Mobil yang dikendarai Rhea melaju sangat cepat, menembus jalanan yang saat itu tidak pula terlalu padat. Gadis itu masih berada pada kondisi terburuknya, bulir air mata masih dengan setia membasahi wajah cantiknya.Entah apa yang dipikirkan gadis itu kini, otaknya hanya tertuju pada satu tempat, dan sesegera mungkin untuk bisa mencapainya.
Begitu mobilnya terparkir apik di basement salah satu gedung tinggi stasiun televisi tersebut, sepasang kaki sang gadis melangkah cepat untuk mendatangi meja informasi. Meski awalnya ragu, ia tetap memberanikan diri.
"Maaf ... mau tanya, kalau untuk menemui salah satu pegawai di sini bagaimana, ya?"
"Mbak sudah membuat janji? Kalau belum silakan buat janji dulu, nanti bisa menunggu di lobi."
Janji? Mana mungkin gadis itu tanpa malu menghubungi Harsa setelah semalam meninggalkan pemuda itu biasa saja.
Ia menghela napas gusar. Apa ia tunggu saja di lobi mesti tidak menghubungi pemuda itu? Jujur saja, ia bahkan tidak tahu nanti harus berkata apa pada Harsa selain meminta maaf. Hidupnya sudah hancur sejak awal, akan sangat bodoh bila ia semakin menghancurkannya dengan membuat Harsa meninggalkannya.
Tiga jam, bahkan empat jam berlalu. Rhea benar-benar tidak beranjak dari lobi dan masih setia menunggu di sana hingga tertidur. Wajahnya terlihat sedikit pucat karena belum makan sejak pagi. Beberapa pegawai di sana bertanya siapa yang akan ditemui agar dibantu untuk dipanggil, tetapi gadis itu menolak.
Hingga pada akhirnya, tim dari divisi Harsa turun dengan sendirinya karena ada pertemuan di gedung lain. Pada awalnya, pemuda Nareswara itu cukup sibuk berbincang dengan atasannya perkara pekerjaan.
Netranya kemudian secara tidak sengaja, mungkin hanya beberapa detik melirik ke arah ruang tunggu lobi. Waktu seakan-akan berhenti begitu saja, pergerakan kaki dan mulut yang berbicara langsung terhenti. Membuat sang atasan sedikit kebingungan.
"Mbak, maaf tapi Harsa izin sebentar boleh? Sebentar aja. Nanti Harsa nyusul, ya, Mbak," pamitnya pada sang atasan berjalan ke arah yang berbeda dari tim yang lain.
Pemuda itu tentu saja mendekati sosok yang ia kira adalah Rhea. Harsa sedikit terkesiap begitu melihat jelas bahwa sosok yang tertidur itu benar-benar gadisnya.
"Rhea..." cicitnya pelan dan berjongkok di depan sosok gadis yang terlelap pulas. Harsa menatap Rhea nanar dan merapikan kecil helaian rambut yang menutupi wajah sang gadis. Wajah itu nampak lelah.
Jangan bilang dia nangis semalaman?
Merasakan pergerakan, Rhea menggeliat kecil sebelum akhirnya membuka mata dan menangkap resensi Harsa di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kanvas Putih✔️
Fanfiction[ 00 LINE NCT ] Bagaikan sang pelukis yang memberi warna pada sebuah kanvas putih. Bercerita tentang keenam manusia dengan masing-masing kisahnya terhubung dengan sebuah kata yang dinamakan persahabatan, terjerat dalam lika-liku dunia yang disebut k...