BAB 1A

1.8K 128 8
                                    

Dua pasang kaki jenjang mulus berlenggok memasuki pintu kaca. Runcing high heels beradu lantai pualam terdengar sensual. Para pemilik kaki membungkus tubuh berlekuk jam pasir mereka dengan off shoulder dress merah dan silver. Dua orang pria di ruangan yang sama, membendung hasrat sampai menelan liur masing-masing dengan tatapan lapar.

Perempuan bergaun merah menghampiri pria ber-T-Shirt hitam. Hidungnya mungil mancung, sementara matanya bersorot eksotis serupa aktris Bollywood, Deepika Padukone. Dengan lancang dia meletakkan jemari lentik berkutek sewarna darahnya di bahu sang pria. Awalnya mengelus bahu, lalu naik meraba dagu berberewok itu. Sebuah bisikan erotis meluncur dari bibir berlipstik menantang, "Aku bisa bikin kamu happy." Kemudian tanpa tahu malu mencium pipi sasarannya.

Mati-matian pria yang mendapatkan perlakuan merangsang tadi mencengkeram kursi kantor yang dia duduki. Potongan-potongan gambar tak senonoh dari komik hentai berloncatan dalam pikiran. Perempuan, satu kata magis pemantik hasrat. Mayoritas pria hetero pasti suka. Betapa dilematis.
Mengikuti Si Merah, Perempuan Silver melingkarkan lengan mulus di leher sang pria. Rambut panjang beraroma musk menjuntai, menyentuh pipi berberewok di hadapannya. Menyusul sentuhannya, kini suara sang perempuan lirih mengundang. "Aku akan ikut kamu ke mana aja."

Sungguh dua makhluk cantik yang benar-benar ahli menggoda lelaki.
Pria satu lagi - berkemeja abu-abu licin serta berdasi garis-garis biru - terbahak menonton atraksi.

"Itu Grace," katanya.

Si Merah tersenyum. Jeruk dan cendana dari parfumnya menguar sempurna merasuk cuping hidung.

"Dan itu Anggi." Si Silver mencium pria ber-T-Shirt hitam.

Orang yang baru saja bicara dengan raut menjijikkan adalah Direktur Komunikasi dan Hubungan Eksternal perusahaan pengolahan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Punggungnya bersandar di kursi kantor, menikmati pemandangan seseorang berwajah tegang mati-matian menahan hasrat kelelakian.

"Apa maksud Bapak?" Randu Tio Hariman, sang pria ber-T-Shirt hitam itu bertanya. Suaranya berwibawa, tenang, menantang. Dia pengacara dari LBH Optimus, pembela para pekerja PT Sawit Utama Cipta Karya alias PT SUCK. Tujuan demonstrasi, meminta pesangon pekerjanya dibayarkan sesuai hak.

Seharusnya Elang duduk di sini bersamanya, tapi asistennya itu mendadak bersikap aneh tadi pagi. Beberapa kali menghalangi peserta melanjutkan demo, berkeringat juga gelisah hingga Randu menyuruhnya pulang. Randu sudah menduga, ini masalahnya. Rahangnya mengeras.
Direktur berperut buncit memandangi Randu, berusaha mentransfer isi otaknya.

"Saya kira semua jelas, Pak Randu. Tim Anda sudah menduduki kantor saya menuntut hak pekerja." Tidak ada nada simpati dalam suaranya. "Kami punya tim legal dan HRD di sini." Direktur menjeda sejenak sebelum menambahkan, "Anda tidak perlu menyia-nyiakan tenaga dan pikiran. Perintahkan tim Anda mundur, lalu boleh bawa Grace dan Anggi pergi." Tenang sekali layaknya menawarkan permen pada bocah berumur lima tahun.

Para perempuan seksi tersenyum mengundang, masih membelai sekujur wajah Randu. Jadi begini cara PT SUCK membungkam para aktivis yang mencoba membantu para pekerja memperjuangkan nasib. Memakai jasa penjual kenikmatan. Dalam hati Randu menahan kegeraman. Sejak memilih jalan hidup sebagai aktivis sekaligus pengacara, tawaran inilah yang paling melecehkan harga diri.

Direktur meletakkan tangannya di meja kantor. "Mungkin Anda bisa berbagi cerita dengan Mas Elang soal manisnya 'pear xiang lie'." Dia menyeringai.

Randu menatap tajam lawan bicaranya. Ini semua karena Elang. Si bocah kemarin sore yang dengan idiot menceburkan diri ke lumpur buatan orang-orang kaya. Dia benar-benar ingin mencari Elang lalu menghajarnya. Tak ada gunanya berada di tempat ini. Semakin lama semakin kesal jadinya. Sekali sentak Randu mendorong kursi yang dia duduki. Para penjual kenikmatan mundur ke belakang disertai keterkejutan.

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang