Bab 10

389 39 5
                                    

Hello Sexy Readers,

Kesiangan nih update Randu-Elena. Lagi riweh di teal life. But enjoy.

🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥

Selama Randu dirawat di rumah sakit, Elena datang setiap hari. Terkadang ditemani Katya, terkadang bersama Fadli, Ambar, atau Ross. Sementara Firman sedang sibuk mengurus skripsinya sehingga tidak terlalu sering menjenguk Randu.

Randu tidak membahas sedikit pun soal ciuman panas atau kencan mereka. Elena tidak yakin apakah menonton bioskop tempo hari patut dianggap sebagai kencan karena nyatanya mereka tidak bermesraan. Elena sibuk memata-matai Rimba dan Cantika saling berbisik mesra sepanjang film. Darahnya terlalu mendidih untuk mengobrol dengan Randu. Lagi pula pria itu tidak terlihat ingin mengusiknya.

Elena menduga-duga Randu sengaja sibuk membahas perkara LBH dan tidak mengungkit urusan privasi karena menjaga nama baiknya. Randu yang terbuka soal masa kisah cintanya, Randu yang tegas dan ganas, ternyata mampu menjaga kepercayaan Elena. Ketika lelaki itu masih berada di rumah sakit dan tak ada di dekatnya, Elena merasa ada yang tercuri dari hidupnya.

Tak ada lagi suara dalam berat yang main perintah, tak ada lagi ringtone ‘Yang Terlupakan’ dari Iwan Fals yang senantiasa benyanyi saat Randu ditelepon klien. Betapa menakjubkannya pria itu dalam balutan toga hitam pengacara, berjuang demi seorang supir bahkan tanpa dibayar serupiah pun. Akhirnya, dia mencari-cari rekaman persidangan Randu di Youtube.

“Saudara Saksi, dari manakah Saudara mendapatkan barang-barang tersebut?” Suara bariton Randu di video yang ditonton Elena, membangkitkan sebuah perasaan. Damai. Hangat.

Elena menikmati detik demi detik rekaman persidangan. Membayangkan, seandainya dia sudah mengenal Randu saat itu. Ajaibnya, Randu seperti memiliki kekuatan tak terlihat yang mampu mengikis sedikit demi sedikit perasaannya pada Rimba.

Rasa sesal di dasar hati, diam tak mau pergi.
Haruskah aku lari dari, kenyataan ini.
Pernah kumencoba ‘tuk sembunyi,
Namun senyummu tetap mengikuti.

“Kit-Kat.” Elena mengangkat ponselnya. Dia mengganti ringtone-nya hingga sama dengan ringtone Randu.

“Gue di BNN nih. Mas Fadli kok nggak keluar-keluar?” tanya Katya gelisah. Sekarang dia berubah jadi penguntit yang rela membuntuti pujaan hatinya sampai ke Badan Narkotika Nasional.

“Lo nggak syuting buat video?” Elena mengingatkan. Dia selama ini bercerita mengenai perkembangan hubungannya dengan Randu dan Katya pun secara teratur menceritakan kepada penontonnya mengenai kisah play boy yang sedang dikerjai seorang perempuan.

“Gue udah syuting dua episode kok buat stok,” Katya mengikik. “Si Marmut sampai nanya tumben gue rajin.” Marmut yang disebut Katya adalah asistennya dalam membuat video. Nama aslinya Mario Mirza. Tapi nama ayahnya Mirza Mahmud.
Teman-teman segengnya bilang, nama Mario seharusnya Mario Mahmud, bukan Mario Mirza. Dan, Mario Mahmud disingkat menjadi Marmut.

“Cepetan pulang, Kit-Kat. Jangan bikin Bang Fadli ilfeel sama lo.” Elena sudah berulang kali menasihati Katya agar lebih sabar dalam hal percintaan. Katya menanggapi dengan masuk kuping kanana, keluar kuping kiri, tak mau mendengar.

“Kalau kelamaan nunggu, cowok bisa disamber orang, El.” Katya menjawab dari seberang sana. “Udah bukan zamannya, cewek nunggu, pasif. Kalau suka, kejar!”

Ceramah Katya terasa tepat bagi Elena. Tetapi dirinya tak mau gegabah dengan perasaan apapun yang mengisi hatinya kini. Dia tak mau tergesa memutuskan ada rasa suka apalagi cinta. Dia hormat pada Randu, tentu saja. Namun rasa hormat dan cinta adalah dua hal berbeda.

“Gue bukan lo, Kit-Kat. Tingkah lo bisa bikin orang kabur.” Elena menggeleng tak setuju. Ada rasa dalam hatinya yang terkadang ingin seperti Katya. Karena dia lelah menahan kerinduan selama mereka berjauhan.

Elena mengakhiri pembicaraannya dengan Katya ketika suara yang dirindukannya menyapa.

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang