Urusan mengundurkan diri ini selesai dengan lancer. Elena pun meluncur ke LBH Optimus. Dikerjakannya apa pun yang bisa diselesaikan sepenuh konsentrasi hingga sebuah siulan terdengar seantero ruangan. Manusia yang paling tidak ingin Elena temui saat ini adalah Randu Tio Hariman.
Tidak, bukan karena Elena membencinya, namun karena ada rasa yang tak bisa dijelaskan dalam kata menyeruak masuk. Dia tak ingin berpisah, sekaligus takut tersakiti. Banyak pertentangan dalam benak Elena.
Bagi Randu yang pernah menghisap ganja, bahkan putaw, mencium Elena rasanya lebih membuat ketagihan daripada narkoba jenis apapun yang dicobanya. “Jam berapa lo sampai?” Lelaki itu sulit menyembunyikan nada bahagia dalam suaranya ketika melihat bidadari yang muncul dalam mimpi semalam.
“Jam delapan,” jawab sang bidadari.
“Lo kangen banget sama kantor kali ya sampai datang pagi-pagi banget hari ini,” goda Randu. Rindu sekali rasanya dengan perempuan itu.
Gue kepingin nyium lo lagi, El. Suara hati Randu berbisik.“Bang, rekaman pekerja PT SUCK sudah saya kirim semua ke e-mail Bang Randu dan Firman, ya. Sudah saya ketik dialognya. Buat back up saya kirim ke e-mail Ross juga.” Elena enggan merespon candaan Randu.
“Mau ke mana, sih? Buru-buru amat,” Tanya Randu lembut. Tidak biasanya lelaki yang sehari-hari ngobrol menggunakan bahasa ala preman terminal bersikap dan bersuara lembut.
“Ini hari terakhir saya di sini. Besok saya sudah nggak di sini,” jawab Elena datar, tanpa ekspresi.
Randu mencelos. Dia sadar perempuan itu sedang tidak bercanda. “Kok mendadak?”
Nyala bahagia di mata Randu hilang berganti sinar kepedihan. Semua yang dicintainya hilang. Ayahnya, sosok paling dekat dengannya meninggal tanpa bisa dicegah. Lalu Elena, perempuan yang merampok separuh hatinya juga akan meninggalkannya.
“Iya, saya punya usaha sendiri yang perlu perhatian penuh. Tadi pagi saya juga sudah datang ke apartemen Ross untuk menyerahkan surat pengunduran diri.” Elena tidak mau menatap Randu.
Randu menatap Elena tak percaya. Baru saja mereka berciuman kemarin. Aroma vanilla Elena masih menempel jelas di penciuman Randu. Bagaimana mungkin ini semua terjadi?
“Please, El, jangan pergi.” Seumur hidup Randu paling anti memohon.
Elena menatap mata sedih yang kini memandangnya. Buruknya, Elena merasakan sengatan pedih di hati melihat kesedihan Randu. Tapi tidak! Dia menegarkan dirinya. Ini demi kebaikannya sendiri. Dia ingin melindungi hatinya yang pernah porak-poranda. Belum siap rasanya terluka lagi. “Sorry, Bang.”
“Lo belum menjawab yang kemarin di Taman Tabebuya,” Randu mengingatkan.
Pertanyaan Randu di Taman Tabebuya membuat Elena begadang semalaman. Dikiranya lelaki itu sudah lupa.
“Yang mana?” Elena pura-pura tak ingat.
“Iya soal perasaan gue.” Randu sudah biasa menghadapi aparat, gas air mata, polisi, tentara, semuanya tidak takut. Kehilangan separuh hatinya jauh lebih mengerikan daripada ditangkap polisi.
“Saya nggak punya perasaan yang sama, sorry,” tegas Elena. Bohong! Dia berbohong!
Tatapan lembut Randu berubah lebih kelam. Matanya yang hitam pekat menyorot Elena hingga gadis itu resah. Dia tak melakukan kesalahan apa pun, tetapi kenapa dia merasa tertangkap basah?
“Kenapa lo nyium gue di parkiran mal?” tuntut Randu tanpa melepaskan sorot tajamnya.
Selintas Elena berniat mengatakan yang sebenarnya. Too risky.“Khilaf,” sahutnya pendek.
Rahang berewokan Randu mengeras. Dia tak bisa lagi menahan kepengapan ini. Sebagai laki-laki matang, dia paham bahasa tubuh perempuan tertarik padanya. Namun, Elena begitu keras kepala menyangkal hati. Randu ingin tahu alasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVILS INSIDE
RomanceAda dua tipe manusia yang bekerja di LBH Optimus. Pertama, orang yang berdedikasi tinggi pada kemanusiaan. Kedua, jenis manusia frustrasi yang tak kunjung mendapat pekerjaan. Randu Tio Hariman merupakan gabungan dari keduanya. Sejak Elang berkhiana...