Bab 22b

83 7 1
                                    

Hot scene, 21+ only

***


Bunyi gitar dan suara laki-laki bernada sumbang membangunkan Katya. Kepalanya masih terasa berat. Dipaksanya mata untuk membuka. Dia mengumpat begitu melihat pakaiannya sudah ganti. Suara jelek di luar kamarnya masih menyanyikan Sambalado. Sumpah, jelek sekali suaranya. Jauh lebih jelek daripada suara Giant. Meski berat kepalanya serasa bertambah sepuluh kilo, Katya memaksakan diri turun dari single bed lalu keluar dari kamar sempit tempatnya tidur semalam.

"Ternyata kecerdasan otak nggak memperbaiki kualitas suara ya." Katya berkacak pinggang di depan Fadli.

Dosen itu menurunkan gitar. Fadli lupa mengenakan celana pendek atau boxernya untuk Katya. Paha putih mulus dengan tato tulisan 'I'm Queen', terpampang.

"Begitu cara kamu membalas orang yang sudah menolongmu?"

Katya berdecih. "Halah.... Paling lo udah nyium bibir gue yang kissable ini." Katya langsung duduk di sebelah Fadli.

Biarpun sudah sering sidang, menghadapi berbagai jenis manusia, tetap saja Fadli terpana dengan sikap blak-blakan Katya.

Katya merebut gitar Fadli. Jemari lentiknya mulai memetik senar gitar, mengalunkan Romance De Amor. Kuku bermanikur Katya seolah diciptakan untuk berpasangan dengan senar gitar. Luwes sekali menariknya, bagaikan seorang dewi musik.

Setelah memainkan lagu tadi, dia berkata dengan tatapan melecehkan, "Coba lo bisanya apa selain Sambalado? Yang klasik kek." Dengan cueknya Katya menaikan kaki, bersila di samping Fadli.

"Kamu jago main gitar?" tanya Fadli. Katya terlalu tak peduli ketika Fadli menyebut dirinya 'kamu' alih-alih 'lo'.

"Ya nggak sejago Joe Satriani. Tapi lebih jago daripada Muhammad Fadli-lah," sahut Katya percaya diri.

Fadli mendengkus geli.

"Kat, kok kamu nggak pernah nge-WA aku lagi?" Dosen itu ingin mendengar alasan sebenarnya.

"Gue capek ngejar-ngejar cowok. Lo kan nggak suka sama gue yang cuma punya pekerjaan main-main dan nggak memanfaatkan ijazah formal. Gue selalu melakukan hal yang gue suka. Nggak ada satu pun cowok di dunia ini yang boleh ikut campur pilihan hidup gue. Prinsip hidup gue; No man, no cry." Katya memainkan chord asal-asalan namun indah pada gitar Fadli. Sampai takjub Fadli dibuatnya. "Eniwei, tadi malam lo nyium gue kan." Mata coklat Katya seakan menembus mata Fadli.

"Iya. Bibir kamu menggoda buat dicium," sahut Fadli lugas. Ditatapnya bibir yang semalam diciumnya.

Katya mencibir. "Jangan beraninya pas gue lagi mabuk, Fad. Mumpung gue segar bugar, nih cium."

"Yakin?" Alis Fadli naik sebelah.

"Takut?" tantang Katya.

Mata teduh Fadli menatap manik mata Katya yang bersinar nakal. Diangkatnya dagu perempuan itu hingga menyentuh bibirnya. Katya merasakan gelombang dahsyat saat Fadli mengulum bibirnya. Membuka paksa menggunakan lidahnya. Lidah Fadli seperti bermata, mampu menemukan lidah Katya dan membelitnya hingga Katya sulit bernapas. Dirinya hanya pasrah saat bibir Fadli menggigit bibirnya, mengikuti ledakan hasratnya. Embusan napas Fadli menerpa kulit wajahnya. Aromanya maskulin namun lembut, membelai indra penciumannya. Bibir pria itu menyusuri pipinya lalu beralih ke lekukan leher jenjangnya, memberikan hisapan di sana hingga Katya mendesah. Jemari kuat pria itu membungkus punggungnya melekatkan jarak mereka berdua. Jemari Katya memberikan balasan setimpal dengan cakaran pada punggung Fadli yang masih berlapis kaos oblong putih tipis. Desah napas Katya berpadu geraman Fadli.

Fadli dan Katya berdiri, kemudian melangkah masuk ke kamar kost pria itu. Bagi keduanya, ini bukanlah yang pertama, namun rasanya tak sama seperti bersama partner sebelumnya. Dalam kamar, Fadli dan Katya menuntaskan keingintahuan, saling mencecap setiap jengkal tubuh di hadapannya. Deru napas keduanya saling berkejaran di ruangan itu.

Sinar matahari pagi menerpa wajah-wajah berbasuh peluh. Aroma gairah menyesak ditingkahi desahan, erangan, dan geraman.

Katya melenguh. "Harder, Babe..., harder...," perintahnya. Dia mendorong tembok demi mencurahkan rasa yang menjalar di pusat tubuhnya.

Pria di belakangnya menangkup pinggulnya, menciptakan penyatuan sempurna. Lenguhan kenikmatan lolos dari bibir Katya ketika merasakan bibir Fadli menyapa punggungnya disertai hisapan lembut.

Tangan Fadli memanjat tubuh Katya menuju rembulan kembar bulat sempurna miliknya. Remasan pelan tangan Fadli membuat desah perempuan itu semakin keras.

"Aku hampir sampai." Fadli memutar pinggulnya sehingga kejantanan itu terasa mengaduk lembah kenikmatannya. Suaranya tegas namun selembut beludru.

Katya terengah-engah. "Gue –– " Tak sanggup melanjutkan. Kenikmatan dari sentuhan Fadli menguasai tubuh sekaligus jiwanya.

Pusaran kenikmatan mulai menggulung mereka hingga Fadli terpacu untuk mempercepat tarian pinggulnya. Lelaki itu menggeram. Katya di bawah kekuasaannya menyentak-nyentak liar. Tubuhnya menggelepar hebat.

***


DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang