Erebos

15.9K 1.5K 26
                                    

Bruk

Tubuh ramping itu terhempas kasar di tumpukan jerami. Marianne, dengan penampilannya yang sudah kacau balau, tangan terikat dan tak lupa mata memerahnya karena puas menangis. Ia menatap nyalang tiga orang di hadapannya.

Orang yang berdiri di tengah, dengan tubuh jangkung nan tegap, menatap rendah ke arah Marianne. Dengan wajah yang separuhnya tertutup jubah, sepintas Marianne mengenali wajah familiar itu. Mata hijaunya membelalak, namun tidak mampu mengucapkan sepatah katapun, karena mulutnya diikat dengan kain.

"Tidur" ucap pemuda yang berdiri di depannya seraya menutup mata Marianne seraya menggunakan sihirnya untuk membuat gadis itu tertidur pulas di atas tumpukan jerami.

Pemuda itu menatap Marianne lamat, iris kemerahan itu nampak kosong menatapnya. Ia pun berbalik diikuti dua orang lainnya dan mengunci rapat jeruji dimana Marianne terkurung di dalamnya.

~~~~

Keesokkan harinya,

Kegiatan belajar-mengajar di akademi Eleino hari ini diliburkan, para murid diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing menginga kondisi bangunan akademi yang lebih dari separuhnya hancur karena serangan kemarin.

Namun tidak semua murid pulang ke rumah mereka, beberapa nampak berkumpul di depan ruang senjata menunggu pintunya yang sedang dibuka. Mereka adalah Althea, Raphael, Artemis dan Jade.

"Aku masih tidak mengerti, bagaimana gadis itu bisa tau kalau pelakunya ada diErebos" ucap Jade menatap Althea curiga. "Dan bagaimana bisa ayahmu percaya padanya begitu saja Arte" ucapnya kini para Artemis.

"Hey Arte! Jawab aku" ucap Jade yang nampak geram seraya memegang pundak Arte.

Plak

Artemis sontak menepis tangan Jade, "Cukup Jade, kami semua sedang dirundung duka. Ayahku tidak mau menimbulkan kericuhan dengan berita hilangnya putri Eleino, akupun tidak mau jika ibuku harus menanggung sakitnya jika ia sampai tau. Kau tidak akan mengerti rasanya kehilangan orang yang kau sayangi!" salak Artemis kehilangan kendali.

Baik Artemis dan Jade pun sama-sama tidak mengangka dengan apa yang barusan Artemis serukan. Tentu sudah menjadi rahasia umum jika Jade kehilangan adik kecilnya yang baru lahir, dan Arte mengumpat dirinya sendiri karena telah berucap begitu.

"M-maaf, aku tidak seng-"

Puk

"Sudah, ayo kita bersiap-siap" ucapnya tersenyum kecil pada Arte.

Tentu saja Jade mengerti perasaan Arte sepenuhnya, kehilangan orang yang kau sayangi tidaklah se-enteng itu. Terutama jika orang itu telah kau nantikan kehadirannya sejak lama, bahkan kadang Jade iri dengan Artemis yang memiliki Marianne. Jade juga ingin memiliki seseorang untuk ia jaga, seandainya adik kecilnya selamat, mungkin mereka sudah berteman baik sekarang. 

Artemis menggenggam erat angan Jade, "Terima kasih" ucapnya penuh makna. Ia pun membuka pintu besar nan berdebu itu dan berjalan masuk ke dalamnya. "Ayo"

Keempatnya berjalan masuk, Althea melihat-lihat seisi ruangan itu. Semua macam senjata, mulai dari yang besar, kecil, panjang, pendek, simple hingga mencolok ada di ruangan itu.

"Silahkan pilih senjata apapun yang kalian butuhkan" ucap Artemis. "Perjalan kita tidaklah singkat" lanjutnya seraya berbalik melihat-lihat lemari tempat para pedang berada.

Althea melihat-lihat sekitarnya, beberapa senjata disini adalah senjata sihir yang diimpor dari Erebos. Dan rata-rata desain semua senjata sihir itu adalah miliknya saat masih menjadi Aleeyah dulu. 'Mereka tidak mengubah banyak' batinnya.

I Was The Evil WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang