BAB 16

662 61 1
                                    

Wen Ning sampai pintu depan Apartemennya. Ia memberitahukan ke Wei Wuxian password apartemennya. Wei Wuxian mencoba mengingatnya, 910306. Sebenarnya mudah, namun sepertinya Wei Wuxian akan sulit mengingatnya. Wei Wuxian melangkah masuk ke apartemen tersebut. Apartemen itu tidak terlalu besar, isinya oun bisa di katakan sederhana. Saat masuk berhadapan dengan sofa. Di samoing sofa ada satu pintu. Di samping pintu, ada dapur dan meja makan bulat yang cukup untuk 4 orang. Di sampingnya ada sofa dan balkon. Saat masuk ke pintu samping dapur ada toilet, di luar pintu toilet kanan dan kiri adalah kamar.

Apartement Wen Ning

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apartement Wen Ning

"Wei Ge... Itu kamarmu. Maaf tidak terlalu besar" ujar Wen Ning yang menggeser pintu buram yang terhubung dengan kamarnya
"Ah, terima kasih A- Ning. Ini sudah lebih dari cukup"
"Ini kamarku. Jadi jika ada apa-apa aku bisa langsung menanganimu"
"Mungkin aku bisa mencari kerja selama sementara disini" ujar Wei Wuxian
"Jangan Wei Ge. Kau di rumah ini saja. Jika kau bosan, aku akan mengajakmu jalan-jalan jika aku libur"
"A- Ning... Kenapa kau sangat baik padaku?" tanya Wei Wuxian
Wen Ning duduk di sofanya "Tuan Muda Wei... Kemari.. Duduk disini" ujar Wen Ning sambil menepuk-nepuk sofa di sampingnya
"Kenapa memanggilku begitu?“
"Begitulah aku seharusnya memanggilmu Tuan muda Wei... Mungkin kau lupa, kau pernah menyelamatkan nyawaku, saat SMA dan kuliah... saat dulu aku di bully, karena sifatku yang pemalu, jujur, dan kutu buku, kau menyelamatkanku. Saat nyawaku di ujung tanduk, karena ulah orang yang membullyku, kau menyelamatkanku dan memberikan darahmu padaku... Kau juga... Kau juga yang membiayai kuliah ku... Kau sudah seperti kakakku... dan kau sudah menganggap aku adikmu..."
"A- Ning mengapa aku bisa lupa dengan beberapa kejadian?“
"Gegar Otak Wei Ge"
"Gegar otak kan sekarang... Sedangkan ini kejadian sudah lama... " tanya Wei Wuxian
"Wei ge, sebelumya kau juga cedera kepala yang mempengaruhi gangguan memori... Apapun yang ingin kau ketahui aku akan menjawabnya... Namun kau sekarang istirahat lah... Aku sudah siapkan makan... Kau makanlah.. Aku akan bersiap untuk pergi bekerja" ujar Wen Ning
"Ehm... Baiklah... Oh ya, A-Ning... Aku bisa minta tolong? Untuk membelikan ku nomor yang baru?“
"Ah... Nyaris aku lupa... Aku sudah siapkan nomor baru sebelum kau minta Ge... Kau sudah sempat berdiskusi denganku sebelum berangkat kemari"
"Ah... Benarkah? Aku lupa... Kau pengertian sekali A- Ning... Terima kasih“ puji Wei Wuxian
"Sama-sama Wei Ge"

Wei Wuxian menurut dengan ucapan Wen Ning. Setelah makan siang Wen Ning berangkat bekerja sedangkan Wei Wuxian istirahat.

Di rumah Jiang Cheng, ia sudah uring-uringan sejak tadi. Ia merasa beberapa saat lalu telponnya bisa terhubung namun beberapa saat setelahnya sampai saat ini ia tidak bisa terhubung. Jiang Cheng melihat kakaknya yang masih terisak.

"A-Cheng... A-Xian tidak merepotkan... Kau belum menjawab kakak kenapa A-Xian bisa tiba-tiba pergi?“ tanya Jiang Yanli
"A-Xian sempat mengamuk kak. Aku tidak tau bagaimana awalnya, namun Wangji meninggalkan A-Xian sendiri saat itu, dan kejadian sebelumnya kami menemukannya di toilet meringkuk ketakutan. Ia takut Wangji bahkan tidak yakin jika itu aku, di tambah di merasa matanya buram"
"Lalu?“
"Aku bisa menyakinkannya jika itu aku, aku memberinya obat penenang dan dia tertidur. Dia terbangun karena bermimpi buruk, namun lagi-lagi Wangji mengajak A-Xian menikah... Hal ini yang membuat emosinya tersulut" ujar Jiang Cheng
"Ah... Kau sudah tanya ke papa?“
"Sudah papa tidak tau"
"Kau yakin?“
"Kenapa kak?“
"Bagaimana reaksi papa? Beliau tenang?“
"Ya... Sampai sekarang sepertinya beliau tenang"
"Itu berarti papa tau"
"Bagaimana kakak bisa tau?"
"Papa tenang... Beliau tidak khawatir"
"Ah... Mungkin saja kak... Aku akan bertanya papa lagi"
"Jangan sekarang tunggu besok"
"Kenapa kak?"
"Tunggu kesempatan yang tepat A-Cheng... Kakak yakin A-Xian tidak ingin keberadaannya kita ketahui. Kakak yakin, semarah-marahnya A-Xian ke papa, hanya papa keluarga kandung A-Xian, dan tidak akan membuat papa khawatir"
"Baiklah kak jika seperti itu"

Di tempat lain Lan Wangji dan Lan Xichen dalam perjalanan pulang. Lan Wangji sama sekali tidak mengeluarkan suara. Namun terlihat penyesalan dan kesedihan bersarang di wajahnya. Kakaknya sangat mengerti apa yang Lan Wangji pikirkan saat ini. Lan Wangji yang tidak mau lagi kehilangan cinta malah sekarang di tinggalkan karena ambisi Lan Wangji yang terlalu tidak sabar. Lan Xichen memandang Lan Wangji saat ia sampai basement parkir perusahaannya.

"Wangji...“
"Ya kak?“
"Kakak tau kau sedih karena di tinggal adik Wei. Kakak rasa mungkin agar kau tau bagaimana rasanya di tinggal tanpa kabar"
"Aku tau kak. Bagaimana rasanya sekarang"
"Dan saat itu adik Wei merasakan 10 bahkan 1000 kali lebih dari yang kau rasakan saat ini"
"Ya kak aku tau. Aku juga menyesal memintanya menikah dengan ku. Aku terlalu terburu-buru sehingga dia mungkin risih"
"Bukan risih, tapi dia belum bisa meyakinkan hatinya untuk menerimamu. Dia masih terbayang masa lalunya, ketakutannya masih lebih besar dari perasaannya..."
"Aku tidak tau harus bagaimana kak"
"Tunggulah dia kembali. Bukankah di surat sudah jelas?“
"Aku tidak bisa meyakinkan perasaanku jika dia pergi begini"
"Sabarlah Wangji. adik Wei akan kembali. Kau sabar saja, berdoa untuk kesembuhannya. Semakin cepat ia sembuh semakin cepat ia kembali"
"Emn. Terima kasih kak"
"Sekarang turun. Fokuslah bekerja... Alihkan perhatianmu untuk pekerjaan sembari menunggu kabar adik Wei"
"Emn" jawab Lan Wangji singkat lalu keluar mobil kakaknya dan melangkah memasuki perusahaan di ikuti kakaknya mengekor di belakangnya.

Lan Wangji dan Lan Xichen masuk ke ruang kerjanya. Di meja Lan Wangji terdapat foto mereka berdua saat dulu saat masih SMP. Ia memandang foto Wei Wuxian. Ia teringat jika ia sudah follow salah satu medsos Wei Wuxian. Ia coba buka, dan kebetulan Wei Wuxian sedang online. Ia mencoba chat Wei Wuxian dan berharap Wei Wuxian baca. Walau tidak ia balas.

'Wei Ying... Maaf... Maafkan aku yang terlalu menginginkan dirimu. Maakan aku yang tidak sabar untuk menunggumu. Wei Ying... Kembalilah... Aku akan bersabar. Jika kau tidak ingin bertemu denganku. Aku tidak apa, jika kau tidak ingin mendengar tentang ungkapan cintaku, aku tidak apa. Asal kau bisa aku lihat, bisa aku jaga, aku sudah puas. Maafkan aku Wei Ying... Aku akan menunggumu sampai kapanpun'

Wei Wuxian membaca chat dari Lan Wangji. Rasanya ia ingin melihat wajah itu. Ia merindukan wajah itu. Namun ia takut jika ia malah semakin rindu dan malah kembali pulang tanpa melanjutkan berobatnya. Namun rindu ini sangat berat. Ia klik tombol video call di layar ponselnya. Lan Wangji spontan langsung menjawab panggilan Wei Wuxian.

"Wei Ying... Kau dimana? Wei Ying... Aku merindukanmu"
"Lan Zhan... Terima kasih jika kau mau menungguku. Kau tidak perlu tau aku dimana. Aku baik-baik saja, dan ada yang menjagaku selama aku disini. Aku akan pulang setelah traumaku sembuh. Kau bersabarlah... Namun jika kau tidak mau aku tidak memaksa Lan Zhan"
"Aku akan menunggumu Wei Ying. Sampai kapanpun"
"Emn. Terima kasih Lan Zhan" ujar Wei Wuxian lalu mengakhiri video call nya, dan ia me log out akun nya. Agar tidak ada lagi yang mengganggunya.
"Wei Ying... Wei Ying... " panggil Lan Wangji lalu kepalanya tertunduk penuh penyesalan

Wei Ying, izinkan aku menikahimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang