Bab 12a

360 32 2
                                    

Seminggu telah terlewat sejak ajakan kencan Randu. Elena dan Randu bersikap profesional. Mereka tetap bekerja seperti biasa. Para pengacara di LBH Optimus pun terlalu sibuk untuk bertanya hal remeh.

Baru semalam Randu mengirimkan pesan WA akan menjemput Elena di rumah untuk lari pagi di Taman Tabebuya. Katanya mengajak jalan, kok malah jogging? Apa Randu tidak bisa mengajak ke tempat lebih romantis seperti melihat langit bertabur bintang atau candlelight dinner di puncak bukit, mungkin? Katanya punya mantan banyak. Apa yang disuka para perempuan dari sosok Randu?

Bodohnya, Elena langsung mengirim screen shot chat Randu pada Katya untuk minta pendapat. Mudah ditebak, sobatnya langsung mem-bully tanpa ampun.



Katya Kit-Kat:


Cie yang mau dating sama Acin. Suit... Suit....



Meskipun Elena merasa jogging di taman bukanlah ajakan kencan, tak urung tanggapan Katya membuat wajahnya memerah. Kebodohan Elena bertambah karena bertanya,



De.El.El:


Acin apa, Kit-Kat?



Tentunya dibalas jawaban gila oleh Katya,



Katya Kit-Kat:


Acin, Abang Cinta.



Tak lupa dengan emoticon tawa lebar.



Hari kencannya dengan Acin menurut ejekan Katya pun tiba. Semalaman Elena tidak dapat tidur sampai Marcelia mendatangi kamarnya untuk bertanya ada masalah apa. Perasaan memang membingungkan. Di satu sisi, antusiasme menggelegak dalam hati. Berada di sisi Randu sama dengan oksigen bagi Elena. Dia membutuhkannya. Betapa lelah memupus kerinduan berdekatan dengan lelaki itu. Di sisi lain, Elena belum siap dengan kencan. Luka hatinya belum sembuh benar. Namun utang nyawa pada Randu membuat Elena tak enak hati menolak.

Pukul empat pagi di hari kencan, Elena bangun untuk membuat bekal. Pitta bread dipotongnya menjadi dua. Sambil bersenandung, Elena memasukkan dada ayam yang sudah di-marinate dengan saus lemon, jahe, tomat, bubuk cabe, merica, bawang putih, sedikit garam, dan gula lalu dimasak dengan paprika kuning, serta dibubuhi selada. Seingatnya, Randu pernah minta dibuatkan sop iga, hidangan yang mustahil dibawa untuk jogging. Setelah memasukkan ayam dan sayuran ke dalam pitta bread, Elena menghangatkannya di microwave.

Dua buah kotak bekal telah disiapkannya untuk mengemas hidangan itu. Lalu dia memasukannya ke dalam dua buah tas berisi handuk bersih dan botol minum. Meskipun Elena bisa dipastikan tidak akan berlari karena tak suka olahraga, dia tetap menyiapkan handuk untuk dirinya sendiri.

Randu datang tepat waktu. Sejak tadi malam dia sudah pasang alarm di ponsel. Hal yang selama ini sangat jarang dia lakukan bahkan meskipun sidang skripsi. Awalnya Randu bersama teman-temannya yang bujang karatan itu mau menjadikan Elena sebatas obyek taruhan. Ternyata sang Takdir telah menghukumnya. Seiring waktu bergulir, gadis itu membawa pergi separuh hatinya.

"Gue sudah di depan pagar rumah lo." Lelaki itu menelepon, masih duduk di atas motor.

Rumah keluarga Tjipta besar dengan halaman luas yang mampu membuat siapa pun terkagum-kagum. Eugene membeli tanah seluas seribu meter persegi dan membangunnya saat keadaan keuangan mereka masih baik. Hamparan bunga kana kuning, oranye, dan merah tertata di taman depan. Pohon biola cantik dengan daun menguning berjajar di pekarangan. Tidak ada tukang kebun yang merawatnya.

Logika pengacara Randu mulai bekerja. Sama seperti Fadli, dia heran kenapa perempuan dari keluarga berada memilih magang di LBH berdana minim? Jawaban dari beragam pertanyaannya masih misteri, sebab Elena selalu bungkam. Perempuan itu tidak menceritakan apapun soal dirinya atau keluarganya.
Elena keluar rumah mengenakan skinny jeans, kemeja tipis warna putih lengan panjang yang digulungnya hingga siku ditambah ankle boots. Dia seksi, tetapi anggun. Bukan vulgar seperti penjaja seks di pinggir jalan. Elena menggelung rambut dan menjepitnya asal sehingga menunjukkan tengkuk mulus.

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang