Bab 16b

214 28 1
                                    

Hello, October!

Selamat memasuki musim hujan, Sexy Readers. Hujan-hujan enaknya baca yang hot. Saya bakal lanjutkan Devils Inside setiap hari selama bulan Oktober. Buat yang nggak sabar mau baca lebih cepat, bisa ke Karyakarsa Belladonnatossici. Devils Inside sudah tamat di sana.

Vote dan komen yang banyak biar saya semangat update-nya!


***


Ketika dinyatakan sembuh dan harus pulang, Randu kembali tersengat rindu luar biasa. Karena sejak itu, dia tak bisa lagi bertemu Elena. Randu yakin Elena menyimpan rasa padanya. Tapi untuk apa Elena menghilang? Apakah dia sedang menyangkal hatinya? Kenapa? Karena dia cuma pengacara LBH yang sering bikin 'rusuh' dan demo? Karena dia miskin? Karena masa lalunya? Karena apa?

Sesak itu tak tertahankan. Randu memutuskan untuk mengajak bertemu melalui WA, satu minggu sejak dia pulang dari rumah sakit dan Elena tidak menghubunginya. Jawaban 'ya' dari Elena, jelas membuat Randu bersorak.

Seperti biasa mata Randu selalu menganggap Elena cantik. Kali ini gadis yang menabrak hatinya mengenakan terusan rajut motif garis-garis merah-hitam dan mengurai rambutnya.

"Ini buat lo." Randu menyerahkan bungkusan kepada Elena di tengah acara makan mereka. Randu mengajak Elena ke restoran yang agak mewah menurut ukuran pengacara LBH; Radja Ketjil yang berada di tempat yang sangat dibencinya; Mal.

Elena membuka bungkusan itu. Isinya dompet rajut warna-warni yang sudah seabad lalu dilihatnya di Pasar Santa tapi tidak bisa terbeli karena dia tak bawa uang lebih. Diingatnya Randulah yang waktu itu membelinya.

"Terima kasih, Bang. Saya terima tapi nggak ada dampak apapun ya," Elena menyatakan tegas. Dia tak mau memberikan kode atau harapan palsu lagi. Semua harus jelas karena sejak meninggalkan LBH Optimus, dia bertekad untuk menghentikan permainan 'bikin cowok jatuh cinta lalu tinggalkan'. Permainan tolol kreasi Katya yang lebih sering sinting daripada warasnya itu memang mestinya tak perlu dimainkan. Mengombang-ambingkan perasaan orang itu dosa, kata malaikat dalam nuraninya.

"Maksud lo?" Randu mengamati Elena dengan mata elangnya yang sempat redup ketika sakit.

"Ini cuma pemberian sebagai teman kan?" Elena meyakinkan dirinya sendiri.

Randu terbahak merasa kalimat Elena sangat lucu. "El, gue jadi pengacara sudah sepuluh hampir sebelas tahun. Lo bukan perempuan pertama yang singgah di hidup gue. Jadi, gue sudah biasa membaca bahasa tubuh perempuan yang tertarik sama gue." Randu menikmati pemandangan saat ini ketika Elena gelisah di tempat duduknya. "Biar gue perjelas, El, gue sayang sama lo dan gue yakin bisa menjaga lo. Yang lebih penting, gue tahu lo punya perasaan yang sama. Pertanyaan gue, lo dibayar berapa buat menyangkal perasaan lo itu, hah?" Randu mencondongkan tubuh hingga jarak mereka semakin dekat.

Elena yang baru berpacaran sekali dan tidak punya banyak pengalaman soal pria merasa seharusnya tadi membawa Katya menemaninya. Tiba-tiba saja Elena merasa masuk rumah hantu. Bulu kuduknya meremang.

"Tapi lo nggak usah khawatir. Gue nggak akan memaksa lo. Hati, pikiran, dan kehendak lo adalah milik lo. Dan gue suka dengan sikap lo yang nggak gampang terintimidasi oleh gue."

Siapa bilang Elena tidak terintimidasi? Dia merasa sangat tegang seperti nonton film horor tengah malam sendirian.

"Satu lagi, gue tahu lo nggak kawin dengan pilihan orang tua lo." Randu menggeleng dengan wajah mengejek. "Kebohongan lo kurang canggih."

Elena tidak menanggapinya. Pura-pura berkonsentrasi pada makanannya, dia menunduk dan makan dalam diam.

"Hari ini lo ada acara?" Meskipun lelaki itu bisa saja memaksa Elena, kali ini tidak. Dia ingin Elena mencintainya, bukan takut padanya.

"Nggak. Kenapa?" Elena memberanikan diri bertanya dengan segenap nyalinya.

"Kita Ke Kampung Batik Terogong. Lo pernah ke sana?"

"Belum." Gadis itu menggeleng.

"Ya udah, kita ke sana habis makan."

***

Kampung Batik Terogong malah lebih terkenal di luar negeri daripada di Indonesia. Banyak mahasiswa asing dan ekspatriat berkunjung sekaligus membeli batik Betawi di sini. Batik tulis dan cap, semuanya ada dengan harga berbeda. Selain itu para pengunjung juga bisa mencoba belajar membatik dengan motif khas Betawi seperti ondel-ondel, nusa kelapa, ciliwung, dan lainnya.

Ketika Elena dan Randu mampir ke sana, ada rombongan wisatawan dari Jepang sedang mengagumi batik Betawi. Banyak di antara mereka yang kemudian tertarik mencoba sendiri proses pembuatannya.

Orang Jepang memang tertib dan tidak berisik, sebanding dengan Elena yang juga senang dengan suasana tenang. Berbeda dengan Rimba yang sukanya ke mal, nonton konser, atau main air soft gun. Bersama Randu, Elena merasa bisa menjadi dirinya sendiri. Tidak perlu menjadi gegap gempita atau bawel agar laki-laki senang bersamanya.

Elena menikmati menggambar pola menggunakan pensil dalam ketenangan, menembok polanya dengan malam di dalam canting dalam keheningan dan pikirannya mengembara ke mana-mana. Randu sepertinya paham akan hal ini dan tak berniat mengusik Elena.

"Mana punya lo?" Randu memanjangkan leher demi melihat Elena yang sekarang sedang mencanting kain.

"Bagus gambar ayamnya," lanjut lelaki itu.

"Ini Burung Hong, Bang. Bukan ayam." Elena terus saja membatik, tak tersinggung dengan ucapan Randu.

"Punya gue udah jadi, mau dicelup ke pewarna." Lelaki itu beranjak dari tempat duduk menuju tempat di mana batik dicelup dengan pewarna.

***

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang