Bab 15b

249 24 2
                                    

Kaki Elena terasa disemen di tempatnya berdiri karena begitu terpana dengan pemandangan di depannya. Terlebih ketika pria itu mencondongkan tubuh agar sejajar dengan tinggi Elena. Lelaki itu tersenyum. Senyumnya membuat Elena lupa akan isi dunia. Lupa akan tujuannya untuk apa dia berada di depan pagar.

“Mau ke mana? Gue antar,” kata lelaki itu.

“Ehmm....” Elena gugup. Tenggorokannya mendadak kerontang. “Nggak usah, Bang Randu. Saya sedang pesan Grab.” Diangkatnya ponsel untuk menunjukkan pada Randu.

“Cancel. Diantar gue lebih aman lho. Gue bisa merangkap bodyguard.” Suara Randu hangat memikat hingga Elena melarikan jarinya membatalkan pesanan Grab Bike.

Randu menyalakan mesin motor lalu Elena membonceng di belakang, tanpa berpegangan pada Randu. Padahal yang dinantikan Randu adalah gadis itu melingkarkan tangan ke tubuhnya. Inilah enaknya naik motor. Bisa sering-sering dipeluk pemboncengnya.

“Pegangan, El. Nanti jatuh,” perintah Randu. Seperti biasa Elena menurut, memegangi pundak Randu, bukan membelitkan tangannya ke tubuh lelaki itu.

Randu dengan telaten menemani Elena berburu bahan-bahan pembuat kue di Pasar Jatinegara. Gadis itu tidak hanya menyambangi satu toko, tetapi demi mengejar harga murah Elena meluncur dari satu tempat ke tempat lain.

Randu ikut membawakan dua puluh kilogram tepung terigu, lima kilogram butter, dua puluh kilogram gula dan lain-lain. Semuanya diletakkan di sela kaki Randu di atas motor.

“Kita mampir sebentar makan soto di situ.” Tunjuk Randu ke spanduk bertuliskan 'SOTO AYAM KAMPUNG' ketika mereka akan pulang. Warung soto itu terletak di deretan penjual sayur mayur.

“Boleh. Saya yang traktir. Baru dapat uang lumayan,” sahut Elena. Dalam hidup, Elena tidak mau terus menerus dibayari. Seperti mengemis saja rasanya. Kebangkrutan ayahnya malah meningkatkan harga diri Elena. Menurut Katya, itu adalah keangkuhan.

Warung soto itu sangat sederhana, tetapi bersih. Dua buah meja kayu panjang diletakkan berseberangan. Bangku-bangku plastik ditata berjajar di setiap meja. Seorang pengemudi ojek online berjaket hijau terlihat menyendok nasi soto dan seorang pria lagi duduk menunggu pesanan yang sedang diracik.

Penjual soto sedang sibuk memotong-motong daging ayam lalu meletakkannya di mangkok.

“Nasi soto dua, Pak,” kata Randu.

“Nggih,” jawab pak penjual soto.

Seorang perempuan paruh baya kemudian menghidangkan dua gelas teh hangat.

“Jadi apa kabar?” tanya Randu. Dalam hati lebih menyukai Elena tanpa make up seperti ini dengan pakaian kasual. Terlihat santai tanpa raut ketegangan.

“Baik.” Elena tersenyum. Gadis itu mengambil sebungkus rempeyek kacang hijau di atas meja lalu membuka plastiknya.

“Usaha lo lancar.” Itu bukan pertanyaan tapi pernyataan Randu setelah melihat bahan-bahan kue yang dibeli.

“Puji Tuhan.” Elena merespon sambil memakan rempeyek.

Bapak pedagang soto menghidangkan dua porsi nasi soto ke hadapan mereka. Asap mengepul, menguarkan aroma kaldu ayam beserta sedikit kunyit dan ketumbar. Kulit Elena dan kulit Randu kembali bersentuhan saat tangan mereka secara bersama-sama akan mengambil sendok dan garpu dari wadah yang sama. Dada Elena berdesir. Ekor matanya mengamati Randu yang tampak tidak terganggu. Keadaan ini membuat Elena canggung. Kecanggungan itu kembali saat mereka sama-sama menyentuh botol kecap yang sama. Namun dilihatnya Randu mengalah, membiarkan Elena mengambil kecap terlebih dulu. Kenapa Tuhan memberikan jantung pada manusia yang suka berdegup kencang semaunya sendiri?

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang