Coronation

9.9K 860 17
                                    

Satu bulan sudah berlalu sejak saat itu, duka mendalam tentu masih dirasakan oleh keluarga kaisar. Terutama sang permaisuri yang lebih memilih untuk tinggal di Erebos bersama adik iparnya. Setiap sudut Eleino seolah mengingatkannya akan sang suami. Sedang putri Marianne kini mengabdikan hidupnya di kuil sebagai saintess. Tentu, karena sihir suci hanya dimiliki olehnya.

Dan terakhir, Artemis. Para petinggi kekaisaran tidak menunggu lama lagi untuk segera menempatkan mahkota kaisar di atas kepala putra mahkota. Dan malam ini, adalah pesta perayaan yang dilangsungkan meriah di istana.

"Selamat atas penobatan anda yang mulia" Percy menunduk hormat bersama Althea di sebelahnya.

"Terima kasih sudah menyempatkan hadir gran duke, silahkan nikmati pestanya" ucap Artemis dengan senyum cerahnya, seperti biasa.

Percy pun menatap Althea seolah mengatakan bahwa ia harus bertemu dengan beberapa tamu negara. Althea pun mengangguk mengerti, malam ini  beberapa perwakilan dari negara tetangga turut hadir memeriahkan pesta.

"Setidaknya tersenyumlah dengan tulus yang mulia, saya masih bisa melihat sembab di bawah mata anda" bisik Althea yang berdiri di sebelah Artemis.

Artemis menatap Althea terkejut, sungguh jeli adik sepupunya yang satu ini. Ia hanya bisa menghela nafasnya pelan, "Bagiku semua ini seperti merayakan kematian ayah" ucap Artemis.

Althea pun menghela nafasnya, "Kak, aku yakin paman Evan sangat bangga pada kakak. Tapi jika kakak membiarkan kesedihan itu berlarut-larut, tidakkah paman Evan juga akan sedih?" ucap Althea.

Seolah tersadar, Artemis baru ingat jika di hari itu Althea juga kehilangan ibunya. Oh sungguh ia merasa malu, bagaimana bisa ia terus menerus sedih seperti ini sedang Althea bisa dengan kuat menahan dukanya.

Artemis pun tersenyum, namun kali ini adalah senyum yang berbeda. Senyum tulus yang sudah satu bulan ini menghilang dari wajahnya, "Kau benar, terima kasih Althea" ucap Artemis.

"Putraku"

Artemis menoleh saat mendengar suara familiar itu, "Ibu?" ucapnya berjalan cepat ke arah sang ibu. Artemis memeluk Marie erat, "Arte rindu ibu" ucapnya.

"Maafkan ibu nak, ibu terlalu lemah dan malah kabur ke Erebos. Meninggalkanmu sendirian tanpa seorangpun untuk bersandar. Ibu janji tidak akan pergi lagi" ucap Marie merasa bersalah.

Artemis menggeleng pelan, "Bagaimanapun aku harus bisa kuat, terima kasih sudah datang nu" ucapnya tersenyum manis.

Marie mengusap wajah tegas putranya, sungguh cepat waktu berlalu. Tak terasa sang putra telah dewasa, rasanya baru kemarin tubuh mungilnya berada di gendongan Marie. "Selamat putraku, semoga kau selalu diberkati dan dilindungi" ucap Marie tulus.

Evan pun bergantian menyambut para tamu yang datang, sedang Althea nampak menikmati waktunya sendirian menyesap shampagne di tangannya.

"Ekhem, permisi lady, anda menghalangi shampagnenya" suara baritone itu menggelitik telinga Althea, namun sang empu hanya membalas tanpa menoleh. 

"Para pelayan berkeliling membawakan shampagne, tidakkah anda menghargai jerih payah mereka membawa nampan-nampan itu?" ucap Althea.

"Apa anda menginginkan semua shapagne di meja ini untuk diri anda sendiri?" tanya pria yang masih bersikeras ingin membuat Althea bergeser dari tempatnya. 

Althea menghela nafasnya kasar, "Dengar, tuan-" ia tak mampu melanjutkan kata-kata ceramah yang hampir ia curahkan kala melihat siapa pemilik suara itu. "Raphael?" cicitnya kecil.

Raphael hanya tersenyum hingga matanya sedikit menyipit seraya meraih salah satu shampagne di meja, sungguh sebuah senyum yang mampu membuat lutut para lady lemas hingga mereka terjatuh. 

I Was The Evil WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang