Tidak pernah sekalipun terpikir oleh anak-anak TB, bahwa seorang Dirgantara Kusuma Erlangga akan berubah menjadi manusia bucin. Entah sudah berapa kali pemuda itu mondar-mandir tidak jelas, sedangkan yang lain asik dengan game masing-masing.BRAKK!
BRAKK!
Terhitung dua kali sudah kaki pemuda itu menabrak kaki meja, membuat Radi yang saat itu terlelap sejenak karena kelelahan mengurus pekerjaannya langsung terbangun.
Dengan wajah penuh kantuk Radi menatap sahabatnya itu heran, meski berkali-kali sudah menabrak meja, tampaknya tidak terasa sakit.
"Nih anak kenapa sih? Kerasukan setan apaan lagi?" gumam Radi dan berusaha untuk kembali tidur sebelum,
"WAH BENER-BENER!" teriak Dirga keras.
Bahkan cukup mampu membuat sahabatnya yang lain terkejut sempurna. Sampai Harsa pun melempar ponselnya karena kaget.
"ANJING NGAGETIN LU!" kesal Yudha.
"KENAPA DAH?!" tukas Harsa juga tidak kalah kesal.
Tidak langsung menjawab, Dirga masih bolak-balik tidak jelas sampai akhirnya mendekati Radi yang masih belum sepenuhnya sadar.
"Eh, Di. Bantu gua bentar," ujarnya sambil memukul punggung sahabatnya itu agar sadar. "Coba lu bantu analisis kemungkinan-kemungkinan kenapa Andisha nggak balas chat gua dari 6 jam yang lalu!"
Baik Radi maupun yang lain bengong menatap Dirga. Antara takjub, heran, tidak habis pikir. Jadi ini bentukan kalau Dirga bucin? Aneh bin ajaib.
"Kan lu sendiri bilang tadi dia lagi ada bisnis trip di Jogja!" tukas Langit.
Dirga menoleh. "Iya tapi nggak bisa jadi alasan kuat buat nggak bales chat gua?! Apa jangan-jangan hpnya ilang? Dimaling orang? Atau malah dia nyasar?"
Radi menutup kupingnya langsung, begitu juga dengan Harsa. Yudha mengusap wajahnya kasar dan Theo menggeleng tidak percaya.
Langit berdiri sejenak, mengambil sembarang buku yang ada di rak dan memukul kepala kawannya itu.
"Anjing sakit! Kenapa gua dipukul?!" protes Dirga.
"Sadar nggak tingkah lu sekarang kek bocah smp yang baru ngerti bucin?" kesal Langit. "Andisha tuh bisa aja sibuk nggak sempat lihat hp, atau emang lagi nggak ada sinyal."
Dirga merengut sekaligus mencerna kalimat Langit, pertanda bahwa sahabatnya itu ada benarnya.
"Sabar dulu, lagian masih siang, cuy. Kali aja dia lagi makan siang sama client," ujar Theo.
Detik itu juga, kedua bola mata Dirgantara membulat sempurna. "MAKAN SIANG?"
Radi sampai terlonjak kaget lagi. Nih manusia apa nggak bisa nggak teriak, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kanvas Putih✔️
Fanfiction[ 00 LINE NCT ] Bagaikan sang pelukis yang memberi warna pada sebuah kanvas putih. Bercerita tentang keenam manusia dengan masing-masing kisahnya terhubung dengan sebuah kata yang dinamakan persahabatan, terjerat dalam lika-liku dunia yang disebut k...