Jeongguk
Kabar soal kedua bligungnya membawa Jeongguk ke padang lapang Puputan. Memandangi seluruh insan yang duduk-duduk sambil bersenda gurau. Ia perhatikan makhluk hidup yang tumbuh sedikit demi sedikit. Membentang sampai ke ujung dunia dan pelan-pelan jadi mendominasi populasi. Setiap apa yang Jeongguk lakukan untuk saat ini adalah untuknya sendiri. Bukan untuk Bali, untuk Jimin, atau untuk keluarga Taehyung dan mbok Taeyeon yang menganggapnya seperti anak yang telah lahir dari rahimnya. Keping lontar Negarakertagama itu mungkin meramalkan sebuah kehancuran tapi benda sakral itu tidak pernah sekalipun menyebut soal puncak hidup Basuki yang ada di ujung tanduk. Makhluk sakral itu tidak sama sekali menjadi tokoh utama dalam kisahnya yang panjang. Cuma sekadar lewat atau lebih-lebih, justru kepingan itu meramalkan nasib orang lain. Bukan dirinya.
Cuma Rose yang ia kenal di antara lautan manusia. Perempuan itu berdiri di balik tubuh Jeongguk yang tinggi. Menyembunyikan sosoknya yang berubah jadi mungil dan sulit kelihatan. Balutan kebaya putih dan kamen merah batu bata membuatnya jadi seperti seorang penantang. Senteng merahnya tidak membantu meredakan wujudnya yang mencolok. Satu lagi yang membuatnya jadi pusat perhatian adalah busur panah lumayan besar yang melingkari tubuhnya. Beserta anak panahnya yang tidak absen. Kelihatan penuh dan seperti siap kapan saja digunakan.
"Basuki." Bisikan Rose menyertai usapan telapak anak itu menyentuh lengan Jeongguk yang cuma berbalut kemeja hitam pendek. "Aku kenal beberapa orang disini," katanya lagi. Pasang mata kebiruannya cekatan mengabsen setiap insan yang ada.
"Mereka orang Klungkung? Atau orang lain?"
"Yang jelas, bukan orang Klungkung."
"Berarti aku memang dikejar sampai sini."
"Ada aku, Basuki." Usapan telapak Rose kembali terasa. "Kamu ndak sendiri."
Jeongguk mengangguk. Kalaupun apa yang dikatakan Rose cuma sebuah kebohongan kecil supaya ia tidak khawatir, Jeongguk hargai itu. Justru ia merasa iba. Rose tidak mendapat perlindungan dari siapapun disini. Ia yang bergerak sendirian tanpa kawan dan keluarga. Sedang Jeongguk punya terlalu banyak orang untuk ia khawatirkan. "Rose," panggilnya sambil memutar tubuh, memandang wanita yang tidak lebih tinggi darinya, "kalau aku ndak bisa menahan orang-orang disini, ke tolong cari Jimin dan minta bantuan dari dia."
"Kenapa Jimin?" Kedua alis Rose mengernyit. "Bisa apa dia, kok, mau ke bawa kemari?"
"Ada yang bisa dia lakukan," jawab Jeongguk, "yang ke ndak tahu."
"Yakin kalau bisa membantu?"
"Seratus persen."
Rose manggut-manggut. Kedua maniknya cepat-cepat memincing dan membelalak seolah baru melihat setan. Arahnya ada di balik tubuh Jeongguk yang masih menghadapnya. Seseorang mungkin ia curigai. Tapi lebih dari itu, perempuan Belanda ini sudah siap membidik dengan satu anak panah yang bisa melesat kapan saja. "Minggir, Basuki," bisiknya yang tidak melepas kuda-kuda memanah. "Kayaknya tamumu kemarin sudah berubah jadi musuh." Ia bergumam dan berjalan menjauh. Melangkah pelan-pelan tapi masih berfokus pada titik yang sama.
Tergelitik, Jeongguk ikut menoleh ke balik badan. Manik keemasannya menangkap satu sosok tidak asing dalam balutan kemeja putih dan kamen kecoklatan. Satu udeng putih tidak absen melingkar di dahinya. Dilengkapi dengan butiran beras yang satu persatu jatuh di atas padang rerumputan. "Ampura(maaf), Basuki," bisiknya, "aku ndak punya pilihan banyak."
"Dan dari semua pilihan, ke pilih buat memperebutkan Basuki, kan? Ternyata ke juga ndak ada bedanya, Bam." Rose menggantikan posisi Jeongguk sebagai juru bicara. "Aku jadi bingung, ke ini sebenarnya mau perhatian dari Basuki biar dibilang baik atau gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewananda [kookmin]
Fanfiction[ ON REVISION WITH ADDITION SCENE ] : KookMin Indonesian's Mythology: Legenda Naga Basuki Ia tidak pernah menanti sebuah ampunan yang datang dari Sang Hyang Widhi. Biarlah nanti ia menerangi jalannya sendiri. Tapi mengapa sosok itu datang dan membua...