Visit

25.7K 2.3K 14
                                    

"Ayah!" riang Althea yang langsung berlari memeluk Percy. Melihat anak-anak berkumpul di satu tempat membuat para orang tua penasaran, takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Ada apa ini?" tanya Isandra melihat tiga gadis kecil menangis dan Marianne yang menunduk di depan mereka. Juga kenapa mereka mengatai Althea barusan?

"Ayah tadi Thea mendengar tiga kakak itu berkata buruk tentang kak Ria, kak Arte, juga permaisuri. Bukankah ayah mengajarkan bahwa kita harus bersikap sopan? Terutama karena kita bangsawan" ucap Althea masih berlagak polos.

"Apa? Apa yang mereka katakan?" tanya Evan yang langsung buka suara saat keluarganya disebut.

Althea, baru saja membuka mulutnya hendak menjawab namun sebuah suara memotong.

"Hiks"

Desakan tangis terdengar, Marianne, dengan bahu bergetarnya menangis tersedu. Dengan sigap Evan menggendong putri tercintanya itu.

"Ria, sayang. Ada apa? Ceritakan saja pada ayah, tenanglah ayah akan selalu berada di pihakmu" ucap Evan menenangkan, namun malah meruntuhkan bendungan air mata Marianne.

"Hueeee ayaahh, hiks hiks mereka jahat. Mereka bilang ibu rendahan, Ria dan kakak juga rendahan, hiks maaf ayah maafkan Ria. Mereka menginjak-injak harga diri ayah tapi Ria diam saja huee"

Terkejut, semua orang yang berada disana terkejut dengan apa yang baru saja Ria adukan pada ayahnya.

"A-apa? Tidak! Tidak mungkin putri kami berkata demikian Yang Mulia" bela seorang wanita yang diduga adalah ibu dari salah satu gadis kecil tadi.

"Benar, putri kami sangat terdidik dan tidak mungkin berkata demikian. Mohon dipikirkan lagi Yang Mulia" ucap ibu lainnya.

"Cukup"

Evan geram, ekspresinya menggelap. Ibunya selalu mengajarkan bahwa derajat tidak ditentukan oleh jabatan. Setinggi apapun jabatanmu di kekaisaran ini, tidak menentukan derajatmu sebagai manusia.

Dan terbukti, para bangsawan yang 'tinggi' ini telah membuktikan bahwa mereka tidak lebih dari anjing penjilat yang bisa menggigit kakimu kapan saja.

"Permaisuriku, kemarilah" ucap Evan lembut memanggil sang istri.

Marrie, yang juga marah atas apa yang telah mereka perbuat pada putrinya pun maju dengan wajah geramnya.

Sungguh, tidak sedikit pengorbanan dan perjuangan yang telah Marrie lakukan agar dapat menjadi permaisuri yang layak dan baik. Tapi tetap saja, mereka yang gila akan jabatan ini tidak pernah puas dan terus saja mencaci.

Marrie sudah kenyang dan mati rasa akan cemoohan, tapi putrinya? Marianne yang bahkan baru menginjak usia 6 tahun hari ini harus menangis di pestanya sendiri.

"Cium kaki istriku" ucap Evan penuh penekanan. Mereka yang berbuat salah pun membelalak tidak percaya. Sedang Marrie tidak sedikitpun bergeming.

"A-apa? Ya-yang Mulia, apa anda serius?" ucap salah satu pria dari kerumunan, ah sepertinya ia adalah ayah dari salah satu gadis tadi.

Sring

Pedang api membara muncul di tangan Evan secara ajaib, "Lakukan atau aku akan memberikan trauma pada ingatan semua anak disini karena menyaksikan kepala kalian terpenggal" ucap Evan mengancam.

Evan selalu memegang ucapannya. Dan benar, jangankan mati, ia bahkan rela membunuh demi anak-anaknya.

Dengan cepat Isandra mengambil alih tubuh Marianne ke gendongannya, dan menidurkan putri Eleino itu dengan sihir sucinya. "Shhh tenanglah sayang, Azel cepat bawa anak-anak pergi dari sini" ucap Isandra.

I Was The Evil WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang