dengan ukuran besar yang cukup berisi 6 orang (termasuk supir) dari merk ternama, satunya manual dan satunya lagi matic. Sengaja, agar bisa lebih mudah digunakan para gadis, karena jelas mereka bersikeras untuk nyetir sendiri.


Dirga berjalan pelan mendekati gadisnya yang tengak sibuk membereskan barang-barang di bagasi mobil belakang. "Beneran yakin kalian nyetir sendiri?" tanyanya lembut sembari menyelipkan beberapa helaian rambut sang gadis ke belakang telinga.

"Yakin!" balas Andisha dengan mantap dan kemudian mengusap pelan pipi sang pemuda. "Aku nggak nyetir tenang aja, selagi masih ada pembalap kayak Rhea dan Kak Gisella, aku nggak akan nyetir. Janji."

Pemuda itu pada akhirnya tersenyum lembut dan mengangguk pelan. "Aku udah suruh Harsa bilang ke Rhea nyetirnya pelan-pelan aja, karena kita bakalan sabar ngikutin dari belakang."











"Di bawah 60km/jam? Itu mobilnya ngerayap apa gimana?" balas Rhea yang sibuk memindahkan tasnya pada Harsa yang dari tadi mondar-mandir mengikuti langkah sang gadis.

"Serius, Rhe. Santai aja nyetirnya, ya?" pinta Harsa dengan wajah memelas.

Rhea menoleh. "Santainya gue masih di atas 60km/jam, ganteng. Nggak nyampe 100 kok, tenang aja."

Astaga, Harsa langsung memijat pelan pelipisnya. "Pokoknya kalau ada apa-apa, nggak gue suruh lo nyetir satu bulan."

"Kok mainnya ngancam?!"

"Habisnya lo nggak mau denger."

Rhea menggeram kesal. "Kenapa sih kalian tuh segitunya takut? Kita ini bukan anak kecil, please deh! Kita pasti hati-hati kok, gue juga tau kalau gue nggak nyetir sendiri dan bawa orang, kalau sampai kenapa-kenapa juga gue tau bisa langsung habis. You're over worried! We'll be fine!"

Harsa menghela napas, satu tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Rhea. "Oke, maaf. Gue percaya, cuma ... takut aja kalau terjadi sesuatu yang bikin lo luka lagi, gue rasanya nggak bakalan maafin diri gue."

Rhea berdesis pelan dan mencubit kedua pipi berisi pacarnya itu. "Nggak akan kenapa-kenapa!"

Harsa pasrah, sama seperti Dirga tadi yang tidak bisa bilang tidak kepada gadisnya. Kalau bisa dibilang, mereka benar-benar definisi bucin dari segala bucin. Sudah tahta paling tertinggi.

Cerita Kanvas Putih✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang