Bab 19b

152 20 3
                                    

Matahari pagi yang tersenyum berbanding terbalik dengan keadaan muram ruang makan keluarga Tjipta. Sarapan pagi bukannya damai malah terasa sepanas medan perang. Marcelia dan Elena terlihat tegang.

"El! Bodoh kamu!" Eugene menggebrak meja makan lagi. Akibat pukulan tangan Eugene, kuah sup di panci bergetar dan sendok makan beradu dengan piring, menimbulkan bunyi berkelontang. "Randu pengacara LBH itu sudah bikin susah Om Chandra, tahu! Gara-gara gugatan buruhnya, rekan bisnis perusahaan Om Chandra membatalkan kerja sama. Terutama negara Amerika dan Eropa yang menjunjung tinggi HAM!"

Elena tak mau melawan orang tua, maka dia membalas dengan hati-hati, "Tapi, Pa, Bang Randu hanya menjalankan tugas sebagai pengacara LBH. Memang pekerjaannya seperti itu. Dia bukan seperti pengacara corporate."

Marcelia ingin membela putrinya, tetapi pikiran warasnya mencegah mengajukan kalimat bodoh. Jika melawan suaminya, keadaan akan bertambah panas. Meskipun Marcelia melihat perubahan positif sejak Elena magang di LBH Optimus dan sekarang diketahuinya pacaran dengan pengacara LBH, lebih baik tidak menyatakan dukungan terang-terangan.

"Ingat, El, Om Chandra sangat berjasa bagi Papa. Dia menyuntikkan dana untuk usaha baru Papa. Kamu pikir mudah cari investor? Pengaruh dan relasi Om Chandra di dunia usaha sangat besar. Kamu tahu, relasinya sampai ke menteri, pejabat, presiden, ketua partai. Randu ini apa sih?" Eugene menggeleng heran dengan otak putrinya.

Elena hafal watak ayahnya. Tak ada gunanya melawan sekarang. Tak ada gunanya berbantahan. Hari ini dia harus bertemu Randu.

Ada saatnya kekerasan tidak perlu dibalas kekerasan. Bukankah besi bisa berkarat hanya karena terkena air? Begitupun menghadapi ayahnya yang terbiasa menjadi pemilik perusahaan. Yang biasa bertangan besi pada bawahan. Tak perlu dengan perbantahan. Meski kekayaan sudah tak ada lagi, watak tetap tak berubah. Karena itulah sejak papanya berangkat menemui mitra bisnis, Elena berusaha menelepon Randu. Nadanya tidak aktif. Saat dikirimi WA pun tidak ada tanda-tanda dibaca. Mau bagaimana lagi? Elena harus ke LBH Optimus.

***

Perkara baru masuk ke LBH Optimus. Kali ini malpraktik medis yang dilakukan dokter terhadap pasiennya. Pasien yang alergi terhadap penicillin diberikan antibiotik jenis itu tanpa bertanya pada pasien ataupun melakukan skin test. Akibatnya pasien yang dari keluarga tidak mampu meninggal karena Stevens-Johnson Syndrome. Pasien meninggal dalam kondisi mengenaskan. Kulitnya melepuh hingga mengelupas menampakkan jaringan di bawahnya.

Rumah sakit berkelit dengan segenap tim pengacaranya. Malah melaporkan keluarga pasien ke polisi menggunakan pasal pencemaran nama baik dan Undang-Undang ITE karena curhat di Facebook.

Randu bersama Ambar sedang membahas perkara ini di taman saat Gading dan Fadli datang membawa lima botol Jack Daniels.

"Berhenti dulu kerjanya. Kita harus merayakan peristiwa besar," Gading berkaok hiperbolis. "Pokoknya lebih dramatis daripada kemenangan Trump atas Hillary Clinton," ceracaunya.

"Gue butuh Randu dalam keadaan waras ya. Bukan mabuk," sergah Ambar. Teman-teman prianya sering berbuat sesuka hati terutama kalau Ross sedang tak ada di tempat.

Gading menyeret kursi dari ruang kerja menuju taman. Sedangkan Fadli berdiri bersandar di dinding dekat kolam ikan sambil tersenyum nakal.

"Perkara baru yang kalian pegang itu kalah seru dengan yang gue lihat di kost-an Randu kemarin," Gading berseru. "Si El, duduk di kasur Randu dengan muka habis bangun tidur. Pakai lingerie hitam."

Randu mendengkus. "Biru, tolol."

"Santai, Man. Apalah artinya sebuah warna? Itu kata Shakespeare." Gading mengangguk sok bijak. "Lo kan cerdas, Mbar. Calon menteri Hukum dan HAM baru. Menurut lo perlu dirayakan nggak?" Tawa iblis menggema dari mulut Gading.

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang