Bab 24b

89 13 2
                                    

Happy Halloween! Jangan lupa vote dan komen yang banyak.

🍬👻🍬 🎃🎃🎃 🍬👻🍬

Mata tua Eugene Tjipta cekung. Belakangan ini dia mengalami insomnia parah. Dia rindu istrinya tetapi tak boleh menelepon. Marcelia Tjipta juga sakit. Kata dokter mengalami psikosomatis yaitu penyakit karena pikiran buruk. Para dokter hanya menyarankan agar istrinya tidak stres.

Sekarang di hadapan Eugene duduk Randu Tio Hariman dan putrinya, menyodorkan selembar surat kuasa untuk ditandatangani. "Pak Randu, saya hargai niat baik Anda, tetapi saya percaya Chandra akan memberikan pengacara yang berkualitas bagi saya," katanya dingin. Mana sudi dia dibela pengacara kelas teri?

Ternyata keangkuhan Elena diwarisi dari ayahnya. Tapi Elena lebih baik. Tidak menganggap rendah orang dari status sosialnya. Seingat Randu perempuan itu tidak pernah keberatan diajak makan di warung pinggir jalan, naik angkot, naik motor, dan naik KRL. Ayahnya sejuta kali lebih parah.

"Pengacara tidak bisa memaksa seseorang untuk menjadi kliennya. Bapak akan disediakan pengacara oleh negara, bahkan sekalipun Chandra tidak menyewakan pengacara. Jadi pilihan ada di tangan Bapak," jelas Randu tenang dengan tetap berwibawa. "Permisi. El, gue balik," pamitnya dengan nada profesional. Tanpa menunggu jawaban Elena atau Eugene, lelaki itu keluar dari ruang jenguk tahanan di LP Cipinang.

Sejenak Elena memejamkan mata. Didengarnya suara sepatu Randu menjauh.

Tiga langkah.

Lima langkah.

Sepuluh langkah.

Elena beranjak dari duduk untuk menyusul lelaki itu. Dia mendengar Randu memberi salam pada sipir penjara penjaga pintu, minta agar pintu besi tebal dibuka.

"Pulang, Pak?" tanya Sipir.

Belum sempat Randu menjawab, sebentuk lengan ramping melingkar di pinggangnya. Lengan halus yang dia rindukan. "Bang, maafin saya. Maafin Papa," kata pemilik lengan halus itu.

***

Menanti Elena memeluknya lagi terasa seabad bagi Randu. Akhirnya Randu bisa merasakan kebahagiaan ini lagi. Elena telungkup di atas dada telanjangnya hanya memandangi tanpa suara. Jari-jari Randu menelusuri rambut panjang Elena yang harum. "Lo kurusan. Pasti karena masalah papa lo ya?"

Kekasihnya tersenyum lembut sambil memandanginya. Mereka resmi berpacaran lagi dua hari yang lalu, sepulang dari LP. Tangan Randu beralih ke tubuh Elena, merengkuh tubuh itu dalam pelukannya. Tiba-tiba didengarnya suara teriakan penuh nafsu dari kamar sebelah.

"Teman lo itu berisik ya mainnya." Randu pura-pura kesal. Mereka ada di rumah Fadli akhir minggu ini. Piknik berempat ke beberapa air terjun. Tentu saja dilanjutkan dengan kegiatan lain di kamar masing-masing.

"Ah Katya memang begitu." Jemari Elena menjalari pipi berewokan yang dirindukan teramat lama itu. Tatapan mesranya kembali menghangatkan Randu.

Elena sudah bercerita soal ayahnya yang tidak merestui hubungan mereka. Klise. Sejak dulu hubungan Randu dengan para mantannya selalu kandas karena masalah uang.

"El, gimana kalau kita jadiin aja? Lo hamil anak gue, biar bokap lo luluh?" Ide Randu sama sekali tidak keren. Tampaknya kamar redup tempat mereka tidur, turut meredupkan otaknya sehingga gagal berpikir jernih.

Elena tidak lupa meminum pil anti hamil yang Katya berikan. Dia belum siap menanggung risiko. "Nggak bakal direstui, Bang. Yang ada saya digoreng sama Papa." Eugene Tjipta mana mungkin menerima pengacara LBH jadi menantunya.

"Atau kita kawin lari aja?" Usul kedua Randu belum sempat ditanggapi Elena karena Fadli keburu berteriak.

"Buset, diapain teman gue sama teman lo El? Dia nggak bawa gergaji mesin gitu kan ke dalam?" Randu takjub dengan pasangan di sebelah kamarnya. Seingatnya, Fadli pria yang tenang. Bersama Katya, lelaki itu jadi lebih ekspresif.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang