Bab 16a

508 30 12
                                    

"Gila.... Gila.... Gila.... Sumpah ya serem banget si Acin, nungguin lo di depan pagar." Sambil makan keripik Katya mengobrol di telepon dengan Elena.

Meski mengucapkan kata 'serem', tapi Katya terbahak. "Gue pernah baca artikel tentang Jack the Ripper. Dia nguntit korbannya sebelum dibunuh dan dimutilasi." Katya tertawa lagi.

"Dih, sial! Gue bukan PSK. Yang dibunuh Jack kan PSK," bantah Elena.

"Oh iya, gue lupa." Suara kriuk-kriuk dari mulut Katya terdengar lagi di telinga Elena. "Kan lo dipaksa. Bukan cinta dan bukan PSK."

"Nyindir. Udah ah nggak usah dibahas." Elena mendadak kena sariawan.

"Woooo, ngambek." Katya belum pernah bertemu pria macam Randu sebelumnya. "Terus.... Terus.... Ada adegan hot nggak? Gue baru tau warung soto bisa jadi tempat romantis juga. Nggak usah ke Paris dong ya kalau mau cari yang romantis. Cukup ke Pasar Jatinegara, pelukan sambil diliatin tukang jengkol, tukang pete, sama tukang ojek."

Elena berdeham menyingkirkan sesuatu yang membuat tenggorokannya gatal. "Gue WA Bang Randu supaya jangan hubungi atau nemui gue. Dia tanya, 'kenapa' lalu gue jawab aja bulan depan mau nikah sama cowok yang dijodohin orang tua."

"Gila.... Gila.... Parah lo bohongnya.... Ckckck...." Katya tahu kemampuan berbohong Elena tak perlu diragukan.

"Dia bilang nggak akan ganggu gue lagi." Elena mengetik cashflow bisnis kecilnya di laptop. Karena itulah Katya bisa mendengar keyboard komputer ditekan.

"Dan dia percaya?" selidik Katya.

Elena mengingat kebohongan yang dilontarkannya pada Randu. Dia berharap dengan tak bertemu Randu, perasaannya akan lenyap.
"Kayaknya percaya. Dia bilang semoga gue bahagia dan semoga pas udah nikah nanti nggak mikirin dia lagi."

"Laaaahhh.... Yasalaaamm.... Pede gila ya si Acin...."

Sejak peristiwa Randu memeluknya di depan warung soto, Elena melarang pengacara itu untuk menghubungi apalagi menemuinya. Ultimatum yang sedikit disesali karena menjadi senjata makan tuan bagi Elena. Randu memenuhi keinginannya. Tak ada WA, tak ada telepon, tak ada kode Morse, tak ada kode asap ala suku Indian, tak ada e-mail. Pokoknya tak ada. Randu seperti menghilang dibawa alien ke galaksi lain.
Berkali-kali Elena berniat mengirim WA atau meneleponnya. Atas nama gengsi yang sampai langit ketujuh, Elena membatalkannya. Mau ditaruh di mana nanti mukanya? Elena lebih memilih membunuh kerinduan ketimbang menemui penyebab kerinduan itu. Dia takut Randu mempermainkan dirinya. Sejak putus dengan Mr. Rest in Peace alias Rimba, Elena jadi super hati-hati. Dia membangun barikade di sekeliling hatinya ditambah benteng pertahanan.

Berbulan-bulan kemudian, Elena mencoba menggerus hatinya, mencoba menghilangkan apa pun yang berbau Randu, tetapi gagal. Bayangan pria itu tak henti menyapa, terutama karena ayahnya masih berlangganan koran.

Setiap pagi Elena membaca koran yang dilempar loper ke teras rumahnya. Koran masih memuat berita persidangan PT SUCK melawan para pekerjanya yang diliput secara gegap gempita karena melibatkan nama Chandra Atmadja.

"Pengacara kelas teri begini kok mau melawan Haposan," cibir Eugene saat membaca berita itu.

Elena tidak mengatakan LBH yang tempo hari menjadi tempat magangnya adalah LBH Optimus. Bisa mengamuk nanti ayahnya.
Karena berita itu, kerinduan yang berusaha dibunuh oleh Elena semakin memuncak. Setiap hari dia nonton video streaming persidangan PT SUCK di YouTube. Agenda persidangan favoritnya adalah saat saksi karena Elena bisa mendengar suara Randu berkata, "Saudara Saksi, apakah laporan keuangan PT Sawit Utama mengalami peningkatan atau penurunan?" Atau pertanyaan-pertanyaan yang lain. Suara Randu bagaikan lagu pengantar tidur yang menenangkan Elena setiap malam.

***

Denting piano kala jemari menari
Nada merambat pelan di kesunyian malam saat datang rintik hujan
Bersama sebuah bayang yang pernah terlupakan
Hati kecil berbisik untuk kembali padanya
Seribu kata menggoda seribu sesal di depan mata
Seperti menjelma waktu aku tertawa
Kala memberimu dosa

Pagi ini saat sedang membuat adonan kue, Eyang Iwan menyanyi di ponsel Elena menandai panggilan Ambar.

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang