BAB 4A

793 84 8
                                    

Hari pertama magang tidak begitu buruk. Anehnya Elena merasa sangat lelah. Padahal dulu di Unicorp dia sering pulang malam. Dulu ada Rimba yang selalu menunggui lalu mengantarnya pulang. Sepanjang perjalanan mereka akan mengobrol soal kesibukan hari ini. Kepedihan mengiris hatinya lagi. Elena menghapus kelebatan kenangan itu seraya membuka pintu utama.

Sebuah suara yang dikenalnya menyapa, “Dianter siapa, Say?”

Sedikit mendelik, Elena memekik, “Kit-Kat! Ngagetin gue aja lo.” Mata bersorot lembut itu bersiap meloncat dari rongga. Dilihatnya FHM terbaru terbuka di meja tamu. Elena tidak pernah berlangganan majalah itu. Pasti Katya Hasmoro membawa dan membacanya untuk membunuh waktu.

“Itu Mr. TO?” Katya sengaja datang ke sini agar mendapat berita segar.
Selama dua puluh tahun bersahabat dengan Elena, Katya bebas keluar masuk. Eugene membiayai kehidupan serta pendidikan Katya pasca ayah dan ibunya wafat dalam kecelakaan tragis. Katya hanya diasuh neneknya yang kemudian berpulang setahun kemudian. Keluarga Tjipta telah menganggap Katya sebagai anggota keluarga. Bahkan, Marcelia Tjipta, Ibu Elena, memberikan kunci duplikat.
Katya merapikan rambut bobnya. Mulut Elena sedikit terbuka, tidak mengerti sedikit pun ucapan Katya.

“Mr. Target Operasi yang mau lo bikin jatuh cinta terus lo tinggalin. Mr. TO buat project baru gue sekalian ngasih pelajaran pengacara yang gangguin Om Chandra.”

Ingatan Katya selalu cemerlang saat membicarakan ide-ide sinting. Mereka merancang suatu ‘Proyek Pembalasan Dendam’. Hal itu dilakukan demi melampiaskan patah hati pada laki-laki hidung belang. Rimba sukses mengubah Elena si gadis baik-baik menjadi pemburu pria mata keranjang. Semesta memberi jalan. LBH Optimus membuka lowongan magang. Jadi, kenapa tidak membalaskan dendam pada cowok di LBH itu?

“Oh.” Elena menepuk dahi. Rencana gilanya bersama Katya terlupakan hari ini. Siapa yang sempat mengurusi soal pria ketika tumpukan perkara buruh harus diringkas? “Bukan. Bukan dia.”

Elena merebahkan dirinya di sofa sambil mencopot sepatu emasnya. Kenapa ada perempuan yang suka pakai high heels? Hampir patah rasa kakinya. Kalau bukan karena tips dari Channel of Cupid hasil karya Katya yang mengatakan sex appeal perempuan akan memancar saat memakai high heels,ingin rasanya Elena mengenakan sandal jepit datar.

“Terus dia siapa?” Laki-laki berpenampilan menarik selalu membuat Katya Hasmoro penasaran.

“Target kita kan Randu. Yang nganter gue tadi namanya Bang Fadli. Pengacara juga di Optimus.”

Katya menggigit bibir dengan mimik jenaka. Mendadak nama Fadli jadi nama paling indah. Dia menyandarkan punggung ke sofa. “Hmmm, lucu juga.” Dipeluknya bantal sofa coklat, membayangkan sosok jangkung yang membukakan pintu untuk Elena. Tak salah, Fadli tipe gentleman yang paham cara memperlakukan perempuan.

Elena tertawa renyah. “Apa deh lucu-lucu? Inget tuh Revan. Baru juga jadian dua bulan lo.”

Jika Elena lebih suka berhubungan dengan seorang pria untuk waktu lama, tidak demikian dengan Katya. Kaum Adam adalah hiburan paling menarik di muka bumi.

“Halah, sama cowok mah nggak usah pakai hati kali, El. Jangan kayak lo sama Rimba tuh sampai enam tahun.”

Glek!

Katya tersadar ketika melihat wajah Elena memucat. Nama itu haram disebut. Elena selalu berkaca-kaca saat mendengar kata 'rimba'. Bahkan mendengar frasa 'Hutan Rimba' pun membuat hatinya tercabik.

“Sorry, El,” gagap Katya.

Elena tahu Katya tidak mungkin sengaja menyakiti hatinya. Dia menarik napas. Menghirup oksigen banyak-banyak, lalu mengembuskan karbon dioksida berkali-kali demi menenangkan gejolak hati.

“Nggak pa-pa,” katanya setelah berhasil menguasai diri untuk tidak melelehkan lagi air matanya. “Mau gue kenalin?”

“Berapa umurnya emang?” Katya lega.

“Umur kita berapa?” Elena balik bertanya.

“Dua lima, kenapa?”

“Umur dia dua ratus tahun lebih tua dari kita,” jawab Elena serius.

“Ishhhh.... ELENAAAA!!!” Katya melempar bantal sofa ke muka sobatnya. Katya memonyongkan bibir. “Lo harus cerita!” desak Katya hingga Elena tak punya pilihan selain mengatakan detil pengalamannya hari ini.

Sebagai sahabat baik super kepo, Katya mendengarkan huruf demi huruf cerita Elena, tanpa memenggal sedikit pun.

“Jadi Mr. TO lo sudah pasti Randu ya, bukan Gading atau Fadli?” Katya memastikan setelah cerita Elena selesai. Pertanyaan barusan dijawab Elena dengan anggukan. “Sayang, padahal menurut gue, Fadli itu sweet banget loh. Bayangin, dia nganterin lo pulang, ngebukain pintu mobil, nutupin pintu mobil. Terus di mobil cerita soal kisah-kisah heroik dia selama jadi lawyer LBH yang menyelamatkan orang kurang mampu.” Raut muka Katya mendadak sedih, lalu tergugu. “Padahal dari tiga puluhan mantan gue, nggak ada yang memperlakukan gue kayak princess begitu.”

Elena berdecak sembari berjalan menuju dapur. Dibukanya kulkas untuk mengambil ayam giling, wortel, dan beberapa batang daun bawang. Dia akan masak untuk makan malam, mumpung ada Katya.

“Lo gimana sih, Kat. Kan kita mau cari cowok brengsek yang suka mainin cewek untuk dijadiin project baru channel lo itu. Nggak tegalah gue sama Bang Fadli yang udah baik gitu sama gue. Masa gue pedekate terus ninggalin gitu aja.” Elena menggeleng.

Karena benci tukang selingkuh, playboy, dan hidung belang, Elena ingin melampiaskan sakit hatinya pada laki-laki. Ide Katya untuk membuat jatuh cinta ‘laki-laki pemangsa perempuan’ lalu dicampakkan adalah ide paling jenius milenium ketiga.

“Gue lebih suka jadiin Bang Randu yang nyuruh-nyuruh gue kayak pembokat itu sebagai Mr. TO. Dan inget, dia yang udah nyusahin Om Chandra.” Suara dan gambaran wajah lelaki yang dibicarakannya mampir lagi di benak. Benar-benar diktator kejam.

“Iya juga sih. Eh, tapi Randu yang nggak ramah itu kan belum tentu cowok brengsek, Cinta. Justru yang harus lo waspadai itu cowok kayak Fadli dan Gading yang lembut sama cewek,” Katya ngotot.

Terdengar suara pisau beradu dengan talenan. Elena mulai mencacah wortel. Magang di LBH membuatnya leluasa menjalankan hobi. Dulu ketika masih di Unicorp, hampir tak ada waktu memasak. Seluruh hidupnya dijajah pekerjaan.

“Gue susah pedekate sama Bang Fadli. Karena gue anak magang yang ada di bawah pengawasan Bang Randu, kenapa harus cari yang lain? Dia aja biar cepet prosesnya.” Sekarang dia berpikir untuk mulai membuka usaha kue. Apalagi bayaran magangnya begitu minim.

Katya mengangkat bahu. “Sama ajalah lo mau ngerjain siapa juga. Yang penting cowok ya, jangan banci.”  

***

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang