Bab 11a

345 36 2
                                    

Pesanan Lava Cake untuk Cake of Cupid mengalir cukup banyak untuk ukuran pengusaha yang baru membabat lahan. Sabtu ini, sejak pukul empat pagi Elena bekerja dengan miksernya membuat dua ratus buah kue. Jam sembilan pagi harus sudah dikirim ke pelanggan, seorang artis dangdut ibu kota. Anak perempuan si artis merayakan ulang tahun keempat. Ketika sedang memanggang kuenya jam tujuh pagi, Katya datang.

“El, kita pergi yuk,” ucap Katya manja.
Kedua tangan Elena terbungkus sarung tangan anti panas. Keringat membanjiri tubuhnya. “Ke mana?” tanya Elena masih fokus pada panggangan dalam oven.

Cahaya bahagia menghiasi wajah Katya, bahkan sebelum menjawab, “Ke rumah Mas Fadli. Kita bawain dia kue buatan lo.”

Elena tak beralih dari adonannya yang kelihatan mulai matang. Katya memang suka berbuat hal gila. Sejak mereka masih sekolah, Katya sering membolos hanya untuk menonton pertandingan basket. Kapten tim basket yang digilai siswa perempuan menjadi incaran Katya juga. Elena kebagian tugas membohongi orang tua dan para guru. Tidak ada yang curiga karena Elena adalah bintang kelas, selalu menempati peringkat tiga besar, bahkan memenangkan olimpiade matematika tingkat nasional.

Untuk urusan lawan jenis pun, Katya tak mengenal aturan. Baginya, emansipasi RA. Kartini tidak hanya berlaku untuk urusan pendidikan, tapi juga urusan pedekate. Sebulan pasca pertandingan, Katya sudah terlihat bergandengan dengan kapten tim basket. Gara-gara ulahnya, Katya dilabrak kakak kelas. Keduanya jamak-jambakan sepulang  sekolah. Lagi-lagi, Elena harus bersaksi mengatakan pada para guru bahwa Katya di-bully.

Dalam hal menggaet Fadli, Katya sadar tidak bisa masak. Karena itulah dia perlu Elena.

“Nggak bisa dong, Kit-Kat. Kue gue udah pas. Paling kalau ada lebihan nggak sampe sepuluh biji. Itu pun karena salah manggang, jadi nggak ngembang kuenya. Lo mau Bang Fadli makan produk gagal?” balas Elena. Dia lelah sejak pagi mengurus adonan kue seorang diri. Kini sobat ajaibnya mengganggu.

Katya menggembungkan pipi. “Mas Fadli sukanya makan apa sih, Say?”
Katya memantapkan diri harus berhasil. Kekagumannya pada Fadli bertambah ketika melihat sebuah video persidangan lelaki bersama Randu.

Elena menata dus-dus kue di atas kitchen island. Dus merah jambu tampak manis dengan siluet berwarna coklat anak kecil membidikkan busur. Membuka bisnis kue menjadi impian Elena sejak lama.

“Ayam pop kayaknya. Seminggu bisa dua kali beli ayam pop,” sahut Elena.

Katya mengangguk-angguk. “Bikinin, El, buat Mas Fadli. Hari ini kita anter ke rumahnya.”

Betapa gigih Katya memaksa Elena menuruti maunya.

Elena membuang napas kesal, tetap berusaha sabar dengan kelakuan sobatnya. “Gue nggak tahu rumah dia di mana. Lo tahu?”

“Tanyain, El,” bujuk Katya.
Katya Hasmoro paling mengerikan kalau sedang ngebet. Jangan harap obyeknya lolos.

“Lah, tanya aja sendiri. Kan lo tau nomernya Bang Fadli.” Elena tentu malas mengikuti kemauan sobatnya yang tak tahu malu itu.

Wajah Katya semburat merah. “Nggak ah, El. Lo aja. Gue malu.”

Perkataan Katya berhasil mengalihkan perhatian Elena dari oven. “Malu?” beonya sambil mengamati Katya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sobatnya itu menunduk dengan muka semerah udang rebus.

Katya mengangguk pelan. Sejak kapan Katya punya urat malu? “Ya, El. Pleeeeaaaseee...,” bujuk Katya. Sebenarnya bukan malu, Katya sudah menanyakan alamat rumah Fadli melalui WA. Tetapi, pria incarannya tidak merespons.

Lama-lama Elena tidak tega. “Ya udah, tolong ambilin HP gue tuh di kamar,” katanya meski kesal setengah mati.

Mendadak Katya girang. Dipeluknya pinggang Elena padahal sobatnya sedang malas bermanjaan. Sempat terpikir ingin minta tolong salah satu karyawan ibunya, sayang hari Sabtu order katering selalu banyak.

“Lo WA sendiri. Fadli Optimus. Tangan gue kotor nih. Yang penting pakai HP gue kan, jadi nggak ketahuan lo yang kebelet.” Elena mengeluarkan kue dari oven.

“Nanti lo bikinin ayam pop buat Mas Fadli ya, El. Please.” Katya memberikan tatapan anak anjingnya lagi.

Elena jengkel bukan main. Badannya pegal. Dia sudah membuat rencana ingin ke salon setelah kue-kue ini diantarkan. Sudah dibayangkannya terapis memijat tubuhnya, meredakan ketegangan di bahu dan pinggangnya. Namun, sobatnya merusak rencana. Ingin diusirnya Katya dari sana, tetapi Elena tidak sampai hati. Membanting napas kesal berkali-kali, bukannya kalimat usiran yang keluar, Elena malah berucap, “Iya.”

Katya bersorak. Dicubitnya pipi Elena lalu meluncur ke kamar sobatnya. Dia mengambil ponsel Elena, kemudian mengetik,

Bang Fadli, alamatnya di mana? Boleh datang ke rumah?

***

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang